|
Photo courtesy of Kartika Dewanty Sitepu |
Jadi ceritanya begini, sebagai seorang ibu yang ingin memberikan yang terbaik buat anak-anaknya, aku pun tak melewatkan hal-hal baik buat ketiga buah hati. Apalagi untuk Si Kakak yang keduanya masih sekolah dan harus pergi pagi setelah sarapan dan pulang sebelum makan siang. Rentang waktu antara pagi dan siang itu cuma bekal atau bontot istilahnya di sini yang bisa kusiapkan untuk mereka pergi ke sekolah. Sesekali jika ada uang seribu dua ribu kadang kuberikan juga sebagai uang jajan di kantin sekolah, tapi itu jarang sekali. Hanya bekal walau selapis roti tawar bertabur meises atau kue buatanku itu pun tak lebih dari empat potong. Yang penting Si Kakak punya bekal untuk disantap di sekolahnya.
Wiken tiba. Kegiatan pertama yang kulakukan adalah ke dapur untuk melakukan aktifitas yang menurutku begitu mulia, setelah waktuku tersita di lima harinya demi pekerjaan yang diemban demi negara tercinta (halah). Hanya mencoba resep-resep baru yang kudapat dari berbagai sumber atau memasak lauk kesukaan anak-anak dan tentu saja buat ayahnya. Terkadang ada waktu senggang sedikiittt untuk melototin setiap resep yang muncul di layar komputer, tertarik, klik sorot dan copy paste, simpan. Iya disimpan dulu untuk diingat dan resepnya tidak hilang atau keburu lupa. Resep pilihan untuk diuji coba biasanya langsung dicetak. Dan aku salah satu pengumpul resep yang menumpuk-numpuknya dan ketika ingat atau ingin baru mencobanya. Mohon untuk tidak ditiru. Karena selain bikin penuh file komputer juga bikin bundel resep makin gendut, tapi entah tahun kapan baru diuji coba hehehe.
|
Photo courtesy of Kartika Dewanty Sitepu |
Sudahlah, ayo kembali ke wiken dan dapur tadi. Dengan membawa hasil cetakan copas resep yang akan diuji coba, dan permintaan tolong kepada Si Uwak untuk membelikan bahan-bahannya di warung belakang rumah yang terkenal memang serba ada dan lengkap, aku dan uwak mulai berkutat di dapur mencoba resep baru yang hari ini harus tereksekusi. Pilihan resep kali ini jatuh kepada Udang Kaki Naga milik Just Try and Taste buatan Mbak Endang Indriani. Udah seminggu resep itu menari-nari di kepala, membayangkan montok dan gurihnya udang yang dibalut tepung panir yang pasti enak dan kriuukkk. Anak-anak pasti suka, apalagi dijadikan bekal mereka ke sekolah pasti mereka senang sekali.
Karena terbayang sudah kelezatannya, apalagi Mbak Endang selalu mengakhiri kalimatnya dengan kata ‘Yummy!’, maka semakin semangat lah aku dan si uwak mengolah ayam, udang dan bahan lainnya. Tak tanggung-tanggung untuk bahannya aku buat dua kali lipat. Takut kurang, itu alasan yang paling tepat. Kuraih blender dan mengoperasikannya untuk melumat ayam, udang, bawang putih dan bahan sesuai di resep. Waduuhh, suara blender terdengar kasar dan macet. Segera kumatikan, dan kunyalain lagi. Jreeetttt!!! Blenderku makin menjerit dan suaranya mensyaratkan tak kuasa melumat habis potongan ayam dan udang itu. Aduh bagaimana ini, jangankan membuat adonannya pekat, untuk menggerakkan ayamnya saja blenderku makin terseok-seok dengan jeritan yang tak kunjung halus. Si Uwak memandangku gusar, ahh aku tak suka tatapannya itu. Seolah-olah tatapan putus asa, dan bukan itu yang kuharapkan.
Dengan sedikit kepanikan itu, tiba-tiba Pak Suam ( Suamiku) muncul di dapur. Mungkin kedatangannya yang mendadak itu karena jeritan sang blender yang memekakkan telinganya. Pak Suam langsung mengambil alih blender dari tanganku yang sedari tadi hanya menekan tombol on/off nya. Potongan ayam dikuranginya dari blender, lalu ditambahkannya sedikit air. Air??? Ohhh tidak, tidak. Mengapa harus air? Di resep Mbak Endang tidak ada sedikitpun air untuk melumatkan adonan sampai pekat. Aduuhh bagaimana ini? Sambil menyalakan blender dengan potongan ayam tadi, Pak Suam panjang lebar menjelaskan mekanisme dan kekuatan blenderku yang memang tidak sanggup jika tanpa penambahan sedikit air dan ayam yang terlalu penuh di gelas blendernya. Di tangan Pak Suam, adonan ayam itu mulus menjadi adonan halus dan tak mengeluarkan sebuah jeritan sama sekali. Melihat dan mendengar penjelasan itu aku hanya terdiam dan mengangguk sesekali tanda setuju sambil membayangkan sebuah food processor yang kulihat lagi kemarin di super market dan memang sudah lama diidam-idamkan hahaha.
