Pulang ke kotamu, Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu, Tiap sudut menyapaku bersahabat, Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi, Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama, Suasana Jogya
Di persimpangan langkahku terhenti, Ramai kaki lima
Menjajakan sajian khas berselera, Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi, Seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, Ditelan deru kotamu ...
Lirik lagu, Jogyakarta - Kla Project
Jogya, sebuah kota dengan sejuta memori bagi saya. Suka duka, tawa canda dan air mata semua berbaur menjadi satu dalam kenangan. Kenangan itu kini hadir kembali, tumpah ruah bagaikan air bah dalam setiap sel otak saya kala kaki ini menginjakkan diri kembali ke kota yang telah lama saya tinggalkan. Setiap sudut jalan dan tempat yang dulu begitu akrab dalam kehidupan saya, yang sebelumnya terbenam dan untuk sementara terlupakan dalam relung ingatan terdalam, kini segar kembali kala mobil sewaan yang saya tumpangi perlahan menyusuri jalan di Condongcatur menuju ke pusat kota.
Mata ini menatap tanpa kedip ke gang-gang kecil yang dulu akrab dalam kehidupan saya karena seringnya berlalu-lalang disana bersama motor kesayangan, Honda bebek Astrea Prima. Di salah satu jalan kecil berdebu itu rumah kost saya dulu berada, entah apakah masih berada disana sekarang. Walau sebagian bangunan tampak asing namun beberapa masih dengan mudah saya kenali. Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran" Jogyakarta, kampus tempat saya belajar selama hampir lima tahun lamanya tampak tidak banyak berubah. Disanalah saya mengenal Uut, Novi, Erny, Rita, Kinta, Dewi, Bambang, Drie, Ipul, Aan, Ogut, dan masih banyak teman lainnya. Ah, apa kabar kalian semua? ^_^
|
Narsis di Borobudur |
|
Ah bocah-bocah di Prambanan ini berbakat menjadi model, termasuk si Ibu! ^_^ |
|
Si Nenek tidak kalah seragamnya dengan pasukan Pramuka di Malioboro |
Bicara tentang Jogya bagi saya selalu berhubungan dengan nostalgia jaman kuliah, karena memang itulah tujuan saya menetap disana yaitu untuk belajar. Tapi kota ini bukan hanya nyaman sebagai tempat untuk mengenyam pendidikan (bagi perantauan dari kampung dengan uang saku pas-pasan seperti saya!), tetapi juga merupakan tempat yang kental dengan kultur Jawa yang saya gandrungi. Masyarakat Jogya yang ramah, suasana kota yang aman, nyaman dan tidak macet (waktu itu), biaya hidup yang murah, makanan yang enak, teman kampus yang mengasyikkan, hingga sentuhan tradisional dan seni di setiap sudut kota membuat hati ini betah berlama-lama disana. Bahkan sempat tercetus keinginan waktu itu untuk menetap di Jogya setelah lulus kuliah, namun apa daya, Jakarta dan seribu kesempatan yang ditawarkan memanggil. ^_^
Ingatan saya akan masa kuliah di Jogya selalu dipenuhi dengan bayangan sesosok mahasiswi culun yang kuper dan pemalu (terutama dengan lawan jenis), seperti yang sering saya sebutkan di postingan-postingan sebelumnya di JTT. Saya menyembuyikan kelemahan fatal itu dengan sok menjadi kutu buku dan bergaya ekstra cuek padahal semua panca indera saya aktif memancarkan sinyal-sinyal waspada. Semua itu makin diperparah dengan penampilan saya yang over weight, tomboy dan rambut keriting kribo hasil eksperimen salon abal-abal di kampung.
|
Aneka gerabah yang membuat saya 'ngiler' |
|
Perkakas batu di Borobudur yang sayangnya terlalu berat untuk naik ke pesawat. |
|
Kuntum melati yang sering dipakai untuk prosesi upacara adat di Jogya |
Nah rambut keriting ini bukan tanpa cerita. Waktu itu saat saya lulus SMA dan menunggu pengumuman masuk ke Perguruan Tinggi, keluarga Ibu saya dari Tanjung Pinang datang ke Paron. Beberapa Tante beserta suaminya dan serombongan sepupu singgah di rumah kami yang bentuknya amburadul seperti kapal pecah. Sekian tahun lamanya tidak bersua, terakhir kami bertemu saat saya masih duduk di Sekolah Dasar, sehingga ketika kami dipertemukan kembali rasa terkejut pun muncul di dada.
