Ibu saya tidak terlalu berjiwa petani, sejak dulu saya jarang melihat beliau menanam tanaman apakah itu di pot atau di halaman rumah. Berkebalikan dengan saya yang mendapatkan darah petani dari Mbah Wedhok (nenek dari pihak Bapak), sejak kecil saya sangat tergila-gila dengan tanaman. Seingat saya bahkan sejak duduk di bangku taman kanak-kanak, saya sudah mulai bercocok tanam. Tanaman pertama yang saya tanam adalah pohon bougenville dengan bunga merah yang semarak. Bibitnya berupa stek, saya peroleh dari seorang tetangga kala kami masih tinggal di Tanjung Pinang, Riau. Atas saran si pemilik bunga, agar stek bougenville cepat menumbuhkan akarnya maka potongan batang tersebut direndam di dalam ember berisi air.
Dua minggu menanti, batang-batang nan kekar tersebut kemudian memunculkan akar yang sangat banyak dan saya pun menanamnya di halaman rumah. Sayangnya saat itu pengetahuan saya tentang tanaman sangat terbatas. Ketika stek bougenville saya jejalkan di sebuah lubang mungil dan ditimbun dengan tanah sekedarnya, alih-alih bertunas dan berbunga stek tersebut justru tewas dengan sukses. Bagaimana tidak, dengan ukuran lubang secuil, dalam tanah liat yang super alot, akar-akar muda bougenville pun rontok dan susah berkembang. Sejak pengalaman pahit dengan si kembang kertas tersebut, selama di Tanjung Pinang saya tidak pernah mencoba bercocok tanam kembali. ^_^
Pindah di Paron ketika duduk di bangku kelas dua SD, semangat menanam tumbuh kembali. Almarhum nenek saya seorang petani yang sangat mencintai tanaman. Halaman belakang di rumah Paron yang luas penuh dengan tanaman sayuran dan buah-buahan. Dan yang paling saya suka adalah, ketika musim penghujan tiba maka Mbah Wedhok akan membeli aneka bibit sayuran di pasar. Cabai, kemangi, terung, kacang panjang, tomat hanyalah segelintir tanaman yang ditanam beliau. Terus terang hingga kini, jika teringat dengan semangatnya saya pun menjadi kagum.
Biasanya jika masa bertanam tiba, maka di pagi hari dengan seikat bibit di tangan dan kaki telanjang yang berlumpur, Mbah akan berkeliling menancapkan tanaman-tanaman kecil tersebut di sela-sela pohon pisang yang rimbun. Tak peduli dengan tetesan hujan yang membasahi rambutnya yang beruban, dengan tekun beliau berjongkok di tanah hitam yang lengket dan basah. Takjubnya, walau ditanam ala kadarnya alias hanya dijejalkan asal-asalan di tanah, sebagian besar tanaman tersebut berhasil survived.
Walau tidak terlalu suka bercocok tanam, namun
Ibu saya tetap memiliki sebuah kebun kecil di halaman belakang rumah di Paron. Disana beberapa tanaman pepaya bersama pohon pandan dan cabai tumbuh dengan subur. Kecuali pandan, maka tanaman lainnya tersebut tumbuh dengan suka rela dari biji yang ditebarkan begitu saja. Walau yang ditanam terbatas dan terkesan sepele namun mampu menyumbangkan kebutuhan dapur yang lumayan. Mengingat pepaya yang tumbuh bukanlah jenis super dengan rasa yang manis maka ketika Lebaran tiba berbutir-butir buah mudanya disulap menjadi sepanci besar gulai pepaya yang lezat. Bahkan tetangga di sekitar sering meminta buahnya untuk disayur.
Jika saya sedang pulang ke Paron, maka giliran daun-daun pepaya ini yang menjadi korban. Daun dan bunga pepaya gantung menjadi favorit saya untuk ditumis atau sekedar direbus dan dicocolkan di sambal terasi buatan Ibu yang mantap surantap. Karena terbiasa sejak kecil menyantap daun pepaya, rasanya yang pahit tidak lagi menjadi persoalan. Lidah saya sudah begitu kebalnya, sehingga rasa pahit ini justru sensasi yang dicari dan membuat makan menjadi semakin bertambah nikmat.
