Pada suatu senja, dalam rintik hujan temaran sekitar tiga tahun yang lalu, saat itu saya sedang asyik ber-browsing ria di salah satu blog andalan... Ah, benar-benar kalimat pembukaan yang lebay. Mengingatkan saya pada cerita dongeng putri dan pangeran a la Hans Christian Andersen yang dulu ketika saya masih kecil menjadi santapan sehari-hari. Di dalam keluarga besar kami - saya katakan besar karena kedua orang tua saya memiliki tiga orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki - hanya Ibu, kakak saya, Wulan dan saya sendiri yang gemar membaca. Sementara Alm. Bapak dan ketiga adik saya, Wiwin, Tedy dan Dimas, sepertinya alergi dengan buku. Kami membaca dan melahap buku, majalah, koran atau kertas apapun yang terdapat tulisan di atasnya. Kegemaran itu ditularkan oleh Ibu saya yang ketika masa mudanya menjadi penggemar berat cersil Kho Ping Hoo dan Boe Beng Tjoe, serta aneka novel Indonesia karya Marga T, Mira W, NH. Dini, Motinggo Busye, hingga novel horor karya Abdullah Harahap dan roman picisan karya Freddy S. ^_^
Kegemaran membaca itu seingat saya dimulai sejak saya bisa merangkai huruf menjadi kata, kata menjadi kalimat dan kemudian mengerti maknanya. Menyadari kedua putri ciliknya sangat haus akan buku bacaan, maka saat kami tinggal di Surabaya selama satu tahun, kedua orang tua saya pun sibuk berburu buku bekas di Pasar Turi. Dengan minimnya gaji Bapak sebagai tentara yang berpangkat rendah, maka buku bekas merupakan solusi tersegar yang bisa ditawarkan. Si Kancil, Si Penyu, Little Mermaid, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, Cinderella, The Hunchback of Notre Dame, Robin Hood, Si Kerudung Merah alias Little Red Ridding Hood dan ratusan buku anak-anak lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.
Setiap bulan ketika tanggal gajian tiba, Wulan dan saya menanti dengan harap-harap cemas kedatangan kedua orang tua kami dari Pasar Turi. Adakah buku yang belum dibaca? Adakah buku yang menarik? Adakah cerita yang seru? Dan ketika Bapak datang bersama Ibu di 'boncengan' motor bersama sebuah kardus di pangkuannya, kami pun menyerbu girang selayaknya anak kecil lainnya yang mendapatkan sekotak es krim atau coklat. Hingga kini saya masih tergila-gila dengan buku bekas. Perasaan seakan menemukan harta karun yang tak ternilai harganya setiap kali saya menemukan buku bekas tua yang bagus selalu bersemayam di hati ini.
Kembali ke hasil browsing saya tiga tahun yang lalu di sebuah blog luar negeri. Jika anda mengira bahwa blog tersebut berisi tentang resep dan makanan maka anda salah. Blog ini merupakan catatan harian seorang Ibu rumah tangga dengan dua putra ciliknya di pedalaman Texas, Amerika. Di sana si pemilik blog bercerita mengenai kegiatannya sehari-hari di desa, seperti berkebun, memasak, mengasuh kedua putranya dan kegiatan bersama warga pedesaan lainnya. Menarik, refreshing dan mengispirasi bagi saya yang memang memiliki impian 'rahasia' suatu saat bisa tinggal di pedesaan dengan sebuah rumah imut dan kebun yang luas beserta ayam-ayam, kambing dan sapi. Masalah terbesar adalah rumah itu tentu saja harus dilengkapi dengan peralatan memasak lengkap dan internet!
Nah di salah satu artikelnya, si pemilik blog - yang saya lupa namanya dan bahkan lupa nama blog-nya karena tidak pernah lagi berkunjung kesana - menceritakan mengenai menu hari itu yaitu taco dengan nopales. Artikel yang sangat menarik, bukan karena proses si Ibu membuat taco tetapi tentang tanaman bersama nopales yang ternyata merupakan jenis kaktus yang sering kita temukan sehari-hari. Umumnya kita mengenalnya dengan nama kaktus entong-entongan, karena bentuknya yang seperti centong nasi. Dan di Indonesia sepertinya kaktus ini tidak pernah dikonsumsi, perannya hanya sebatas sebagai tanaman hias di halaman saja.
