Seminggu yang lalu Heni kembali dari kampungnya membawa seplastik besar daun kedondong pesanan saya. Sudah lama sekali saya ingin membuat sup iga dan lempah ikan dengan menggunakan daun kedondong yang terasa asam. Jadi ketika Heni berencana untuk mudik maka saya pun sudah membekali dia dengan sederetan daftar tanaman yang susah ditemui di Jakarta namun melimpah di desa.
Seperti yang anda ketahui, tentu saja jika anda rajin mengikuti aneka resep JTT yang saya posting, maka saya memang gemar memasukkan aneka tanaman unik ke dalam masakan. Misalnya saja nopales alias si kaktus opuntia yang ternyata sedap ditumis bersama ayam, anda bisa klik link resepnya disini. Atau bubur Manado dengan daun gedi yang mampu membuat bubur terasa gurih dengan tekstur lebih kental, link resepnya disini, dan mungkin beberapa resep lainnya yang saya telah lupa bahan-bahannya. Di beberapa daerah, dedaunan dan tanaman yang saya gunakan mungkin bukan hal yang aneh lagi untuk dimasak, namun bagi kita yang hidup di kota besar maka tanaman-tanaman ini jarang untuk dimanfaatkan. Padahal dengan sedikit kreatifitas maka kita bisa menyulapnya menjadi aneka menu lezat yang memberikan variasi unik di meja makan. ^_^
Daun Kedondong |
Dulu ketika saya masih kecil dan tinggal di Paron, maka keluarga kami untuk sementara waktu menumpang di rumah Mbah. Alm. Mbah Wedhok alias nenek, sangat jago memasak dan beberapa masakannya hingga kini masih membuat saya terkenang dan tersenyum-senyum sendiri ketika mengingatnya. Jika berbicara mengenai memanfaatkan tanaman di pekarangan maka beliau jagonya, aneka masakan unik seperti bothok atau pepes buatannya selalu membuat saya bersemangat menyantapnya. Bothok batang talas yang sedap dan pedas, oblok-oblok jantung pisang dengan petai cina yang gurih, dan ada satu masakan seperti pepes bernama gembrot yang hingga sekarang saya masih bingung bagaimana nama tersebut diciptakan.
Dulu ketika musim pancaroba tiba, maka daerah Ngawi dan sekitarnya, termasuk Paron, selalu dilanda angin besar. Beberapa kali bahkan kami sering menyaksikan puting beliung berputar tinggi di langit. Jika sudah seperti ini maka pohon-pohon pisang kepok dan pisang batu yang ditanam Mbah di pekarangan belakang akan bertumbangan. Batangnya yang tinggi dan digelayuti oleh buah pisang yang sarat tak kuat menahan gempuran angin. Alhasil kami pun sering panen pisang yang masih pentil alias masih sangat muda. Bagi kebanyakan orang maka pisang-pisang muda tanpa isi ini tidak ada harganya dan akan dibuang begitu saja, namun bagi Mbah Wedhok, pisang muda ini adalah bahan utama membuat gembrot. ^_^
Cabai hijau hasil kebun JTT |
Tentu saja bukan resep gembrot yang akan saya hadirkan kali ini namun mungkin sedikit penjelasan tentang makanan ini akan mengurangi kebingungan anda. Nah setelah pisang-pisang kepok muda ini dikukus hingga empuk, maka Mbah kemudian akan merajangnya menjadi potongan kecil, memasukkannya ke dalam lumpang kayu yang selalu tergeletak di sudut dapur berdebu. Bersama dengan tempe bosok (alias tempe yang telah dibusukkan), aneka bumbu rempah yang hanya Mbah dan Tuhan yang tahu, serta parutan kelapa muda, maka si pisang kukus ini kemudian ditumbuk hingga setengah lumat. Adonan ini kemudian dicampur bersama daun kemangi yang banyak, dibungkus dengan daun pisang yang melimpah ruah juga karena pohon-pohonnya bertumbangan di pekarangan, gembrot kemudian dikukus hingga matang.
