|
Senso-ji Temple |
Satu hal yang saya perhatikan dan kagumi dari orang Jepang adalah etos kerja yang luar biasa. Mereka sangat helpful dan serius kala membantu, entah itu petugas keamanan di Bandara, bagian informasi di tempat publik, masinis dan petugas kereta api, pelayan toko, penjual makanan, atau sekedar orang biasa yang berlalu-lalang di jalan dan menunggu kereta. Sudah tak terhitung banyaknya kami mendapatkan bantuan informasi disana, bahkan disaat-saat yang tak terduga sekalipun. Dengan bahasa Inggris yang pas-pasan mereka berusaha menyusun kata dan mengurai kalimat menjadi sesederhana mungkin supaya kami bisa mengerti. Bahkan jika mereka tidak bisa berbahasa Inggris (umumnya masyarakat disana tidak bisa berbahasa Inggris) maka mereka akan tetap menjelaskan dengan bahasa Jepang dan membuat saya terkadang hanya tertawa tak mengerti sambil mengucapkan kata, "Arigatou". Salah satu dari sedikit kata yang diingat dalam perbendaharaan bahasa Jepang saya yang minim. ^_^
|
Pemandangan pelataran kompleks di kuil Senso-ji |
|
Sudut di kuil Senso-ji, Tokyo Tower tampak di sudut kanan atas |
Contohnya ketika kami tiba di terminal domestik bandara Haneda hendak menuju ke Singapura, saat itu kami baru menyadari bahwa terminal domestik dan internasional berada di gedung terpisah dengan letak yang cukup berjauhan. Untuk menuju ke bandara internasional Haneda maka digunakan bis khusus bandara. Supaya tidak tersesat lebih jauh, bertanyalah saya ke seorang petugas keamanan sambil menunjukkan tiket penerbangan. Petugas yang masih muda tersebut dengan sigap langsung menjelaskan dalam bahasa Inggris yang baik, "Oh, terminal internasional berbeda dengan domestik. Anda berada di domestic terminal sekarang, mari ikuti saya"! Jawabnya tegas sambil berjalan menuju ke lift.
|
Cenderamata di Nakamise-dori |
Saat itu saya mengira dia hanya akan menunjukkan rute jalan yang harus melalui lift terlebih dahulu, namun betapa tercengangnya kami ketika si petugas turut serta masuk ke dalam lift, menekan tombol menuju lantai yang dituju, keluar lift, berjalan cukup jauh, berbelok dan berjalan lagi hingga kami semua berada disebuah tempat pemberhentian bis. Selama perjalanan itu berulangkali dia menoleh ke kami dan terkadang menunggu hingga kami tiba di dekatnya. Sang petugas tetap berada di halte hingga bis bandara tiba, mengarahkan kami masuk, membantu menaikkan bagasi yang segambreng dan menjelaskan ke supir tujuan kami.
Saat itu serta merta saya 'jatuh cinta' padanya dan dalam hati berkata, "Okeh Endang, lupakan bangsa ini pernah menjajah bangsamu selama 3.5 tahun yang parahnya serasa 3.5 abad dijajah Belanda! Kamu harus akui mereka memang luar biasa"! Kemudian saya membayangkan petugas di Indonesia yang mungkin jika mengalami kondisi yang sama hanya akan mengacungkan telunjuknya sambil berkata, "Kesana Mbak, masuk lift, turun lantai satu, tunggu bis dah disana", dan kembali nongkrong diposnya. Bukan bermaksud mengecilkan bangsa sendiri tapi seperti itulah keadaannya.