Salah satu sepupu saya, putri Tante Munah, bernama Elly, yang sebaya dengan saya telah tumbuh menjadi remaja putri yang tinggi langsing dan cantik jelita. Tampilannya hampir seperti model terkenal di cover majalah remaja, membuat saya semakin tidak percaya diri. Rasa kagum, tak berdaya dan juga iri perlahan menyelinap di hati betapa inginnya saya memiliki penampilan seperti Elly. Saat itu model rambut keriting gantung sedang naik daun dimana-mana dan rambut Elly yang panjang, halus serta sedikit kepirangan tampak cantik dengan model tersebut. Susah merubah penampilan dengan menurunkan berat badan secara tiba-tiba saya pun mencetuskan resolusi merubah model rambut lurus kaku bak sapu ijuk yang saya miliki menjadi seperti model rambut Elly. Terbayang betapa cantiknya saya ketika masuk kuliah nanti.
|
Warna-warni bubur sumsum di Beringharjo |
|
Pecel, bacem dan aneka gorengan di Beringharjo |
|
Takoyaki di tepian jalan Malioboro |
Ibu saya langsung menyetujui dan men-support ide saya, sepertinya beliau juga memendam rasa desperate dengan penampilan putrinya yang kacau balau. Berdua kami pun berjalan dengan semangat menuju ke salon di gang belakang rumah. Saat itu Santi's Salon ini merupakan salon terbaik di Paron, dengan tarif lebih mahal dibandingkan salon lainnya. Biasanya Ibu saya enggan membawa kami kesana, dan lebih memilih untuk memotong rambut anak-anaknya di tukang cukur di pasar di depan rumah. Kali ini tampaknya beliau benar-benar serius hendak mempermak penampilan saya. Setelah mendengarkan instruksi Ibu mengenai model rambut yang diinginkan tentu saja dengan embel-embel, "Kasih obat keritingnya banyak-banyak Mbak Santi, rambutnya si Endang itu kaku banget, jadi susah keritingnya." Santi pun langsung dengan cekatan menggulung rambut tebal dan kaku saya dengan alat keriting dan mengucurkan obat keriting sebanyak yang dia mampu. Bau obat menyeruak di seantero salon sempit itu dan membuat saya mengucurkan air mata karena pedih, namun bayangan keriting gantung di rambut Elly menari-nari di balik pelupuk mata. Cantik itu sakit, Jenderal!
Setelah tiga jam saya bengong di kursi salon menunggu obat keriting bekerja, pegal dan kaku di badan mulai tak tertahankan, terutama di bagian leher karena saya tidak bisa merebahkan kepala yang penuh dengan alat keriting yang berjubelan. Menjelang Maghrib penantian itu tiba juga. "Udah waktunya dibuka alat keritingnya", instruksi Mbak Santi. Namun sayangnya salon saat itu sedang ramai-ramainya dan si pemilik salon pun sedang mempermak rambut pelanggan lainnya, akhirnya Ibu saya pun mengajukan diri. "Sini, Mama saja yang buka dan cuci rambutnya. Kerjaan gitu saja apa susahnya sih"? Saya pun menganggukkan kepala, walau ragu dengan skill beliau namun happy juga dengan semangatnya yang membara.
|
Miniatur becak yang legendaris |
|
Becak, transportasi favorit saya untuk menikmati Jogya |
|
Jajaran andong di depan Keraton Jogya |
Alat keriting pun dibuka, dan alangkah terperanjatnya saya menyaksikan setiap jengkal rambut di kepala melingkar lebay seperti mie telor. "Nggak apa-apa, nanti kalau sudah dicuci dan diblow baru kelihatan bentuknya," cetus Ibu saya dengan wajah cemas. Mungkin dag dig dug juga jantungnya melihat putrinya tiba-tiba berubah menjadi Hydra, monster a la mitologi Yunani dengan rambut ular berjubelan di kepala. Ibu pun mencuci rambut saya dengan gosokan kuat hingga membuat kulit kepala terasa sakit dan saya pun ter-aduh dan aduh kembali penuh penderitaan. Mungkin waktu itu Ibu saya berpikir, mencuci rambut dengan gosokan kuat akan membuat keriting sedikit berkurang. "Pelan-pelan dong Ma, sakit nih"! Teriak saya keras. "Sabar tho Ndhuk, Mama-mu ini biasanya ngucek baju bukan ngelus-ngelus rambut," balas Ibu saya. Mba Santi yang sedang sibuk menggunting rambut pelanggannya hanya memandang dari jauh segala tingkah polah duo Ibu dan anak tanpa memberikan komentar sedikitpun.