Bagian yang paling sedap dari gembrot adalah, setelah matang terkukus maka makanan ini lantas di panggang di sebuah wajan tanah liat yang bertengger di kompor berbahan bakar kayu. Daun pisang pembungkus gembrot menjadi kering, terbakar dan bau harum tercium dimana-mana yang selalu berhasil membuat saya menyeretkan kaki kecil kesana walau saat itu sedang asyik bermain bersama teman-teman di depan rumah. Gembrot memang laziz!
Walau menurut saya sangat lezat, anehnya hanya saya dan Mbah saja yang sepertinya menggemari masakan ini, sementara anggota keluarga lainnya ogah menyentuhnya. Apalagi kakak saya, Wulan, yang termasuk picky eater di dalam keluarga, alasannya, "Masa kita makan kulit pisang? Lagian, masakan Mbah kan rada-rada jorok Ndang." Yeah, well, ehem, saya memang tahu jika Mbah terkadang suka asal-asalan dalam memasak, diusia yang sudah senja, dengan pandangan yang agak rabun dengan dapur remang-remang memang terkadang susah untuk menjaga kebersihan masakan yang sedang dibuat.
Namun waktu itu keluarga kami hidup serba pas-pasan, bahkan cenderung kekurangan, jadi ketika tidak ada yang bersedia menyentuh gembrot sedandang besar maka saya pun menjadi happy. Bibir Mbah yang biasanya selalu merengut pun kala itu tampak berseri-seri sumringah kala si cucu paling tengilnya kali ini berulangkali mengucap, "Enak Mbah! Mantep Mbah"! Sambil mengelus-elus perut buncitnya yang kekenyangan. Gembrot yang full of fiber memang sering membuat perut saya terasa 'senep'. ^_^
Wokeh kembali ke lempah, masakan berkuah dengan cita rasa asam pedas khas darah Bangka Belitung ini sebenarnya mirip dengan ikan kuah kuning dari Maluku. Umumnya menggunakan ikan sebagai bahan dasarnya, saya belum pernah mendengar tentang lempah dengan protein selain ikan, tetapi lempah darat merupakan jenis lempah yang menggunakan sayuran seperti batang talas, kacang panjang, labu kuning, ubi jalar dan beberapa jenis sayur lainnya. Tidak ada yang sulit dalam membuat lempah, karena basic-nya sebenarnya sama seperti sup ikan umumnya. Bumbunya ringan, pedas, dengan rasa asam yang kuat. Untuk rasa asam ini saya menggunakan daun kedondong dan sedikit air asam Jawa agar lebih nendang. Daun kedondong memang menyumbangkan rasa khas di kuah lempah namun kurang asam bagi cita rasa saya.
Susah menemukan daun kedondong? Atau sungkan hendak merontokkan pohon kedondong milik tetangga sebelah? Skip saja dan gantikan dengan irisan belimbing wuluh, daun asam jawa yang masih muda, air asam jawa, air perasan jeruk nipis atau cuka. Rasanya akan tetap lezat kok. Namun jika anda memiliki akses daun kedondong melimpah maka gunakan pucuk muda daunnya, karena mudah empuk ketika dimasak. Terus terang daun kedondong yang dibawa Heni agak sedikit tua sehingga sedikit liat ketika disantap.
Berbeda dengan sup ikan umumnya maka lempah menggunakan terasi, tidak mengherankan mengingat daerah Bangka Belitung merupakan salah satu daerah penghasil terasi terbaik di Indonesia. Saya tentunya tidak menggunakan terasi Bangka, terasi yang saya gunakan khusus dipasok oleh Ibu saya di Paron. Terus terang terasi dari Paron super mantap dan super strong aroma dan rasanya, jadi keluarga kami selalu menggunakannya dan susah berpindah ke lain hati.