Nopal atau nopales (berasal dari bahasa Nahuatl atau Aztec, dari kata nohpalli yang artinya pad atau bantalan). Nopal juga dikenal dengan nama kaktus Prickly Pear (buahnya yang berwarna merah dan manis seperti pear namun berduri, populer dikonsumsi sebagai buah meja). Tanaman ini masuk ke dalam spesies kaktus Opuntia, sub-keluarga Opuntioideae. Ada mungkin sekitar seratus empat belas spesies tanaman ini hidup endemic di Meksiko, dimana kaktus ini umum menjadi bahan masakan untuk aneka kuliner khas Meksiko. Nopales umumnya dimakan mentah atau dalam kondisi sudah dimasak. Kaktus ini bisa diolah menjadi aneka masakan seperti selai marmalades, sup, aneka rebusan dengan kuah kental dan salad, selain itu nopal juga sering digunakan untuk tujuan pengobatan atau sebagai pakan ternak.
Nopales yang dikebunkan secara luas di Meksiko, umumnya berasal dari spesies Opuntia ficus-indica, walaupun sebenarnya semua spesies Opuntia bisa dikonsumsi. Bagian tanaman lainnya dari spesies ini yang bisa dimakan selain pad/bantalan mudanya adalah buahnya. Masyarakat Meksiko menyebutnya dengan nama 'tuna' atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama 'Prickly Pear'. Nopalito, merupakan nama sayuran yang terbuat dari pad/bantalan pipih kaktus Opuntia yang masih muda, dan telah dibersihkan durinya. Bantalan kaktus ini berbentuk pipih, seukuran telapak tangan orang dewasa, dengan warna ungu atau hijau. Nopales umumnya dijual segar di Meksiko, dan pada beberapa tahun belakangan ini sayuran ini mulai dijual dalam kemasan kaleng atau botol, umumnya untuk tujuan ekspor.
Bagian yang layak dikonsumsi adalah bantalan yang masih muda, biasanya terletak di bagian ujung tanaman. Bentuknya lebih pipih jika dibandingkan dengan bantalan yang telah tua, terasa lebih empuk dan belum terlalu banyak membentuk duri yang tajam. Untuk mengambilnya maka anda perlu mengalasi ujung jemari tangan dengan kertas tebal atau sarung tangan yang tebal, karena duri-duri kaktus Opuntia ini sangat tajam. Duri yang menempel di permukaan kaktus kemudian dibersihkan secara seksama dengan pisau tajam dan kaktus siap dipotong sesuai kebutuhan. Nah anda pasti tidak sabar untuk tahu bagaimana rasanya bukan? Kaktus ini terasa sedikit asam, renyah dan memiliki tekstur seperti buncis muda serta agak berlendir, mengingatkan saya dengan okra. Pada banyak resep, lendir yang terkandung di dalam kaktus umumnya disertakan di dalam masakan, namun menggorengnya sebentar di minyak panas akan membuat lendir ini lenyap. Di luar negeri, kaktus ini akan memberikan tekstur terlembut dan ter-juicy saat musim semi tiba. Namun di Indonesia dimana kaktus ini tumbuh setiap tahun maka anda tentu saja bisa memanennya kala tunas muda muncul di ujung tanaman.
Nopales sangat umum digunakan di dalam kuliner Meksiko, seperti hueves con sopales yang artinya telur dengan nopales, atau carne con nopales (daging dengan nopales), taco dengan nopales, atau resep simple seperti salad. Nopales secara luas dikebunkan dan menjadi sayuran penting di masakan Meksiko dan kebudayaan Tejano di Texas.
Wokeh, sekarang kita sudah cukup mengenal mengenai tanaman kaktus yang ternyata bisa dikonsumsi ini. Nah sekarang bagaimana dengan kandungan nutrisinya? Nopales dikenal merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat rendah kalorinya. Dalam 100 gram bantalan kaktus segar hanya mengandung 16 kalori, namun banyak mengandung serat makanan terutama dari jenis non-karbohidrat polisakarida seperti pektin, mucilage dan hemicellulose sehingga baik untuk mengatasi masalah pencernaan seperti kondisi sembelit. Selain itu bagian kaktus yang muda ini kaya akan anti-oksidan, vitamin dan mineral. Dalam 100 gram kaktus muda mengandung 457 IU vitamin A, beta-carotene, vitamin B-kompleks, vitamin C, dan mineral seperti kalsium, potassium, magnesium dan besi. Untuk lebih jelasnya mengenai kandungan kaktus ini anda bisa klik di link yang saya sertakan pada source di akhir artikel ini. Dan tentu saja banyak sekali artikel mengenai nopales yang bisa anda baca di internet, cukup masukkan kata kunci 'nopales' maka akan muncul jutaan artikel mengenai resep dan informasi tanaman ini, umumnya dalam bahasa Inggris.