Kini, tinggal di rumah Pete dengan secuil halaman, saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Berbeda dengan Ibu saya yang hanya memiliki kebun sekedarnya, maka kebun saya cukup bervariasi isinya namun memiliki satu kesamaan. Kami sama-sama memiliki pohon pepaya! Saya menanam tanaman ini di setiap sudut halaman, dalam jumlah yang banyak dan kini tumbuh bersaing dengan tanaman labu kuning yang kian hari kian menggila. Si labu kuning ini kini bahkan sudah mengembangkan sulurnya ke pagar halaman tetangga dan bergelantungan ke luar pagar halaman depan.
Walau pucuk-pucuk mudanya telah menyumbangkan berpanci-panci Pucuk Labu Masak Lemak yang laziz namun melihatnya kini meliar membuat saya menyesal juga telah menanamnya. Masalah terbesar adalah setiap kali saya menyiram halaman maka daun dan sulurnya yang berbulu kerapkali menggores kulit dan menimbulkan rasa gatal yang menyiksa. Sepertinya weekend ini saya harus melakukan sesuatu pada tanaman yang super cepat pertumbuhannya ini. Pilihannya adalah merebusnya di dalam panci atau menjejalkannya ke dalam plastik sampah terbesar yang bisa saya temukan. Hmm....
Kembali ke tumis daun pepaya yang kali ini saya sharing. Agar tanaman pepaya di depan rumah Pete mampu bertunas dan bercabang maka ujung tanaman lantas saya potong. Hasilnya adalah berikat-ikat daun pepaya muda yang sedap untuk diolah menjadi aneka masakan. Di pasar Blok A, seikat kecil daun pepaya (tua!) dibandrol dengan harga lima ribu rupiah, namun kini saya justru memiliki pucuk mudanya yang lembut. Daun-daun ini mantap diolah menjadi buntil seperti resep yang pernah saya hadirkan disini, atau urap, anda bisa melihat resepnya disini. Tapi tumis sederhana daun pepaya dengan ikan asin/teri, atau sekedar dicocol dengan sambal terasi sepertinya pilihan yang paling mudah.
Kendala utama yang membuat kita enggan mengkonsumsi daun pepaya adalah rasa pahitnya. Walau untuk kasus saya, itu bukan masalah sama sekali. Nah ada banyak tips untuk menghilangkan rasa pahit, mulai dari merebus daun pepaya bersama daun singkong dan beluntas (jika anda tinggal di Jakarta maka menemukan daun beluntas merupakan hal yang mustahil); meremas daun mentahnya dengan garam dan membuang air perasannya. Atau ada satu tips unik yang belum pernah saya coba, yaitu merebus daun pepaya dengan segumpal tanah liat. Konon katanya ada jenis tanah liat tertentu yang memang khusus digunakan untuk merebus daun pepaya dan mampu menghilangkan rasa pahitnya dengan ampuh. Well, mungkin anda yang pernah mencoba tips ini bersedia berbagi pengalamannya disini. ^_^
Jika anda masih ragu mengkonsumsi si daun pepaya dengan alasan pahit, mungkin setelah tahu manfaatnya anda bersedia berputar haluan menjadi mencintainya. Selain buahnya yang lezat, kaya vitamin dan memiliki segudang manfaat, maka daun pepaya pun tak kalah hebatnya. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan Februari 2010 dari 'Journal of Ethnopharmacology', ekstrak daun pepaya (dalam bentuk jus) atau teh yang terbuat dari daun pepaya kemungkinan efektif untuk mencegah dan mengobati penyakit kanker. Pada penelitian kultur jaringan, teh daun pepaya mampu mengurangi peradangan dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh berupa racun yang mampu melawan pertumbuhan sel kanker, menghambat pertumbuhan sel tumor dan menstimulasi gen yang membantu daya tahan tubuh berupa efek anti tumor. Para peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian awal mereka
menunjukkan, sifat meningkatkan daya tahan tubuh yang terkandung di dalam teh daun pepaya mungkin terbukti
bermanfaat dalam pengobatan dan pencegahan penyakit, termasuk kanker,
alergi dan sebagai komponen dalam beberapa vaksin.
