Ibu saya tidak terlalu berjiwa petani, sejak dulu saya jarang melihat beliau menanam tanaman apakah itu di pot atau di halaman rumah. Berkebalikan dengan saya yang mendapatkan darah petani dari Mbah Wedhok (nenek dari pihak Bapak), sejak kecil saya sangat tergila-gila dengan tanaman. Seingat saya bahkan sejak duduk di bangku taman kanak-kanak, saya sudah mulai bercocok tanam. Tanaman pertama yang saya tanam adalah pohon bougenville dengan bunga merah yang semarak. Bibitnya berupa stek, saya peroleh dari seorang tetangga kala kami masih tinggal di Tanjung Pinang, Riau. Atas saran si pemilik bunga, agar stek bougenville cepat menumbuhkan akarnya maka potongan batang tersebut direndam di dalam ember berisi air.
Dua minggu menanti, batang-batang nan kekar tersebut kemudian memunculkan akar yang sangat banyak dan saya pun menanamnya di halaman rumah. Sayangnya saat itu pengetahuan saya tentang tanaman sangat terbatas. Ketika stek bougenville saya jejalkan di sebuah lubang mungil dan ditimbun dengan tanah sekedarnya, alih-alih bertunas dan berbunga stek tersebut justru tewas dengan sukses. Bagaimana tidak, dengan ukuran lubang secuil, dalam tanah liat yang super alot, akar-akar muda bougenville pun rontok dan susah berkembang. Sejak pengalaman pahit dengan si kembang kertas tersebut, selama di Tanjung Pinang saya tidak pernah mencoba bercocok tanam kembali. ^_^