Hasil akhir eksperimen keriting gantung yang saya lakukan sudah bisa diduga - setelah melalui proses mencuci berkali-kali dan tarikan kuat hair dryer saat Mbak Santi mengeringkan rambut yang semua itu ternyata tidak bisa mengurangi keritingnya - rambut saya pun mekar mengembang, super keriting, tanpa ada model menggantung sama sekali. Namun yang jelas model ini membuat wajah saya yang chubby bulat menjadi semakin bundar. "Muka kok ya lebar banget seperti tampah", kata-kata Bapak saya terngiang-ngiang kembali di telinga. Terkadang beliau lupa betapa miripnya wajah kami berdua! ^_^
Hari
pertama kuliah saya pun dimulai dengan penampilan yang mengkhawatirkan. Rambut keriting ini saya sembunyikan dengan mengikatnya ekor kuda
sepanjang waktu. Ketika setahun kemudian si rambut mulai memanjang, saya
pun menggunting semua keritingnya dan mengganti modelnya menjadi bob pendek. Lucunya, banyak teman kuliah saya yang kemudian lupa
dengan kehadiran saya di tahun awal kuliah dan pernah bertanya,
"Endang, kamu anak baru ya? Nggak pernah lihat di tahun-tahun pertama
kuliah." Gubrak! Pelajaran yang bisa saya petik dari kisah diatas adalah bersyukurlah
dengan apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita, dan apa yang baik
bagi orang lain belum tentu tepat dan baik buat diri kita. Okeh memang
lebih baik menghibur diri sendiri dibandingkan mimpi di siang bolong tak
tentu arah bukan? ^_^
|
Aneka rupa warna baju batik di Malioboro |
|
Pecinta daster batik seperti saya? Malioboro surganya |
|
Lorong di Malioboro |
Sekarang kita kembali ke liburan singkat saya di Jogya beberapa minggu yang lalu. Sebenarnya ini adalah topik utama tulisan saya kali ini namun betapa mudahnya saya teralihkan dengan kisah lainnya. Tempat kunjungan saya yang utama sebenarnya adalah Malioboro, pasar Beringharjo dan sekitarnya, karena itulah saya pun memilih untuk menginap di salah satu hotel di jalan Dagen yang lokasinya sangat berdekatan dengan Malioboro. Namun karena mobil yang saya sewa bisa saya pergunakan selama dua belas jam lamanya, akhirnya Borobudur dan Prambanan pun masuk di dalam schedule. Terakhir kali saya ke Borobudur adalah pada saat saya duduk di bangku SMP, saat itu sekolah saya mengadakan study tour ke Jogya. Dimata seorang bocah cilik berusia tiga belas tahun maka candi Borobudur hanya merupakan tumpukan batu yang luar biasa besar, luar biasa tinggi dan seakan tak habis-habisnya untuk didaki hingga kaki ini penat dan dada terasa sesak oleh nafas yang ngos-ngosan. Ingatan itu tetap terbawa hingga saya dewasa.
Ketika saya kembali kesana lagi, pandangan dangkal itu berubah. Kekaguman saya dimulai dari betapa rapi, bersih dan teraturnya area kompleks candi. Pemerintah Magelang, daerah tempat dimana candi ini berada, sepertinya telah bekerja keras untuk mengelola obyek wisata ini secara profesional. Area ticketing yang rapi lengkap dengan pintu masuknya yang otomatis, petugas yang ramah, bentangan taman-taman menghijau yang tertata indah membuat saya ber-uh dan ah berkali-kali. Seandainya semua obyek wisata di tanah air dikelola seapik ini, niscaya wisatawan mancanegara akan tersedot ke tanah air dan bukannya ke Thailand, Malaysia, atau Vietnam.