|
Sudut taman di Senso-ji Temple |
Tidak ada yang setengah-setengah di Jepang, sepertinya mereka menganut teori lakukan dengan maksimal atau tidak sama sekali. Nah hal ini juga tercermin dari barang atau sistem yang mereka ciptakan, tidak ada yang hanya asal jadi saja. Hampir semua alat seakan dibuat dengan memikirkan segala sudut dan kebutuhan pemakainya. Contoh sederhana saja toilet di Jepang yang memiliki banyak tombol, mulai dari jenis pancaran air untuk membasuh, tingkat suhu air yang dipakai, tingkat kekuatan semburan air, hingga tombol penghangat untuk dudukan closet. Awalnya kami cukup terbingung-bingung dibuatnya, namun lama-kelamaan saya sangat menikmati teknologi ini. ^_^
|
Hozomon alias 'Treasure House Gate' |
Wokeh kembali ke obyek wisata yang kami kunjungi di hari pertama tersebut. Setelah berhasil menyeret sederetan koper yang mengerikan ke hotel tujuan kami yaitu Shinagawa Prince Hotel, kami pun dengan lega meninggalkan semua beban itu disana. Check in baru bisa dilakukan pada pukul satu siang, dan saat itu jam baru menunjukkan pukul sebelas pagi. Tujuan pertama kami adalah Asakusa, disana terdapat sebuah kuil Buddha kuno bernama Senso-ji yang merupakan kuil tertua dan yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan di Tokyo. Untuk menuju ke kuil tersebut kita harus melalui sebuah jalan bernama Nakamise yang sisi kanan kirinya dipenuhi oleh para penjual cenderamata, pernak-pernik dan aneka makanan khas Jepang. Nakamise street merupakan salah satu pusat perbelanjaan tertua di Jepang dan mulai ada sejak tahun 1688.
|
Aneka cenderamata di Nakamise-dori |
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di jalan Nakamise ini saya cukup dibuat terkejut dengan penuhnya wisatawan yang menyesaki jalan. Bersama Ellan yang kami dudukkan di stroller, cukup sulit juga menembus lautan manusia tersebut apalagi jika mereka bergerombol di depan sebuah toko favorit. Nakamise street adalah surga bagi mereka yang doyan berbelanja, dan sesuai dengan motto kakak saya, "Belilah barang di tempat yang dikunjungi karena kemungkinan di tempat lain kamu tidak akan menemukannya", kami pun sibuk bergerilya di setiap toko-toko cenderamata yang terlihat menarik mata. Berhubung budget saya tidak berlebihan untuk urusan shopping ini maka barang-barang kecil seperti magnet kulkas, piring kecil, sumpit yang lucu dan beberapa pajangan imut khas Jepang adalah oleh-oleh keluarga dan teman di Jakarta yang masuk ke dalam list belanja saya.
|
Hozomon |
|
Pintu masuk kuil Senso-ji |
Nakamise street diawali dengan sebuah gerbang besar berwarna oranye bernama Kaminarimon atau 'Thunder Gate'. Gerbang ini menampilkan struktur Buddha dengan lampion kertas raksasa tergantung di tengah gerbang yang diwarnai dengan warna semarak merah dengan tulisan Kanji berwarna hitam yang melambangkan awan gelap dan halilintar. Di belakang Kaminarimon adalah Nakamise-dori yang merupakan jalan dimana semua toko-toko cenderamata tersebut berada, kemudian diikuti dengan gerbang lain bernama Hozomon atau 'Treasure House Gate' yang menjadi awal masuk bagian dalam komplek kuil. Kuilnya sendiri berupa sebuah pagoda lima lantai yang megah dengan ruang utama diperuntukkan untuk Kannon (bahasa Jepang untuk Guanyin atau di Indonesia disebut dengan nama Dewi Kwan Im). Ulasan mengenai Nakamise street, kuil Senso-ji dan gerbangnya yang sangat terkenal ini bisa anda dapatkan di Wikipedia atau website traveling lainnya di internet.
|
Foodcourt di kompleks Senso-ji Temple |
Sebenarnya, kedatangan kami ke Nakamise street selain melihat Senso-ji Temple dan berbelanja pernak-pernik adalah untuk mencoba sebuah resto ramen halal yang cukup terkenal dan direkomendasikan di berbagai website traveling di internet bernama Naritaya Ramen. Letaknya tidak terlalu jauh dari Hozomon. Perut lapar membuat kami menjadikan resto ramen tersebut sebagai tujuan utama, sementara kuil Senso-ji sendiri terlupakan. Untuk menemukan Naritaya Ramen resturant sebenarnya tidaklah terlalu sulit, kita cukup berjalan menelusuri Nakamise-dori hingga mencapai Hozomon, masuk ke dalam kompleks kuil dan berbelok ke sisi kiri. Disana ada sebuah gedung besar (food court) yang dipenuhi dengan jajaran resto dan ramai oleh pengunjung.