Semua bumbu lempah cukup ditumis hingga harum, beberapa rempah yang perlu ditambahkan seperti serai, jahe dan lengkuas perlu ditumis juga bersama bumbu halus. Anda bisa menambahkan cabai rawit dan cabai hijau utuh seperti yang saya lakukan kali ini, atau skip saja jika tidak suka versi pedasnya. Terus terang porsi cabai rawit yang dihaluskan di dalam bumbu kuah lempah kurang pedas bagi selera saya, namun demi agar Heni juga bisa menyantapnya tanpa harus mendesah-desah kepedasan dan menegak bergalon-galon air maka saya memasukkan cabai utuh sebagai alternatif. Cabai hijaunya adalah hasil panen pertama cabai di kebun JTT. Saya dan Heni menanam banyak tanaman cabai di pekarangan, namun karena bukan bibit unggul maka buahnya pun tak tentu jumlahnya.
Untuk jenis ikan yang digunakan saya kembalikan ke selera anda masing-masing dan ketersediaan ikan di freezer atau pasar. Kebetulan sudah beberapa hari ini seorang penjual ikan di pasar Blok A selalu memajang ikan kakap putih yang segar, dan hari itu kami berhasil mendapatkan seekor kakap jumbo yang cantik dan fresh, tentu saja setelah berebutan dengan segerombolan Ibu-Ibu lainnya yang sama bernafsunya untuk membawa si ikan pulang. Barang bagus memang cepat ludes walau dibandrol mahal.
Step tersisa dari proses memasak si lempah hanyalah merebus ikan dalam kuah yang banyak hingga matang. Gunakan api yang kecil saja, sehingga ikan dimasak perlahan dan matang dengan optimal. Jangan merebusnya terlalu lama hingga rasa manis ikan menghilang, ikan berdaging putih seperti kakap cepat sekali matang jadi cek sesekali bagian dalam dagingnya dengan menusukkan ujung garpu ke bagian tertebal daging, jika garpu meluncur dengan mudah maka ikan kita anggap telah cukup matang.
Nah berikut resep dan prosesnya ya.
Lempah Ikan Kakap dengan Daun Kedondong
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 1 ekor ikan kakap berat sekitar 1 kg
Tertarik dengan resep ikan berkuah asam segar lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Sup Ikan Tongkol
Sup Ikan a la Singapur
Sup Kepala Salmon
- 1 buah jeruk nipis
- 1 sendok makan garam
Bumbu dihaluskan:
- 1/2 sendok makan terasi yang telah dibakar matang
- 2 ruas jari jahe, memarkan
- 3 ruas jari lengkuas, belah memanjang dan memarkan
- 2 - 3 sendok makan air asam jawa atau perasan air jeruk nipis/lemon
- 2 butir tomat merah, masing-masing belah menjadi 4 bagian
Cara membuat:
Siapkan daun kedondong, gunakan pucuk yang muda saja agar mudah empuk ketika dimasak. Letakkan daun kedondong di mangkuk, beri sekitar 50 ml air dan remas-remas dengan jemari tangan hingga hancur seperti gambar diatas. Sisihkan.
Siapkan ikan kakap yang sudah disiangi, dicuci hingga bersih dan dipotong-potong sesuai selera. Beri perasan air jeruk nipis dan garam, lumuri permukaan ikan dengan air jeruk dan garam hingga rata. Diamkan minimal 20 menit. Cuci bersih dan sisihkan.
Siapkan panci atau wajan, panaskan 1 atau 2 sendok makan minyak, tumis bumbu halus hingga harum dan matang. Masukkan cabai rawit, jahe, serai, lengkuas, aduk rata dan tumis hingga daun rempah layu.
Tuangkan air dan masak hingga air mendidih. Masukkan remasan daun kedondong, aduk dan masak hingga daun menjadi empuk.
Tambahkan cabai hijau, air asam, gula dan garam, aduk rata. Masukkan ikan kakap yang telah dicuci bersih. Tenggelamkan ikan hingga terbenam ke dalam air, masak dengan api kecil hingga ikan matang. Jangan balik-balikkan ikan selama dimasak agar tidak hancur.