Borobudur masih tetaplah candi yang berukuran besar namun tidak terlalu tinggi lagi dalam pandangan baru saya. Dalam pandangan baru ini, candi yang bertengger tinggi diatas bukit dan dikelilingi oleh gunung Sundoro-Sumbing, Merbabu-Merapi, bukit Tidar dan perbukitan Menoreh ini tampak memancarkan aura perkasa yang kuat, aura megah yang angker. Sambil menyusuri lorong demi lorong yang dipenuhi dengan ribuan detail relief di dindingnya saya pun berusaha menebak kisah dibaliknya. Seorang biksu berpakaian jingga menyala tampak memejamkan mata sambil mengatupkan kedua telapak tangan di dada berdoa di depan sebuah arca Budha, membuat imajinasi ini pun mengembara kembali ke abad 9, masa ketika candi ini didirikan. Terbayang upacara dan ritual yang terjadi pada saat itu serta jutaan doa yang pernah dipanjatkan disana, membuat kuduk ini pun meremang. Borobudur memang luar biasa.
|
Aneka kuningan dan perabot di pasar barang bekas |
|
Salah satu sudut toko di pasar barang bekas dan antik di Beringharjo |
|
Si Ibu yang rapi jali, santai menunggui dagangan radio bekas tua-nya |
Selain candi Borobudur saya pun menyempatkan diri ke candi Prambanan, sama seperti candi sebelumnya maka Prambanan juga dikelola dengan apiknya. Sayangnya banyak pekerjaan konstruksi yang sedang terjadi sehingga sedikit mengurangi pemandangan indah disana. Karena saya datang di siang hari bolong maka sendratari Ramayana yang biasanya diadakan di pelataran Prambanan belum dimulai. Segerombolan bocah-bocah tampak duduk berteduh di sebuah kursi di bawah pohon, peluh berleleran di dahi dan leher mereka. Ketika kamera saya arahkan untuk mengambil momen santai itu maka belasan bocah lainnya pun ikut nimbrung di depan kamera. Bahkan seorang Ibu turut serta disana membuat saya tertawa. Jepret! Dan momen itu pun diabadikan. Suasana candi ini relatif sepi sehingga saya hanya melewatkan waktu sejenak disana.
Di hari Sabtu, waktu saya lebih banyak dihabiskan di sekitar jalan Malioboro dan sekitarnya. Menyusuri sepanjang jalan Malioboro seperti bernostalgia kembali ke masa lalu, sudah tak terhitung berapa banyaknya saya berjalan disini dari ujung satu ke ujung lainnya. Ajaibnya waktu sepertinya membeku di jalan ini, semua masih sama dan tidak banyak berubah seperti masa lima belas tahun yang lalu. Tukang becak ramai menawarkan jasanya. "Sepuluh ribu rupiah saja Mba, jalan ke Keraton dan kembali lagi," tawar mereka ramah. Saya menggelengkan kepala, Maliboro paling asyik dinikmati dengan berjalan kaki sambil mata ini sibuk melihat aneka dagangan yang dijual di sepanjangnya. Sesekali kamera saya jepretkan untuk menangkap obyek penuh warna yang menarik disana.
|
Canthing dan batik di sebuah galery di seputar Kraton |
|
Aneka lukisan di sepanjang jalan Malioboro |
|
Bunga dari serutan kayu, merupakan salah satu kerajinan khas Jogya |
|
Penggila aksesoris etnik, tidak boleh melewatkan aneka kalung kayu yang cantik ini |
Tujuan
utama saya adalah pasar Beringharjo untuk mencari aneka perabot dapur
dari kayu dan gerabah. Di hari Sabtu, pasar ini penuh sesak sehingga
sulit untuk bisa dinikmati dengan tenang. Saya pun memilih menghampiri
Ibu-Ibu penjual gerabah di tepi jalan di luar pasar, mereka tampak
sedang duduk santai di 'dingklik' kecil sambil jemari tangan dengan
cekatan merangkai kuntum melati. Beberapa wajan kecil, mangkuk, dan panci dari tanah liat serta sendok-sendok kayu masuk ke dalam plastik belanjaan saya. Terbayang foto-foto makanan di JTT yang semakin cantik dengan koleksi baru yang murah ini. Atas petunjuk si Ibu penjual, kaki saya pun melangkah ke sisi pasar lainnya, kali ini saya menuju ke pasar barang bekas dan antik.