Kembali ke resep yang saya hadirkan kali ini. Minggu lalu, saat asisten rumah saya yang baru bernama Heni, kembali dari mudik di kampung halamannya di Pelabuhan Ratu. Heni membawa beberapa bantalan nopales yang memang saya pesan khusus ketika dia hendak pulang. Sebelumnya tentu saja saya sudah mendeskripsikan secara detail ciri-ciri kaktus yang saya inginkan beserta gambarnya di internet dan Heni kembali dengan sekantung besar nopales muda dan tua dengan sukses. Bagian kaktus yang cukup tua saya tancapkan di halaman depan rumah Pete, seperti gambar di atas, sementara yang muda saya permak menjadi tumisan bersama irisan fillet ayam dan mangga. Uniknya nopales yang dibawa Heni telah kehilangan durinya yang legendaris, yang menurut asisten saya ini rontok ketika nopales dipanen ^_^.
Nah di suatu pagi, saya lantas menyiangi nopales, mengirisnya dan menggorengnya sebentar untuk menghilangkan lendirnya yang ternyata segera mengering ketika terkena minyak panas. Nopales yang telah digoreng ini kemudian saya campurkan bersama bumbu tumisan dan fillet ayam. Berhubung Heni membawa beberapa mangga arumanis yang hampir masak dan telah lembek teksturnya, maka saya tambahkan juga irisan mangga ini ke dalam masakan. Rasanya spektakuler dan ketika saya bawa ke kantor, banyak rekan-rekan saya yang tidak percaya tumisan sedap ini berasal dari kaktus yang sering mereka lihat di tepi jalan. Heni, si pembawa kaktus bahkan berujar takjub, "Ternyata enak ya Bu kaktusnya. Di kampung nggak ada yang tahu itu bisa dimakan." Jadi jika kebetulan di sekitar rumah anda tumbuh kaktus Opuntia bernama nopales mungkin sekarang waktunya untuk mencoba memasaknya di rumah. ^_^
Berikut resep dan prosesnya ya.
Tumis Pedas Nopales dengan Fillet Ayam
Untuk 3 - 4 porsi
Tertarik dengan masakan sayur unik lainnya? Silahkan klik link di bawah ini ya:
Tumis Bunga Genjer dengan Tempe dan Teri
Pepes Batang Talas dengan Tempe
Tumis Bunga Caisim, Jamur dan Teri
Bahan:
- 1/2 buah mangga arummanis, potong dadu (optional)
Bumbu:
- 1 buah bawang bombay ukuran sedang, cincang kasar
- 4 siung bawang putih, cincang halus
- 2 buah cabai merah besar, buang bijinya dan iris serong tipis
- 4 buah cabai rawit merah, rajang tipis
- 1 sendok teh gula pasir
- 1/2 sendok teh merica
- 1/2 sendok teh garam
- 1 sendok makan saus tiram
- 1/4 sendok teh jintan bubuk
- 1 buah tomat merah, potong dadu
- 3 sendok makan minyak untuk menumis
Cara membuat:
Siapkan nopales, anda harus menggunakan nopales yang masih muda, tandanya bantalan tidak terlalu tebal, memiliki tekstur lembut, belum memiliki duri-duri yang tajam, berwarna lebih hijau muda dibandingkan bantalan kaktus lainnya.
Buang duri-duri yang melekat di permukaan kaktus dengan pisau tajam. Jangan buang kulitnya yang berwarna hijau hingga habis. Bagian yang perlu dibersihkan hanya duri dan titik tempat tumbuhnya duri. Iris dan buang juga tepian kaktus. Cuci bersih. Kaktus akan terasa berlendir namun biarkan, saat telah dimasak lendir tersebut akan menghilang.
Iris kaktus memanjang dengan ukuran 1/2 cm. Masukkan ke dalam mangkuk besar, taburi dengan 1/2 sendok teh garam, aduk rata.
Siapkan wajan, panaskan sekitar 3 sendok makan minyak. Goreng irisan nopales, sambil diaduk-aduk. Awalnya nopales akan terlihat mengeluarkan lendir, lanjutkan menggoreng hingga lendir tersebut kering dan hilang.
Note: lendir nopales sama sekali tidak berbahaya dan justru mampu meningkatkan daya imunitas tubuh dan anti peradangan. Di beberapa resep lendir nopales diikutsertakan di dalam masakan. Namun karena saya tidak begitu menyukai tekstur berlendir ini maka menggorengnya merupakan cara tercepat dan mudah untuk mengurangi kadar lendirnya, seperti halnya ketika hendak mengolah okra.