Ekstrak daun pepaya ternyata juga mampu melawan penyakit maag sesuai dengan hasil penelitian di laboratorium hewan yang diterbitkan pada September 2008 dari 'West Indian Medical Journal'. Dalam penelitian tersebut, ekstrak daun pepaya mampu mengurangi keparahan luka pada lambung dan menunjukkan efek antioksidan yang kuat. Ekstrak daun pepaya juga mampu menurunkan oksidasi lemak dan peningkatan aktivitas antioksidan dalam sel darah merah. Para peneliti menyimpulkan dari penelitian awal ini bahwa teh daun pepaya menunjukkan potensi untuk pengobatan luka pada lambung dan stres oksidasi pada perut.
Menurut buku "The Complete Herbal Guide: A Natural
Approach to Healing the Body," enzim papain yang terdapat di dalam daun pepaya mampu membantu lambung dalam mencerna protein dan berguna untuk mengobati gangguan pencernaan. Teh daun pepaya dapat meringankan rasa tidak nyaman akibat sakit maag dan merangsang nafsu makan. Selain itu, teh daun pepaya juga dapat membantu mencerna gluten protein gandum, dimana pada berberapa orang protein ini sulit untuk dicerna dan menyebabkan kondisi autoimun yang dikenal sebagai penyakit celiac. Hal ini tentu saja masih memerlukan penelitian lebih lanjut, sehingga orang-orang dengan penyakit celiac tidak menggunakan daun pepaya untuk mengobati kondisi mereka.
Selain bermanfaat, daun pepaya ternyata mampu memberikan efek samping yang negatif. Enzim papain yang terdapat di dalam daun pepaya telah lama dikenal mampu memberikan reaksi alergi pada beberapa orang. Menurut penelitian yang diterbitkan pada bulan September 2008 dari journal "Ugeskrift for Laeger." Laporan tersebut mencatat telah terjadi tanda-tanda alergi pada 10 dari 22 orang yang bekerja di laboratorium penelitian akibat terpapar oleh debu papain. Para pekerja tersebut menunjukkan gejala mata yang terasa gatal, dan hidung berair. Namun dengan kondisi lingkungan yang bersih dan ventilasi udara yang tepat mampu menyembuhkan alergi tersebut.
Yuk sekarang kita menuju ke resep dan proses pembuatan tumis daun pepaya yang lezat ini!
Resep Tumis Daun Pepaya dengan Ikan Asin
Bahan:
- 2 ikat daun pepaya muda
- 100 gram ikan asin atau teri seperti teri medan/teri jengki (saya pakai ikan asin pari yang tipis)
Bumbu:
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
- 5 siung bawang merah, rajang tipis
- 4 siung bawang putih, cincang halus
- 4 buah cabai merah keriting, rajang tipis
- 3 buah cabai rawit, rajang tipis
- 2 cm jahe, dimemarkan
- 3 cm lengkuas, memarkan
- 3 lembar daun salam
- 1 sendok makan saus tiram
- 1 1/2 sendok makan gula jawa, sisir halus
- 1 sendok makan air asam jawa
- 2 sendok makan kecap manis
- 2 sendok teh garam
- 200 ml air panas
Cara membuat:
Siapkan daun pepaya yang masih muda, ambil daun dan pucuk mudanya saja. Cuci bersih.
Untuk mengurangi rasa pahitnya, anda bisa meremas-remasnya dengan 2 sendok makan garam hingga daun layu dan sebagian getahnya menghilang. Cuci hingga bersih. Saya tidak melakukan step ini.
Siapkan panci, masukkan air yang kira-kira cukup untuk merebus daun pepaya. Rebus air hingga mendidih. Tuangkan daun pepaya, beri 1/2 sendok makan garam. Rebus hingga daun pepaya menjadi empuk. Pencet daun dengan ujung jari untuk mengetes keempukannya, jika masih keras lanjutkan merebus.