|
Naritaya Ramen Restaurant |
Resto Naritaya Ramen sendiri merupakan sebuah bangunan kecil tiga lantai, ketika tamu sedang banyak maka pintu resto ditutup untuk mencegah pembeli tetap masuk. Saat pintu dibuka maka tampak interior resto yang penuh sesak dengan berbagai perlengkapan memasak dan aneka bahan-bahan makanan, sementara meja dan tempat duduk di lantai dasar tersebut cukup terbatas. Untungnya ketika kami masuk, meja dan kursi masih terlihat kosong, dan kami beserta keluarga teman kakak saya, langsung memenuhi ruangan di lantai dasar tersebut. Ketika makanan sedang dimasak, maka serombongan tamu (umumnya orang Indonesia dan Malaysia) dan serombongan tamu berikutnya lagi tampak menyerbu masuk ke dalam ruangan imut tersebut yang langsung diarahkan ke lantai atas.
|
Interior di resto Naritaya Ramen
|
Chef-nya adalah pria Jepang yang berkolaborasi dengan seorang pria yang sepertinya berasal dari Timur Tengah. Makanan disini (dan sebagaimana makanan resto lainnya di Jepang) terus terang cukup mahal bagi kocek saya, berkisar antara 1000 hingga 1800 yen, atau sekitar 120 ribu hingga 200 ribu rupiah (kurs 1 yen = 116 rupiah). Menu yang ditawarkan berupa set nasi dengan ayam goreng kaarage, atau ramen dengan irisan tipis daging sapi atau ayam, atau nasi dengan irisan daging dimasak teriyaki. Saya sendiri memilih ramen kuah dengan irisan daging sapi, rebung, dan sebutir telur rebus. Walau sedap, namun rasanya sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan ramen di Jakarta yang harganya pasti jauh lebih murah. Secangkir green tea latte (ukuran cangkir imut dan hanya diisi setengah) dibandrol dengan harga 300 yen, membuat saya cukup 'nyut-nyutan' membayangkan berapa yen yang harus dikeluarkan demi makan siang ini. Untungnya semua biaya wisata kuliner ini ditanggung oleh kakak saya, Wulan, jadi saya bisa bernafas dengan lega. ^_^
|
Menu yang ditempel di dinding di resto Naritaya Ramen |
Perut yang kenyang membuat semangat untuk mengeksplorasi kompleks kuil Senso-ji dan berfoto ria menjadi muncul kembali. Ellan, keponakan saya, yang sebelumnya terlihat pucat dan lemas karena perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan suhu dingin kini tampak bersemangat setelah perutnya diisi dengan ramen dan telur rebus. Kami memutuskan untuk melipat stroller dan membiarkan Ellan berjalan karena duduk diam di dalam stroller justru membuatnya semakin kedinginan dan lesu. Target saya berikutnya adalah mencoba kertas ramalan Omikuji yang banyak berjajar di samping kuil. Sejak memasuki kompleks kuil, kertas ramalan Omikuji ini sudah menjadi incaran saya karena penasaran dengan banyaknya wisatawan yang merubungi laci-laci kecil berisi kertas ramalan tersebut.
|
Ramen kuah dengan daging sapi dan telur rebus di resto Naritaya Ramen |
Untuk mendapatkan kertas Omikuji maka kita diwajibkan mengocok sebuah wadah besi panjang dan berat berisikan banyak sumpit. Di salah satu sudut permukaan wadah besi tersebut terdapat sebuah lubang kecil seukuran lingkar sumpit, dan saat dikocok-kocok maka sebuah sumpit akan keluar dari lubang. Di ujung semua sumpit telah dibubuhi dengan nomor untuk masing-masing laci tertutup yang berisi tumpukan kertas ramalan. Tugas kita adalah mencocokkan nomor di sumpit dengan nomor laci di dinding, mengambil selembar kertas ramalan dan membacanya. Untuk mendapatkan kertas ramalan Omikuji maka anda diminta secara suka rela memasukkan uang 100 yen ke dalam lubang di meja ramalan. Berhubung karena saya tidak memiliki uang receh maka saya skip kegiatan sumbangan ini dan langsung meraih kotak besi berisi sumpit.