Pasar barang bekas ini hanyalah sebuah jalan kecil yang dipenuhi oleh kios-kios kecil yang menjual aneka kuningan, perkakas dapur dan guci-guci kuno. Beberapa penjual menjual kerajinan khas Jogya berupa miniatur becak, sepeda, dan andhong yang terbuat dari metal. Sebuah becak dengan jok kursi merah menyala harganya hanya tujuh puluh ribu rupiah saja, bayangkan betapa harga itu akan berlipat ganda jika dijual di sebuah mall di Jakarta. Seorang Ibu tua, yang masih terlihat cantik dengan pakaian adat Jawa lengkap nan rapi tampak duduk santai di depan kios radio tuanya. Mulutnya asyik mengemil makanan kecil sambil mendengarkan musik gamelan Jawa yang menenangkan hati. Di jalan ini saya membeli beberapa sendok bekas yang terbuat dari kuningan dan beberapa tusuk konde tua yang entah akan saya pergunakan untuk apa.
Waktu saya hari itu lebih banyak dihabiskan untuk berkeliaran di sepanjang jalan, ketika lelah meraja maka sayapun singgah di sebuah warung soto di jalan Malioboro. Warung ini sudah ada disana ketika saya kuliah di Jogya, dan saya masih ingat dengan rasanya yang sedap dan segar. Sambil menyeruput kuah beningnya saya pun menikmati suasana Jogya yang damai. Jogya, I love u pull! ^_^
Saya senyum2 baca ceritanya. Sekarang sdh lurus kan rambutnya. Cantik! Dulu belum ada rebonding, smoothing ya. Rambut saya tipis, helai2nya halus, spt rambut bayi. Potongan rambut gak bisa macam2, cuma model bob pendek sejak dulu. Tapi ada untungnya nih mbak, punya rambut dg helai rambut halus, uban gak begitu kelihatan, yang saya syukuri, kecuali nanti kalau sdh buanyakk ya pasti kelihatan.
BalasHapusSisca - Surabaya
Hai Mba Sisca, yeppp jaman itu belum ada smoothing atau rebonding, jadi pasrah saja sama keriting ndeso itu wakakak. Betul mba, kalau rambut helai halus kok gak cepet ubanan ya, rambut saya golongan tebal kaku, gede2, sejak SD dah ubanan, sekarang penuuuuh uban, jadi tiap bulan kudu di cat dah wakkakkaka
HapusWaw Jogja!!! Saya lahir dan besar di Jogja, Mba. Waktu kuliah motor saya honda astre juga hahahaa.
BalasHapusMba, makasih untuk resep2nya ya. saya sudah banyak coba dan Alhamdulillah berhasil! :) Keep posting Mba Endang..request resep masakan italia yang gampang ya.
Trims. Salam,
(Ifa)
Hai Mba Ifa, wakakka, honda astrea ngetrend banget waktu itu yaaa, rata2 pada pakai motor itu. Thanks sharingnya ya mba senang sekali resep JTT disuka. Sukses selalu!
HapusAhhhh foto2 'mbak endang makin ciamikkk. Pakai fix lens yah mbak?
BalasHapusHai Mba Inna, sebagian pakai fix/prime lens, sebagian pakai zoom lens dengan aperture besar. Thanks yaaaa
Hapusmbak endang... Suka banget dengan tulisannya yang apa adanya dan pastinya resepnya yang anti gagal rasa mantap! Jogja emang gak ada matinya selalu bikin kangen buat datang lagi dan lagi. Duh jad pengen ke jogja lagi setelah baca tulisan mbak endang.
BalasHapusGimana kalo mbak endang nulis buku spt novel atau sejenisnya diluar buku resep? Kaya nya ok tuch :-)
Keep sharing ya mbak.
Love you jogja and love you full juga mbak endang (imel)
Hai Mba Imel, makasih ya mba, sebenarnya setiap orang pasti punya pengalaman lucu, sedih, aneh dalam hidupnya ya, tapi kebanyakan terlupa dan hanya yang paling unik saja diingat wakkakak.
Hapuswah iya kepengen juga bisa serius nulis novel wakakak, moga2 bisa fokus memulai yaa. doakan saja ya mba. Sukses sellau!