Nopales yang telah kehilangan lendir dan matang tergoreng akan berubah warna menjadi lebih gelap. Ketika tidak ada lendir tersisa, angkat nopales dan tiriskan, anda bisa menggunakannya dalam aneka masakan dan tumisan.
Siapkan irisan ayam, anda bisa menggunakan fillet dada atau paha, atau daging sapi atau potongan ayam beserta tulangnya. Taburkan merica bubuk dan garam di permukaan ayam, aduk rata.
Siapkan wajan bekas menggoreng nopales, beri 2 sendok makan minyak dan panaskan. Tumis bawang bombay hingga harum dan transparan, masukkan irisan ayam dan tumis hingga ayam berubah warna tampak kecoklatan permukaannya dan ayam matang.
Masukkan bawang putih, irisan cabai, gula, garam, merica, saus tiram, dan jintan bubuk. Aduk rata dan tumis hingga harum dan cabai layu. Masukkan irisan tomat, aduk dan tumis hingga tomat hancur dan matang.
Masukkan rajangan mangga, aduk rata sebentar.
Tambahkan nopales, aduk dan masak selama 1 menit, cicipi rasanya, seusaikan gula dan garam. Angkat dan hidangkan dengan nasi hangat. Super yummy!
Sources:
Wikipedia - Nopal
Livestrong.com - Nutrition Facts of Nopal Cactus
Nutrition and You - Nopales (Cactus) Nutrition Facts
Ya ampun mba, kayanya kalo mba Endang kesasar di hutan bakalan survive banget asal di tas ada sambal botol buat dicoel2 ke tanaman yang ada wkwkwkwkwkwkwkwk. Bisa2nya nemu resep pake kaktus kaya gini, salut mba. Kalo susah dapet nopales, diganti buncis aja ga papa kali ya. Kebetulan kemarin dapet oleh2 buncis muda dan seger (kayanya baru dipetik) dari tetangga dan di kulkas masih punya dada ayam fillet. Mo bikin buat bekal besok ah.....tengkiu inspirasi resepnya mba. Hug..hug
BalasHapusSugi
Halo Mba Sugi, waakakkaka iyaaa, keknya saya kalau dilempar ke tegalan bakalan survive kok. Habis saya suka penasaran sama tumbuhan liar, bisa dimakan gak yaaaa. wakakkak, nggragas banget dahhh.
Hapusdiganti buncis tetap mantap kok, silahkan ya.
Impiannya sama mbak :) oh ya pernah lihat di Food School Nopales ini di meksiko dibikin minuman kayak jus dan ada juga yang dijadikan minuman beralkohol. Tapi baru tahu kalau bisa di masak. Makasih sharingnya mbak :) jadi penasaran blog yang mbak ceritakan
BalasHapushai mba dian, yep memang bisa dibuat jus dan selai juga. tapi umumnya sebagai isi taco dan dimakan selayaknya sayuran umumnya.
Hapusiyaa, kayanya hidup di pedesaan tenang adem ayem yaaa hehehe
bener mba, adem ayem.. banyak sapi dan mbek jg entog2 berkeliaran.. tiap pagi udaranya segernya kebangetan mba.. gak terpolusi.. beda bgt sm paginya jakarta, msh berkabut gitu.. seger bgt dh.. klo malem dinina boboin sm suara jangkrik dan kodok.. wkwkkw
Hapussore2 mejeng didepan rumah aja anginnya uenak sepoy2 bkin ngantuk..
dan yg penting, klo hujan gede2an gak akan takut kebanjiran.. hahahaha
semenjak pindah k cileungsi sini tiap ujan mah tenang aja, aliran airnya kabur k sawah smua trus k kebon2 deh.. klo ngeliat aliran airnya kyk sungai.. adem~
kekurangannya, dipinggiran bgini suka mati lampu aja, tp klo punya genset mah lengkap sudah tentramnya..
eh koq malah jd ngomongin pedesaan yak.. wkwkkwkw
haloow mba bella, wah bersyukurlah yang bs hidup di area tempat tinggal yang seperti itu ya, setiap hari pasti mengasyikkan banget, apalagi bs nanem2 sayuran sendiri, itu impian saya bangetttttt. secara masa kecil di pedesaan hiiks.
HapusPucuk dicinta ulam pun tiba...
BalasHapusLagi nyari2 tentang menu kaktus nih mbak.. langsung nyangkut disini. Hehe
Aku sedikit menukil tulisan ini ya mbak, sudah dicantumkan linknya juga.
Boleh dicek di situsku mbak. Nuhun... hehe