|
Ellan pun ikut bersemangat melihat saya menjajal Omikuji di Senso-ji Temple |
Idealnya sebelum mengocok maka kita diminta berdoa terlebih dahulu dan mengucapkan keinginan kita, kemudian sambil mengocok maka tidak ada salahnya doa tersebut diulang agar keinginan dikabulkan. Dalam prakteknya ternyata tidak semudah perkiraan. Wadah besi ini berat dan ketika saya goyangkan berkali-kali dengan sekuat tenaga, tidak ada satu pun sumpit yang nongol keluar alih-alih justru suara bising sumpit yang beradu dengan besi, “Krecek! Krecek! Krecek”! “Krecek! Krecek! Krecek”! Terus terang telinga saya sakit mendengarnya, lengan pun mulai terasa pegal menggoyang-goyangkan wadah besi yang berat ini, dan doa yang tadi dengan khusyuk saya ucapkan mendadak buyar.
Boro-boro memikirkan doa dan keinginan yang 'berjibun' banyaknya, karena sekarang fokus saya hanya satu: bagaimana mengeluarkan sumpit katrok ini dari dalam kurungannya! Tetangga di sebelah saya telah berganti berkali-kali, dan saya cukup surprised melihat betapa mudahnya mereka membuat sumpit mengalir keluar. “Kok gak bisa sih”!? Teriak saya putus asa ke Wulan yang hanya melihat dari kejauhan sambil tertawa ngakak. Si kecil Ellan yang tadinya sibuk berjalan kesana-kemari menjadi penasaran juga dan ikut berdiri di samping kaki saya menunggu sumpit meloncat dari kotaknya.
|
Bocah-bocah Jepang ini asyik memelototi aneka mochi di Nakamise-dori |
“Kamu gak nyumbang sih Ndang, masukin 100 yen dulu,” saya tidak menghiraukan komentar Wulan, dan memilih membalikkan kotak tersebut sehingga permukaan yang terdapat lubang kini menghadap ke bawah. Trik ini terbukti jitu karena setelah beberapa kali digoyangkan akhirnya sebuah sumpit menongolkan dirinya yang langsung saya tarik dengan bergairah. Masalah berikutnya adalah bagaimana caranya mencocokkan tulisan di sumpit dengan puluhan laci yang berderet di depan muka saya jika semua tertera dalam huruf Kanji? Tidak jauh dari saya berdiri tampak dua orang cewek Jepang yang cantik sedang sibuk mendiskusikan kertas Omikuji mereka, tidak membuang waktu saya pun langsung bertanya sambil menunjukkan sumpit yang saya peroleh. Untungnya mereka mengerti bahasa Inggris dengan baik dan dengan penuh semangat membantu saya mencari laci berisi Omikuji sesuai nomor di sumpit saya.
|
Aneka roti dan pastry yang membuat ngiler habis! |
Kertas Omikuji yang berisikan ramalan ini terdiri atas bahasa Jepang dan bahasa Inggris jadi kita bisa dengan mudah mengerti isinya. Kalimat yang tertera disana membuat mata saya melotot dan semakin melotot kala menelusuri setiap baitnya! Dimulai dengan tulisan merah besar dibagian paling atas yaitu "Bad Luck" alias "Nasib lu jelek"! Dan diikuti dengan kalimat yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi seperti ini, "Jika kamu mendapatkan pekerjaan baru, maka karirmu tidak akan sukses! Jika kamu membeli properti maka harga properti itu akan jatuh! Jika kamu memulai usaha, maka usaha tersebut akan bangkrut! Jika kamu memulai suatu hubungan percintaan maka hubungan itu akan kandas"! Hanya tiga kata yang tidak ada disana yang menurut saya tepat jika ditempelkan di akhir kalimat ramalan tersebut, yaitu, "Syukurin! Emang enak"! Plus wakakakkak yang (tentunya!) sangat panjang.