Tiriskan daun di mangkuk kawat berlubang, siram dengan air dingin, kemudian peras kuat-kuat hingga air habis. Gumpalkan daun dan rajang menjadi potongan kecil. Sisihkan.
Siapkan ikan asin, saya menggunakan ikan asin pari yang tipis. Potong menjadi ukuran kecil, atau anda juga bisa menggunakan ikan teri. Goreng ikan asin hingga matang, angkat dan tiriskan.
Note: jika menggunakan ikan teri seperti teri Medan/teri jengki, bisa digoreng terlebih dahulu baru nanti dicampurkan ketika masakan sudah matang, atau teri mentah ditumis bersama bumbu iris.
Siapkan wajan, beri 2 sendok makan minyak. Tumis bawang merah, bawang putih, cabai, jahe, lengkuas, dan daun salam. Aduk dan tumis hingga harum dan matang. Masukkan saus tiram, gula jawa, kecap manis dan air asam, tumis hingga harum.
Tambahkan garam, aduk rata. Masukkan daun pepaya rebus, aduk dengan bumbu hingga rata. Tambahkan air panas, aduk dan masak hingga air habis. Cicipi rasanya, sesuaikan garam dan gula. Tambahkan ikan asin, aduk rata. Angkat dan sajikan dengan nasi panas. Super yummy!
Sources:
Livestrong.com - Papaya Leaf Tea Benefits
Stylecraze.com - 15 Best Benefits of Papaya Leaf Juice for Skin, Hair & Health
Ini kesukaanku Mba,nanti mau coba versinya mba Endang yg komplit bumbunya pasti maknyuss. Saya sdh pernah coba merebus daun pepaya pake tanah liat dari Wonosobo dapet di kasih tetangga dan memang ngga pait sama sekali, tips lainnya adalah merebus daun pepaya barengan daun singkong ini juga tokcer ngilangin rasa paitnya.
BalasHapusLiz
Hai Mba Liz, thanks sharingnya ya. Iya bener itu tanah liat memang khusus ya kayanya, sayangnya saya belum pernah nemu, tapi saya memang tidak terlalu bermasalah sama pahit daun pepaya. Ibu saya suka pakai daun singkong dan beluntas, lumayan ampuh juga menghilangkan pahit.
Hapussebenarnya tanah liatnya gak khusus mbak endang....itu tanah liat yg diambil disawah yg terlihat ada hewan didlmnya mksdnya ada gelembung udara nya gt mbak...atau tanah liat dr lereng gunung yg habis meletus,,,,saya biasa dibawakan dr teman yg tiggal dilereng gunung kelud.bahkan saudara saya ditulungagung pakai tanah dr tegalan/ladang nya...asalkan tanah basah dan berwarna coklat
Hapushalo Mba, thanks sharingnya ya. Saya sendri belum tahu mengenai tanah liat ini, ada yang bilang berbentuk lempengan kaya genting, ada yang bilang nggak.
Hapushay mba Endang... piye kabare...?
BalasHapussy mau tanya mba, daun pepaya yang bisa dikonsumsi itu apakah dari semua jenis pepaya atau yg jenis pepaya apa mba? kabarnya bisa menambah produksi ASI... saya selama ini belum pernah nyicip daun pepaya mba...
trm ksh infonya...
Hai Mba Lina, kabar saya baik ya Mba. Moga Mba dan keluarga sehat selalu yaa.