Jika ikan telah matang, masukkan irisan tomat, cicipi rasanya, tambahkan garam jika kurang asin dan angkat. Sajikan panas-panas dengan nasi putih hangat. Super yummy!
wah ini mantap sekali mba... di makan pkai nasi hangat2 + krupuk bisa bikin perut kenyang nih hehehe ^^
BalasHapuswaaah, betul banget Mba Raisa, kerupuknya dicocol ke kuah lempahnya yaa heheheh
Hapusmbak, pic paling atas kuereeennn. Langsung nohok mata itu gambarnya. aku naksir propertinya *halah padune*
BalasHapusthanks ya Mba Rina, properti murah meriah mba hahhaha, apa saja yang ada di dapur dikeluarkan kalau lagi foto makanan ^_^
HapusSeneeeeng sekali baca blognya mbak Endang nih,,,,resepnya oke juga prolog cerita dibalik resepnya bikin terkenang juga dengan masa kecilku yang dari desa juga....he..he...
BalasHapushalo, thanks yaaa, iya bersyukurlah kita yang berasal dari desa yaa, punya cerita masa kecil yang mengasyikkan untuk dikenang hahahha
HapusSelamat sore Mbak Endang selama ini saya suka membaca blog mbak. Mbak sekedar tambahan info saja asli lempah Bangka bumbunya tidak ditumis tp langsung di rebus atau digodok bumbunya baik itu baik itu lempah darat atau lembah iga semuanya direbus aja. Foto2 yang mbak tampilkan sangat mengoda selera. saya sudah pernah mencoba resep2 yg mbak tampilkan semuanya enak enak, Tetap berkarya terus yach Mbak saya selalu menunggu posting resep baru mbak tiap hari.
BalasHapushalo Mba Novia, thanks sharingnya ya, yep saya pernah buat lempah kuning juga sebelumnya dan bumbunya saya rebus begitu saja tanpa tumis, kali ini saya coba yang dtumis hehhehhe. memang lebih segar yang lagsung rebus yaaa
Hapusiya mbak gak direbus aslinya hehehe ayo sekali kali main ke bangka cobain aslinya dari sana dijamin enak.
Hapuswaak iya mba novie, kepengen banget bs main ke bangka, minggu lalu bos saya liburan ke sana, duh foto2nya cakep2 banget, saya sih ngiler makanannya hahhahah
HapusSepertinya pohon kedondong di halaman rumah paman sya tidak lagi aman... hehehe. Resepnya mbk Endang... sungguh menggoda iman
BalasHapusOh iya mbk, di Kota saya, pisang yang masih sangat muda biasanya disayur lamak mbk dan saya paling suka bagian kulinya.... sedap. Tapi sepertinya resep Gembrot sangat menarik untuk di tampilkan, hitung-hitung sekalian menjaga kekayaan kuliner nusantara... Tetep semangat ya mbk ^^
Hi Mba Oka, seandainya tetangga saya punya pohon kedondong saya rasa mungkin sekarang daun2nya sudah hilang hahhahahh
Hapusyep, menurut saya pisang muda kulitnya enak disayur ya, sayangnya saya susah mendapatkan pasokan pisang kepok muda pdhl saya pengen banget sharing gembrot hehehheh
Waah.. mbak hebat bisa bikin lempah.. kalo kita lempahnya pake ikan campur cumi mbak.. coba de.enak jg.. trus ayam kampung sama iga sapi jg bisa buat lempah kendondong pakein jagung muda.mantep mbak.itu khas desa kami di bangka.. hehehehe
BalasHapushalo Mba, waah thanks sharingnya yaa, pasti sedappp, saya membayangkannya sudah meneteskan air liur padalah ini lagi puasa hehehhe.
HapusTrm ksh banget2 mbak endang utk semua sharing resepnya. Kebetulan di halaman ada pohon kedondong. Berkat resep mbak endang daun & buah nya bisa diolah krn buahnya asam bangetssss jd buah diolah manisan n daun jd lempah. Bersyukur banget ada mbak endang yg gak pelit berbagi ilmu. (Hug n kiss ).