|
Resto dengan pintu tertutup ini penuh sesak di dalamnya, pembeli sedang antri duduk di depan resto dengan tertib. |
Sambil mengibarkan kertas ramalan, dan dengan rasa putus asa menyesakkan dada saya pun berlari ke kakak saya yang menunggu dengan raut penasaran di wajahnya. "Bad luck! Tobat dah"! Meledaklah tawa Wulan, "Kan sudah dibilang, makanya nyumbang 100 yen," katanya. Cewek Jepang yang tadi membantu saya mencari kertas Omikuji rupanya mendengar kata 'Bad Luck' yang saya teriakkan, mereka langsung menghampiri, "Kamu harus ikat kertas ramalannya di tali ini. Artinya kamu tinggalkan nasib sial itu disini, tidak dibawa pulang," katanya sambil menunjukkan jajaran ikatan Omikuji di tali-tali kecil seperti jemuran yang berjajar di samping kotak ramalan. Walau dalam hati mengingkari isi ramalan yang baru saja didapatkan (karena isinya jelek!) saya pun terpaksa mengikuti saran teman baru saya ini dan mengikatkan kertas Omikuji ke tali jemuran.
Ketika saya berjalan di samping Wulan kembali, kakak saya nyeletuk berkata, "Coba lagi sana ramalannya, kali ini pakai uang 100 yen, jangan gretongan." Saya menggeleng dengan kesal, "Pasti isi kertas ramalan itu bad semua. Buktinya tuh jemuran segitu banyak penuh berisi kertas ramalan diikat disana". Percaya tidak percaya dengan ramalan Omokuji, namun isinya yang super bad membuat hidup saya sedikit tidak 'tentram' setelahnya, walaupun 'bad luck' tersebut telah saya ikat dan tinggal di kuil Senso-ji. Tobat!
|
Becak semi andong ini ditarik oleh manusia |
Menjelang sore, setelah berjalan dan berfoto di sekitar kuil Senso-ji serta mencuci mata di seputaran toko-toko cenderamata di Nakamise-dori kami pun memutuskan untuk pulang ke hotel dan beristirahat. Kurang tidur di pesawat membuat kepala saya sedikit melayang dan badan mulai terasa meriang padahal ini baru hari pertama di Jepang. Ketika telah mencapai kompleks gedung perkantoran dan perhotelan Shinagawa, area dimana Shinagawa Prince Hotel berada, kami singgah di Seven Eleven yang terletak tidak jauh dari hotel. Selama di Jepang, minimart seperti Lawson dan Seven Eleven menjadi tempat favorit kami karena mereka menjual nasi putih, onigiri - nasi berbungkus nori dengan aneka isi, favorit saya (dan yang menurut saya halal) adalah onigiri dengan isi grilled salmon, aneka salad, telur rebus, aneka minuman kemasan botol dengan rasa unik, dan puding karamel yang super duper lezatnya.
|
Ellan terlihat happy setelah diturunkan dari stroller |
Wulan biasanya akan membeli beberapa bungkus nasi putih yang dipanaskan di micowave yang tersedia di minimart dan telur rebus untuk Ellan. Sesampainya di hotel kami akan menyantap nasi putih tersebut dengan segambreng rendang dan aneka lauk-pauk lainnya yang kami bawa dari Indonesia. Puas, kenyang dan murah meriah! Sementara Ellan, karena terbiasa menyantap nasi berkuah maka kakak saya terpaksa membuat mie kuah instan, untungnya kami telah membawa berpuluh-puluh paket mie instan ukuran gelas yang mini. Berulangkali selama di Jepang, bocah ini terheran-heran setiap kali makan dan melihat potongan mie instan di mangkuk nasinya, "Lho kok Ellan boleh makan Indomie? Kan kata Mama, Ellan nggak boleh sering-sering makan Indomie", kami biasanya akan menjawab berbarengan, "Hanya untuk di Jepang saja ya". ^_^
Wuiih mbak Endang.....Seru ya travelingnya. Jadi ngileeer.....