Mba endang. Sebulan yg lalu jg saya sekeluarga liburan di jogya. Ke pasar bringharjo dan malioboro tentunya. Diatas kok ga ada cerita tentang toko mirota batik ya mba, mba endang gak kesana tah? Padahal apa aja ada mba disana. Dri mulai kain bahan, pembatik, rempah2, aksesoris dapur, gerabah dll. Saya saja smpai takjub dibuatnya mba. Nnti pengen kesana lagi deh abisnya murah bgt mba serius deh. Lokasinya di malioboro. Sebrang ps bringharjo, ga jauh dri situ mba. Maap saya bknnya primisi tp emang saya dibuat excited bgt ama tokonya yg nyeni bgt.
BalasHapusDwi-bogor
Halo Mba Dwi, thanks ya Mba, yeppp saya ke Mirota Batik juga, kayanya kalau ke malioboro, toko satu itu gak boleh dilupakan ya hahahha. Saya beli banyak juga perabotan disana, hanya memang tidak saya ulas, karena supermarket itu besar dan banyak customernya jadi saya rasa tidak memerlukan promosi lagi untuk maju heheheh. Tapi memang itu toko bisa bikin bangkrut yaaa, semua pengen diborong wakakkaka
HapusNaaah...ini yg ku tunggu hasil plesir ke jogya poto2 nya oke bingit narasinya jg oke. Mbak, gimana sih tipsnya biar pede untuk pergi sorangan ? Klo aku suka takut kesasar. Hehe....( emma - semarang )
BalasHapushai Mba Emma, yepp akhirnya saya posting juga setelah bersemedi sejenak menulis ceritanya wakkakak. Saya pede pergi sendiri kalau kotaya udah tahu dan kenal, kalau belum gak berani juga wakkakaka
Hapushaduh mba endang sukses bwad aq ngakak sendiri malem2.. wkwkwk
BalasHapus"biasa ngucek baju, bkn elus2 rambut.." kebayang deh gmn penderitaannya tuh rambut dikucek2 kyk baju.. untung gak pake sikat mba.. wkkwkw
"muka lebar kyk tampah", makjleb bgt mba.. tampah kan lebar bgt.. wkkwkwkw haduh sakit perut gr2 ngakak trs..
aq dlu jg pernah korban salon, cm bkn krn kpengen modelnya, tp karna gak mau bengong sndirian krn papa mama sampe abang pun nyalon.. papa sm abang hebring dgn potong rambutnya bersama cowo yg kewanitaan.. ehem..tau lah ya, psti parno mreka, trbukti smpe skrg kapok k salon lg.. :D
sedangkan mama sibuk dgn keriting bulu matanya.. masa' aq sendirian nungguin gitu.. akhirnya papa blg di blow variasi aja.. stelah nanya2 apa itu blow variasi, katanya kyk keriting gantung gitu.. tp gak permanen.. yawis lah.. toh cm sementara ini keritingnya.. awalnya bagus bgt mba.. cm koq stelah berminggu2 gak balik lurus kyk semula.. stelah diinget2, omaigat jgn2 dipakein obat keriting! slama bertahun2 rambutku jd bergelombang :( entah knp bs smpe bgitu.. dan akhirnya ada penemuan rebonding, yey~ langsung nyalon gak pake lama deh.. dan akhirnya penderitaan pun berakhir.
tamat.
Hai Mba Bella, wakakak, keknya rata2 cewek punya pengalaman keriting rambut di masa lalunya yaaa. Memang cewek itu suka gak terima dan bersyukur dengan apa yang dimiliki, dikasih rambut lurus mau keriting, dikasih keriting direbonding, susah jadi cewek wakkakak.
HapusAahh mba endaanngg..!! Aq jadi kangen jogja deeh. 14 taon aq stay di sana dri sd mpe lulus kuliah and dpt suami org jogja, jdi slalu ada alasan utk pulang ke jogja. I feel u bgt, mba. Jogja slalu di hati, meski skrg aq stay di makassar di kampung halaman kluarga besar and ortu udh stay di jkt, ttp lebih milih plg ke jogja dlu baru ke jkt. Haahaha.. makasih story2 nya mba, remind me again. Love u.. ♥♥♥
BalasHapusHai Mba Tisha, waaah enaknya, jadi tiap tahun pasti kesana dong yaaa, hiiks, asyiknya. Saya suka kalap kalau kesana, apa2 mau dibeli habis murah dan ini juga masih saja ada yang kurang, kemarin gak sempat ke supermarket perabotan di belakang beringharjo, lupa namanya, seru itu. Thanks sharingnya yaa
Hapusmbak endang, minta resep takoyaki donk... aku wes beli cetakannya tapi binun mo pake resep apa... kalo ndak dr JTT ndak sreg lho....