Proses melumatkan bahan sudah selesai. Tapi, eh? eh? Kenapa lagi ini?? Huaaaa…adonannya lebih encer. Tidak seperti penampakan adonan pekat milik Mbak Endang. Tidak bisa dibentuk di tangan. Terlalu encer…huaaaaaa. Sama sekali tidak bisa dipulung. Alih-alih mengisinya dengan udang utuh atau potongan sumpit, disendokkan di telapak tanganku saja adonannya masih lemas. Duhhh, ini gara-gara penambahan air tadi. Tapi jika tak ada penambahan air, si adonan pun tak akan bisa halus sesuai harapan. Khayalan penampakan udang kaki naga di blog JTT pun surut sudah, tapi bagaimana rasanya sudah terbayang pasti enak. Toh hanya penampakannya kan, yang penting rasanya. Tak ambil pusing dengan segalanya ini, kusingsingkan lengan baju. Dan ini memang harus ada sedikit kreatifitas pikirku. Kutambahkan lagi beberapa sendok terigu dan mencicipi rasa garamnya. Adonan kutuang ke loyang segi empat yang sudah dialasi plastik, masukkan ke kukusan dan hidupkan kompornya. Selesai adonan dikukus, dinginkan sebentar hingga penampakannya jadi seperti nugget, kulanjut dengan memotongnya dan mencelupkannya ke putih telur dan tepung panir. Diakhiri dengan menggorengnya. Rasanya benar-benar enaaaakk, crispy dan yummy. Seluruh keluarga suka, apalagi anak-anak. Jaminan enak dan top markotop lah kalau pakai resepnya JTT ^_^
Akhirnya udang kaki naga yang kuharapkan seperti di blog JTT berakhir menjadi nugget ayam udang yang luar biasa enaknya. Tak bisa disematkan dengan udang utuh atau potongan sumpit, sehabis digoreng kutancapkan saja stik es krim dengan tujuan agar anak-anak bisa gampang melahap nuggetnya. Aku beri nama Nugget Stik Udang. Karena tak mungkin kuberi sebutan dengan Udang Kaki Naga. Jelas dari hasilnya pun tak menunjukkan sebuah udang dengan kaki-kaki naganya yang montok itu kan? Malah lebih tepatnya potongan-potongan kaki meja hehehe. Stok yang masih ada, kusimpan di freezer agar bisa digoreng Si Uwak dan dijadikan bekal buat Si Kakak ke sekolah. Nah kan, Alhamdulillah tujuan utamanya masih tetap bisa terlaksana.
Ada pembelajaran yang kupetik dari cerita dan kejadian yang kualami saat itu. Bahwasanya segala sesuatu yang kita inginkan dan diharapkan tidak selamanya menjadi kenyataan. Tapi dibalik itu semua pasti ada solusi dan jalan keluarnya walau harus sedikit melenceng, dan yang pastinya harus tetap semangat dan tidak gampang putus asa. Walau mungkin sedikit ada perbedaan tapi hasil dan tujuan yang diharapkan masih tetap sama. Terima kasih Mbak Endang atas resep-resep masakannya di blog Just Try &Taste, bukan hanya belajar dan bisa masak yang aku peroleh tapi ada pembelajaran hidup saat proses memasak itu pun kudapat. Ganbatte.
With Love, Medan 23 September 2015
Kartika Dewanty Sitepu
Yang penting rasanya mantap mba Kartika, he he he...
BalasHapustetap semangat walaupun jadinya tidak sesuai dengan tujuan utama, saya pun sering begitu...ternyata banyak faktor ya yang mempengaruhi resep berhasil atau tidak kita eksekusi...
setuju deh kalau resepnya mba Endang top markotop... lirik mba Endang dulu, trus kedip mata...
Iya mbak monica rampo
HapusResep JTT emang udah teruji. Te O Pe apalah-apalah ya hehhehe
Pengalaman saya klo daging di blender dg penambahan air ato minyak ato telur malah lebih manja. Lebih baik sedikit2 tapi ga ada penambahan air. Beri jeda nyalain nyabiar blender ga ngebul. Hehehe...
BalasHapusthanks sharingnya mba Siti, memang harus ekstra sabar ya kalau blender daging di blender hehehhe
Hapus