BalasHapusThanks ya mbak.. semoga mbak endang sehat sehat selalu n sukses terus. :) (imel)
Holaaa Mb Imel, kayanya alamat itu pohon kedondong gak selamet deh, daunnya bakalan habis hahahha. Pakai pucuk mudanya mba supaya gak alot ya. Thanks sharingannya ya, sukses dan sehat selalu buat Mba dan keluarga juga ya ^_^
Hapuswaah mba, aq sengaja mampir ksini utk cari inspirasi bkn list menu mingguan, eh ga nyangka nemu resep lempah kedondong disini. hehe. keluarga suami asli bangka jd aku jg cukup familiar dg lempah. klo di keluarga suamiku, lempah kuning yg pake daun kedondong itu biasanya proteinny ayam/iga. trs bedanya lengkuasny jg ikt dihaluskan dan g pake sereh..biasanya klo pake daun kedondong maka takaran air asamny jg dikurangi (dibanding klo bikin lempah kuning ikan yg g pake daun kedondong). btw, klo mau daun kedondong monggo sini mba. d halaman rmhku ada pohon kedondong yg emang cm ditanem bwt diambilin daunnya. sampe heran ini pohon knp g berbuah2 mgkn stres kali y diambilin daunnya melulu.hehehehe
BalasHapusHalo Mba Dewi, waaah makasih sharingnya yaa, senang sekali dapat tips dari yang tahu banget sama makanan ini. Waktu itu lihat2 resep di net ngeces lihat lempah daun kedondong wkakak, akhirnya dicoba pakai ikan. Pengen coba pakai aym/iga, sayangnya daun kedondong tobat susahnya cari disini heehhe. mungkin nanti kalau ada lagi saya coba deh tipsnya.
Hapusthanks ya, sukses selalu untuk mba dan keluarga yaa
Hallo tante endang..
BalasHapusSeneng deh ada resep masakan bangka..
Kalau boleh ..tolong sharing juga dong cara buat rusip..
Trimakasih
Halo Non Dilla, saya cari dulu resep dan cara membuat rusip yang tokcer yaa, soalnya kalau makanan pakai fermentasi rada2 susah ya hehheh
Hapusasikkkkkk
Hapusbener ya tan..
soalnya aku bikin gagallll muluuu
hehe..
aku sudah hampir coba semua resep tante
keluarga aku blg enakkkkk bgt
makasihh yaaa tan sdh buat blog ini dan berbagi ilmu memasak
aku jd hobi masakk nih
lempah kuning memang ada 2 macem mbak: ditumis dan tanpa ditumis, dan tidak hanya ikan yang dilempah, tapi juga ayam dan iga sapi, bahkan daging babi. Salah satu kuliner yang terkenal dari bangka ada lagi namanya lempah cukut (bakut) - maaf, non halal ... masakan lempah ditumis dengan iga babi dan jagung muda, mantap!
BalasHapussoal penggunaan bumbu, ada yang pake sereh, ada yang ndak pake sereh, jadi gak bisa dibilang pakemnya harus gimana, banyak daun2an unik yang bisa dipake untuk lempah, biasanya sih bagian pucuknya yang kita pake: pucuk mentaon (saya bingung cari bahasa indonesia-nya) untuk lempah kuning, efeknya seperti daun kedondong dan ada juga pucuk idat yang biasa dipake untuk lempah darat/lempah jantung pisang, efeknya kayak ada rasa sepet-sepet seger-nya gitu deh ...
Halo Mba Yulia, wah makasih sekali atas informasinya mengenai lempah ya. Wah kayanya lempah yang pakai daging bisa dicoba tuh, saya akan ganti pakai daging sapi hehhehe. Thanks ya sudah bersedia meluangkan waktu sharing disini. Sukses selalu ya Mba! ^_^
Hapus