BalasHapusHai Mba Nurul, nah saya bingung mau coba karena cetakan gak punya, waaakka, mungkin bisa pakai cetakan kue lumpur kali ya wakkakak
Hapusiyaaaaa mba endang... maksud saya ituuuh.... mau bikin sesuatu selain kue lumpur dengan cetakan kue lumpur mini itu..... tengok2 resep takoyaki semua pake bahan aneh2 yang ga ada di Banyuwngi..... susyah dahhh
Hapusiya, takoyaki pakai bumbu2 yang rada beda, maklum jepang wakkak, wah apa saya pakai cetakan kue lumpur saja ya, hehehhe
Hapusberarti entar eksekusinya jadi takoyaki versi jowo aja mbak.... penasaran sih gimana caranya bikin tekstur krispi diluar, kopong dan lembut di dalam,,,, plz mbak... gimme some inspiration....
Hapuswaduh kayanya susah juga itu ya, wakaka, sejujurnya saya belum pernah makan takoyaki huaaaa
HapusNgakak banget bacanya :D, ahaha...
BalasHapusKeren banget mbak jepretannya. Btw, saya tinggal di Jogja loh (trus??), hehe..
Hai Mba Nila, waakakak, saya semua sudut pengen difoto rasanya, habis seru dan menarik banget, kalau gak ingat ini blog makanan rasanya semua foto mau dishare. Waduuuh saya pengen juga jadi warga Jogya wakkakak
HapusMbak endang sukses mbikin saya "iri" mbak..soalny ni lagi kangen pingin k jgj, secara dulu juga sempt kuliah n kerj d sna, ud 4 thn lamany ƍäк k jgj..pingin banget wisata kuliner huhuhu..pingin mkn tempe penyet, angkringan, bakmi pele, oseng2 mercon, gudeg..walah sukses mbikin ngiler..salam..yani-bogor.
BalasHapusHao Mba Yani, ayooo kesana lagi. saya juga baru kesana lagi setelah bertahun2 meninggalkan jogya, Ajibbbb, itu kota memang asyik banget buat cuci mata. Saya kemarin gak banyak wisata kuliner mba, saking semangatnya cuman berburu perabot wakkakak
HapusMba...aq Udh bbrpa x coba2 resep mu...dpt pujian trus dri keluarga.mereka bilang enak.. i lov u puullll dah...qiqiqii. Klo balik k jogja call me ya..aq orang borobudur asli masuk candi gratisan wess...dalam kenal ya mba....dri cipluk.
BalasHapusHai Mba Cipluk, salam kenal juga yaaa. Waaah asyiknya bisa masuk Borobudu gratis, pengen kesana lagi tapi saat matahari terbit, keknya bakalan bagus banget fotonya heheheh.
HapusSalam kenal mba endang...
BalasHapusasli saya ngakak baca tulisan sesi salon santi....
Hahahahahaha....
kalo ke jogja kabar2 mba...saya tinggal di jogja mba.
Hai Mba Fransisca, wakakak, iya asli itu sampai sekarang saya masih ingat terus. Teringat ibu saya mengguyur kepala saya pakai gayung karena salonnya abal2 ala kampung, gak punya keran wakakak.
Hapuswah mbk Endang ternyata kita satu almamater UPN V tercinta... mbk jurusan apa? angkatan berapa mbk? saya Administrasi niaga/bisnis ank. 00... liat perjalanan mbk di atas saya jadi kangen berat sama jogja... terlintas dipikiran andai dulu saya udah kenal mbk Endang, saya bisa belajar masak lebih awal...hehehe
BalasHapusHai Mba Oka, waaah ketemu almamater UPN juga nih di JTT waakakka. Saya angkatan lawassss, 93 hehehe. Jurusan pertanian mba, agronomi, kampus paling pojok dekat taneman2 wakakakk. Dulu waktu kuliah gak begitu mahir masak hahahhaha
Hapusga sempet ketemu ya mbk, mbk udah lulus saya baru masuk... zaman sya kebun agronomi sering dirampok lo mbk...hehehe
Hapuswah jaman saya kebun agronomi masih aman sentosa hehehe, soalnya isinya belum banyak wakakkak
Hapussaya merinding lho mbak liat ibu yg jual radio bekas itu. jaman sekarang jual kaya gitu kan juga omsetnya dapet berapa. salut bgt buat ibu itu udah sepuh masih mau bekerja. sedangkan anak2 muda lebih memilih jalan pintas jadi pengamen.