BalasHapusKayaknya enakan jalan sendiri kayak gitu ya mbak tanpa pake tour agent. Bisa lebih bebas milih objek wisatanya dan disesuaikan sama sikon kita. Lebih irit mungkin? ^^ Lenny
hai Mba Lenny, betul sekali mba, jalan sendiri kita bs menyesuaikan waktu suka2 dan mengunjungi obyek wisata yang kita suka. Pakai tour umumnya mrk akan mengarahkan kita ke tempat2 shopping karena mereka kerjasama sama toko2 tersebut.
HapusHi Mba...akhirnya ada kelanjutannya juga neh travel storynya ^_^ Makin kagum neh sama orang Jepang yang suka membantu. Dan pasti aman kan Mba berangkat sendiri ke Jepang. Suatu hari harus ke sana juga! Saya pernah ke China Mainland, orang di sana kesannya lebih cuek dan gak gitu peduli sama turis.
BalasHapusRatna
hai Mba Ratna, yep saya kagum dengan keramahan dan kebaikan mereka untuk membantu. Benar2 luar biasa! bahkan masyarakat kita yang terkenal ramah saja kalah loh. Jalan sendiri oke mba karena jepang super duper aman ya.
HapusMba Endang... aku berdo'a setulus hati biar ga kejadian tuh ramalannya... khan Mba End udah berbaik hati membagi resep yang super duper mantap,,,
BalasHapusAmiin Mba Ira, hiiiks sampai sekarang masih kepikiran wakakkaka
Hapusseru.... jadi ketagihan baca just try & taste...
BalasHapussip mba Tesa, thanks yaa
Hapuskmrn sempet bolak balik blog nya mba endang tapi ga ada postingan terbarunya, sedih :( hari ini iseng2 buka lagi ehhh mba endang udah aktif! yeay! #bahagiaitusederhana 😘😘
BalasHapusiyaa, soalnya nulisnya panjang dan lama, dan pakai males juga wakkakak, thanks ya mba!
HapusMba Endang, biasanya ramalan gitu tuh yang terjadi kebalikannya, kayak mimpi ^-^ Semoga ya Mba...
BalasHapusSempet Ke Sky Tree gak Mba... Keren abis loh pemandangan Tokyo dari atas menaranya. Apalagi ada cafenya di atas yang so yummy dengan amazing view (duuuh...rasanya jadi pengen balik lagi ke sana)^-^ Keep sharing your trip story, Mba...
Diani
Wah semoga kebalikannya ya Mba Diani hehehhe. Stress juga diramal bad gitu wkakakka.
Hapussayangnya saya nggak ke sky tree mba, tapi saya yakin pasti keren banget ya pemandangannya.
thanks sharingnya mba Diani! ^_^
baru baca blog ini, lagi mikir pengin ke jepang bawa anak. sambil baca referensi sana sini. kemudian buat resepnya, keren banget, resepnya detail. I will buy your books...semoga online ada ya. thanks mba endang untuk kebaikan hatinya sharing resep ... apa yg di lakukan sepenuh hati akan sampai ke hati. thanks.imelda
BalasHapusThanks Mba Imelda sharingnya, senang resep dan artikel JTT disuka. Buku dijual di online shop Mba, atau bs kontak ke penerbit Mba Ida di 0813 1489 9585 atau di 0815 9288456. Kalau stocknya masih ada mereka bersedia kirim kok.
Hapussukses dan sehat selalu yaa!
Mba endang, ellan ini keponakan mba endang yg alergi gluten itu ya? Yg pernah ada artikelnya di Resep mba endang yg chocollate cake free gluten ya. Hehe...
BalasHapushai mba dea, yep dulu ketika masih usia 1 s/d 2 tahun, tapi sekarang sudah enggak.tes allergi terakhir hanya susu sapi saja alerginya.