HapusSemua jenis daun pepaya aman dikonsumsi ya Mba, pilih daunnya yang muda saja. Hmm, belum tahu apakah bs menambh produksi ASI wakkakak. Campur daun singkong waktu merebus biar gak terlalu pahit ^_^
Pernah nyobain ngeremes2 daun pepaya pake aer anget + garam, tapi bodohnya lupa bilas ulang.. walhasil asin maksimal hihihihi XD
BalasHapusWakkkakka, bisa dibayangkan asinnya pasti poll ya Mba Sandra hehheheh
Hapusinilah yang akan saya rencanakan di weekend minggu ini,,tumis daun pepaya,,ikan jambal goreng dan sambel terasi,,,
BalasHapusbisa bikin "Mertua lewat gga keliatan" saking nampolnya ^,^
tapi saya punya tips lain merebus daun pepaya supaya pahitnya hilang/berkurang
merebusnya dengan daun jambu Mba Endang :)
Woww itu menu yang klop dan enak banget, huaa asli ngeces ngiler membayangkannya. Keknya saya akan memasak yang sama weekend ini, gundul2 dah itu pohon pepaya depan rumah wakkakak.
HapusNah daun jambu saya belum pernah coba Mba Apit, next time akan saya coba deh hehehhe. Thanks yaaa
Huadeuh mba Endang bikin ngeces aja....kesukaanku banget nih. Biasanya tumis daun pepaya suka tak gadoin aja, rasanya lidah udah kebal nih mba dengan yang namanya sayuran pahit...heheh. Kalau tumis daun pepaya ga ada rasa pahitnya malah kurang mantep ya mba... ^_^
BalasHapusWah iya sama Mba, saya sewajan sendiri digadoin Mba, enak banget. Yep, justru sensasi pahit itu yang dicari yaaa, sedap! Thanks sharingnya Mba Ertianna.
HapusMba, ini kesukaan sy juga.. biasanya daun pepaya jepang sy tumis pedas dengan ikan teri. Bumbunya diulek. Cabenya pake keriting hijau campur rawit dikit. Teri diuleg sebagian tuk menambah aroma bumbu. Selain daun pepaya, nangka muda pun sungguh sangat sedap diolah tumis pedas campur teri spt itu mba. Sy bs lupa diri jika makan dgn lauk tsb.. hehe
BalasHapusHaloow Mba, waah itu gud tips banget, sebagian teri diulek supaya gurihnya lebih nampol yaa. nah saya belum pernah coba versi nangka mudanya, pengen coba juga huaaa, ngiler heheh. Thanks sharingnya ya Mba! ^_^
HapusAduh itu menu kesukaan Ku, tumis nangka muda sama daun pepaya atau pare. Sayang disini gak ada yg fresh. Ada pare tapi satu aja bisa 20-40rb lumayan gede sih.
HapusPingin mudik wisata kuliner :(
Maria
Ayo mudik Mba Maria, disini murah meriah hahhahah. Belum pernah coba tumis nangka muda tapi soon akan segera dieksekusi ^_^
HapusWah bravo deh bagi yg sudah kebal dg sayur pahit. Sampai sekarang aku masih "takut" sama pare walaupun sudah banyak tips utk mengatasi rasa pahit, aku tetap enggan mencoba. Pengecut banget ya :-) ?
BalasHapusSebelum aku lupa, aku ingin memberi compliments nih: foto2 hidangan kamu sangat menggugah rasa lapar. Nice composition and lighting too :-))
Resep sayur ini akan aku coba tapi mengganti daun papaya dengan daun Kale atau Collard Green yang lebih mudah didapatkan di tempatku. Nanti kalau sukses, aku cerita deh. Hanya, tantangannya adalah menggoreng ikan asin di apartment. Gimana ya biar aroma ikan asin nggak mengganggu para tetangga yg tidak familiar dengan ikan asin.
Cheers and thanks for sharing.
~Tuty
Halo Mba Tuty, thanks ya sharingnya. Wah harus dicoba makan sayur pahit Mba, pertama pakai nasi, lama2 bisa digadoin begitu saja hahahah. Saya justru mencari sensasi pahit itu, kadang2 craving sama rasanya dan ngeborong pare segambreng, berhubung daun pepaya jarang ada. Tumis pakai ebi atau teri daaaan... digadoin begitu saja hahhhah.