BalasHapusYepp, betul, saya sampai sekarang bertanya2, berapa omset radio bekas itu setiap hari. tapi ibu itu terlihat adem ayem dan tenang menikmati harinya. saya suka gayanya yang stylish, rapi, wangi dan priyayi bangettttt. hehheheh
Hapusmampir ke kampus enggak mbak? aku kalo ke yogja, mesti keingetan jaman pacaran masa muda dulu. dijemput di lempuyangan, trus makan soto enak apa gituuu.. di daerah seturan sana :D
BalasHapushalo mba, sayangnya gak sempat ke kampus, hanya lewat saja, waktunya mepet banget hehehe. wakakak kayanya dulu seturan dulu sering banget kesana, lupaaa wkakaa
HapusMbak Endang..saya juga alumnus 93..sebrang kampus mbak endang tuh..emang jogya ga ada matinya ya..apalagi makan mie rebus anglo di daerah blusukan bantul mbak...wah..sedeeep banget mbak.. serasa jaman dulu bgt dah...sukses selalu mbak..(Lia)
BalasHapushai mba lia, wah sebrang kampus bukannya UII jogya yaaa, belum pernah makan mie rebus anglo, pengeeenn heheheh. sukses selalu juga mba lia, thanks sharingnya yaa
Hapushahaha....ngakak koprol dg narasi keritingnya. Untung sy keriting sejak remja. Ga ada hubunganya ya, hahaha...
BalasHapusPrambanan ke timur ada lampu merah. Belok kanan 100m akan ketemu bebek bacem khas wilayah prambanan - klaten. Empuk nian. Memang sih dominan rasa manisnya. Namanya jg wilayah Solo-Jogja, identik dg gula jawa :) Lain kali klo liburan lg bisa dicoba mb :)
Salam keriting,
Dian-Solo
hai mba Dian, hahaha iya,bersyukur yang sudah keriting, jadi gak tergoda kalau era keriting datang hahaha.
Hapuswah bebek bacem saya jadi ngilerrrr, next time kalau kesana kayanya harus dicoba tuh. thanks yaaa.
mbak endang duhhhh saya itungannya sering main ke jogja karena deket dari solo satu jam aja sampe naik kereta. tapi kalo keinget gitu apalagi liat postingan ini pake lagunya kla project itu kok ya kangeeeeen banget pengen stay disana lagi kayak jaman magang kuliah dulu. kalau stay sama liburan aja kan beda ya mbak feelnya hihihi
BalasHapusanyway pake kamera apa mbak endang? ciamik bgt hasilnya!
salam,
fia.
waah jadi bernostalgia ya mba Fia, saya juga setiap kali mendengar lagu Kla jadi teringat semua kenangan di jogya wakkaka, jogya memang susah dilupakan
Hapuspakai DSLR EOS 5 D mba.
Hai mbak Endang...salam kenal
BalasHapuslagi googling cari resep masakan buat bunda Tercinta..eh.nyangkut di blog nya mbak endang.
Bikin ngilerr liat semua masakn mbak Endang. Jadi pengen tak coba semua..sampai sampai aku tidak tidur semalaman buat mantengin blog nya mbak Endang. Tak terasa adzan shubuh sudah memaanggil manggil.
Beralih ke daster mbak...ternyata mbak Endang penggila daster batik ya...dari jogja ke utara sedikit mbak..tepatnya di kota pekalongan mbak...disitu banya pembuat batik mbak...ayo mbak mampir ke pekalongan sekalian launching buku ketiganya disana nanti tak kasih hadiah sekarung daster batik khusua untuk mbak Endang. (dari Ana di kota batik pekalongan)
Halo Mba Ana, salam kenal ya dan thanks sharingnya. Trima kasih sudah menyukai JTT dan kayanya hobby kita sama, suka mantengin food web sampai gak ingat waktu wakakkaka.
HapusDulu waktu kuliah, ada teman saya asalnya dari Pekalongan, kalau balik suka bawa batik. Batik pekalongan bagus2 ya, kalau ada waktu saya pasti akan singgah disana. Thanks yaaa,
sukses dan sehat selalu untuk mba dan keluarga yaa