HapusMbak, saya ada rencana tour ke jepang musim gugur nanti. Tadinya takut mau bawa bekal lauk pauk, takut ngga lolos di custom. Tapi baca cerita mbak yg bawa bekal rendang dll seabrek, saya jadi pengen bawa juga. Beneran mbak bawa makanan masakan sndr ke jepang ngga apa2? Nggak dibongkar kopernya? Kan sayang kalo udah berat2 dibawa terus disuruh buang. Thanks mbak. -Riska-
BalasHapushai mba riska, awalnya saya juga takut kena cekal apalagi mengandung daging, tapi kakak saya bilang oke2 saja dan banyak website traveling yang share oke bawa bekal hehhehe. Akhirnya juga sukses tuh, gak kena cekal sama sekali, padhl kami bawa bekal mayan buanyaak, bukan hanya rendang saja, juga abon ikan dll.
Hapusmbak pengalamannya waktu jalan jalan lucu juga, pake ambil ramalan segala. Kalo saya mbak dapat ramalan jelek pasti ambil lagi sampai dapat yang bagus he he. Ponakan mbak si Ellan lucu dan keliatan happy banget. Apa nggak capek mbak Ellan diajak jalan jalan segitu lama? Btw di Tokyo nggak ada salju ya waktu winter?
BalasHapushehhehe, udah ilang feeling saya mau ambil ramalan lagi, soalnya kayanya bakal 'jelek' semua isinya. Ellan justru paling kuat dari kita semua, orang dewasa udah teler dia malah gak ada capek2nya heheheh
HapusOya lupa bilang tadi, saya Puji dari Batam mbak. Kalo mbak Endang kapan kapan ke Batam lagi woro woro ya mbak...Pengen ketemu nih sama suhu masak he he
BalasHapushai Mb Puji, salam kenal yaa, yep saya sering ke Batam ke tempat kakak. Sup ikannya saya sukaaaa
HapusWkwkwk... Mba Endang, saya jg inget cerita temen saya yg ke jepang dan baru pertama kali nyobain toiletnya... Dia kaget waktu mau minta ngeluarin air, malah disembur angin hangat... Hahaha.. Seru ceritanya Mba, ditunggu kelanjutannya, didoakan jauh2 deh tuh bad luck nya..
BalasHapusHalo Mba Joyce, wakakak kakak saya pernah panik banget gak nemuin tombol 'flush' sampai muter2 akhirnya kita berdua nyari itu tombol hahhahah. thanks sharingnya yaaa
HapusHalo mbk endang,aku suka banget sama blog mbk dan cara penulisannya.oia kebetulan aku akhir bulan mau ke jepang.mbk aku mau nanya donk kmrn wktu sampai di bandara ngurus imigrasi nya lama ga?ada 1 jam?soalnya aku rencana dr bandara mau langsung ke kawaguchi naik bus bedanya cm 1 jan.
BalasHapushi mba Hana, thanks ya sudah menyukai JTT. Imigrasinya sangat cepat sekali dan tidak ribet, saya tiba pagi jam 6, dan kondisi relatif sepi jadi beberapa menit saja sudh selesai.
HapusHahaahaa.. ceritanya bikin ngakak.. soal toilet seat, saya jg takjub sm kecanggihannya. Pernah nyobain toilet seat merk jepang yg terkenal itu di salah 1 hotel bintang 5 di jkt. Bikin saya betah duduk berlama2.. banyak tombolnya yaaa...dudukannya angetttt dan setelah selesai ada hembusan angin semilir2 dr kipasnya hueheheehe (aduuh..norak yaaa)
BalasHapuso iya standar ganda jg berlaku untuk mie instan & anak2 kalau situasi darurat dn kepepet wkwkwk... persis sm seperti ellan & mie instan di jepang ^_^
- rizi -
thanks mba Rizi sharingnya ya, yep memang toiletnya bikin betah karena anget hahahha.
Hapushallo tante aku yang paling keceh badai :D
BalasHapuslagi istirahat siang dikantor sambil iseng buka blok mba endang buat liat resep yang simple2 buat dipraktekin dirumah (maklum pengantin baru hihihiiii... )
aku malah melipir dan ketawa ngakak baca "Adventure" mba endang pas di jepang.. wkwkwkwkwkwkwk
Ririn-Depok
hai Rin, wah mulai sibuk belajar masak ya. Sip, sip, sukses yaaa. moga2 mantap hasil masakannya ^_^
Hapus