HapusYep, pakai kale kayanya oke juga, tekstur kale yang agak keras cocok buat meggantikan daun pepaya. Nah kalau menggoreng ikan asin atau teri di apartemen itu kayanya masalah besar. Paling bisa, pakai teri saja misal teri medan, gak perlu digoreng tapi ditumis saja di irisan bumbu. Sama mantapnya hehhehe.
duh nikmatnya liat tumis daun pepaya ini. meski gak terlalu suka dengan paitnya. Kalo di solo, lempung (tanah liat) untuk merebus daun pepaya disebut dengan Pil Buto mb endang hihi...kalo mau beli biasanya di penjual bumbu dapur. Disebut pil buto (pil raksasa) karena ukurannya gede, sekepal tangan orang dewasa.
BalasHapusbtw naksir sama mangkuknya yang keliatan etnik. Belum punya nih. Harus hunting kayaknya.
Thanks ya Mba Rina sharingnya. Nah itu pil Buto saya belum pernah nemu Mba, padahal penasaran banget, katanya memang ampuh banget buat menumpas pahit di daun pepaya ya.
HapusWaak itu mangkuk lama, dulu waktu jalan2 di Lombok ngeborong mangkuk2 kayu beginian. Tadinya cuman buat pajangan, sekarang jadi buat wadah makanan hehehhe
Kalo dirumah Q biasa nya juga d rebus pke tanah Liat mbak. tapi ditambahi daun salam+daun jeruk. bener2 gk kerasa pahit Mbak....Trus bumbu nya coba ditambahi 2 atau 3 batang Serai mbak...tambah mak nyos...^^
BalasHapusheheheheh
Halo Mba Yunita, thanks ya sharingnya. Iya banyak yang kasih saran pakai tanah liat, cuman saya bingung jenis tanah liatnya hahaha. Wah iya pakai serai maknyus yaaa, thanks Mba! Hugs!
HapusIni sayur kesukaan saya juga mba....ibu saya (asli wonosobo) punya batu "ampo" (namanya spt itu) yg bs menghilangkan rasa pait daun pepaya, caranya saat merebus daun pepaya "ampo" itu dimasukan dlm air rebusan bentuknya seperti batu lempung dan klo kena air larut dgn tekstur akhir spt pasir.
BalasHapusHasilnya paitnya bener2 ilang.....
Liat postingan mba endang ini bokon sy kangen masakan tumis daun pepaya.made my.moms ah... kangen ibu...😱
Hai Mba Estika, terima kasih sharingnya yaaaa. Itu batu ampo sama seperti pil Buto kali ya, dari tanah liat. Cuman apa nggak 'ngeres' ya di daunnya? Mungkin dicuci bersih yaa. Bayangan saya tanahnya gak larut jadi tetap bulet begitu wakakaka.
HapusAyo Mba dibuat, untuk mengobati kangen sama Ibunda ^_^
ini uenakkkk tenan, mbak'e :D
BalasHapussekarang jadi salah satu sayur favoritku
ini uenakkkkk tenannnn, mbak'e :D
BalasHapusmakasih resep-resepnya, mba....semuanya mantab dan gampang. saking gampangnya, aku pernah bikin donat jam 4 pagi pake resep mba endang, hehehe
Thanks ya Mba Listya sharingnya, senang sekali resepnya disuka yaaa. Wkakak, duluuuuu saya juga suka bikin roti sampai subuh, waktu masih semangat2nya bikin roti ^_^
HapusMba Endang, ini kegemaranku banget. Aku tanam pohon pepaya dalam pot besar di balkon apt. Lt. 9. Dr bawah kelihatan pating gerumbul. Bsk daun yg muda aku masak dgn resep ini. Semoga huenak spt bikinan Mba Endang. Aamiin YRA. Salam dari Dina.
BalasHapusWakakkaka, wah kayanya seru juga ya, nanam pohon pepaya di pot di lantai 9 apartemen Mba. Saya nanem pepaya depan rumah tujuannya cuman diambil daunnya, soalnya kalau dah gede pohonnya ntar halaman jadi gelap. Thanks sharingnya yaa, moga suka dengan resepnya. ^_^
HapusHai mba Endang, klo aku sukanya ditumis bareng daun muda dan bunga pepaya gantung. Tanah liat yg dipakai adalah tanah yg berasal dr 'Unthuk Yuyu' (tanah yg menyembul diatas liang kepiting sawah/yuyu). Cara rebusnya 2x. Yg pertama dg air tanah trs dicuci bersih lalu rebus lag dg air biasa. Dijamin pahitnya akan hilang sama sekali. Farida
BalasHapusHai Mba Farida, thanks sharingnya ya Mba. Oh ternyata gundukan tanah kepiting yaaa, dulu di paron banyak banget dan gak ada yang tahu itu bisa menghilangkan rasa pahit daun pepaya. Di jakarta susah carinya wakakkak. Yep, biasanya kalau ada bunga pepaya gantung saya suka pakai juga ditumis, memang sedap yaaa
HapusHmmmm nyesel saya liat blog jtt ini malem2 bikin perut laper wkwkwk, mb endang sama kyk saya udh kebal sm daun pepaya justru klo ga pait ga seru hehe udh lama saya ga makan oseng2 daun pepaya ini hmmm nunggu pohon pepayanya tinggi dulu didepan rmh banyak tumbuh pohon pepaya mb soalnya pernah aku sebar bijinya ehhh skrg malah tumbuh buanyak bgt hehe pdhl kbnnya sakuprit
BalasHapusYeni sby
Haloow Mba Yeni, yep justru rasa pahit itu yang dicari ya, kalau gak pahit serasa gak makan daun pepaya hehe. Di depan rumah pete juga buanyak banget pohon pepaya muda, hasil menyebar biji pepaya california. Mumpung daunnya masih kinyis2, akhirnya masuk ke wajan hhhahah
HapusMbak Endang maaf mau nanya OOT chinese wok punya mbak merk apa?lengket nggak mbak?pengen tau reviewnya kl boleh malah jd artikel printilan2 behind the scene nya jtt..soalny liat2 propertinya mbak endang sptnt keren2..tmsk mixing bowl stainlessnya yg smp skrg msh penasaran jg,,hehe makasiih sblmnya mbaakk
BalasHapusnidya
hai Mba Nindya, penggorengan saya terbuat dari stainless steel biasa ya, kayanya bnyak dijual bebas di pasar dan toko perabot dengan harga murah. kebetulan ini dikasih adik saya wakkaka, dan sudah lama dipakai. Terkadang lengket, kadang nggak, tergantung minyak yang diberikan hehehhe.
HapusHai mba endang...
BalasHapusmenggiurkan sekali resepnya, *lapiler* hehehe kalo ibuku biasanya dicampur sama bunga pepayanya juga mba, tambah mantep rasanya, tanpa rempah2 jahe dkk, bumbu andalannya terasi ya maklumlah kami orang bangka yang doyan makan terasi. ehehe....
Hai Mba Tiekaa, yep biasanya saya juga tambah bunga pepaya, tapi berhubung ini daun pepaya jepang hasil menjarah kebun didepan rumah jadi bunganya gak bs dipakai wakkakak. Yep pakai terasi pasti maknyus yaaa, thanks tipsnya! saya lupa itu hahahah
Hapusbu kalo nama ilmiahnya pepaya jepang apa yah bu?
BalasHapussetahu saya pepaya hanya punya 1 nama ilmiah: Carica papaya. Jepang, california kan hanya jenis kultivar/varietasnya saja.
HapusOh gitu yah bu, kalau asal usul pepaya jepang ini dari mana yah bu?kenapa dinamain pepaya jepang? Apa karena berasal dari jepang? Apa penemunya orang jepang ? Terimakasih bu , mohon maaf bu banyak pertanyaannya karena saya sudah googling tidak ketemu temu bu
BalasHapussayangnya saya kurang tahu ya mba, mungkin dari jepang mungkin juga hanya sekedar nama ya
HapusKata teman saya yang tinggal di california, tak ada kok pepaya california. Bahkan pepaya didatangkan dari hawaii. Jadi mungkin california atau jepang itu hanya nama.
Hapus