Melanjutkan cerita tur kantor saya ke Bangkok - Pattaya bulan lalu, yang kisah awalnya bisa diklik pada link disini, akhirnya kami memasuki bis pariwisata dan disambut oleh Pak Rully dan seorang pemandu wisata bernama Pak Imron. Beliau seorang Thai sejati yang menikah dengan wanita Indonesia, dan sangat fasih berbahasa Indonesia, bahkan hingga bahasa 'alay' sekalipun. Wawasan dan pengetahuannya mengenai sejarah, pemerintahan, dan politik negara Thailand sangat luar biasa dan guyonannya lumayan segar mengisi bis yang hanya separuh terisi. Bis pariwisata di Thailand umumnya memiliki kondisi sangat bagus, jauh lebih bagus dibandingkan di negara kita, sehingga perjalanan dengan bis dari satu obyek wisata ke obyek lainnya sangat menyenangkan.
Sebagai sambutan dan pengganti tidak ada makan siang di pesawat, kami semua ditraktir oleh Pak Rully, nasi bebek dalam kotak. Bentuknya berupa irisan bebek Peking panggang dengan permukaan kulit yang crispy, ditemani dengan kondimen berupa acar sayur-sayuran yang sedikit asam, manis dan renyah, serta sekantung saus kecoklatan khas bebek Peking. Acar sayurnya diberikan dalam jumlah melimpah dan rasanya mantap. Untungnya rekan kantor saya, Mba Fina, bukanlah penyuka sayuran jadi saya mendapatkan limpahan acar porsi berikutnya. Actually, ini adalah nasi bebek Peking terlezat yang pernah saya santap dan tanpa setitikpun jejak aroma atau rasa amis. "Ini halal ya, selalu jadi langganan saya kalau ke Bangkok," jelas Pak Rully yang bolak-balik Jakarta - Bangkok selayaknya minum air.
Wat Arun atau Temple of Dawn |
Pelataran taman menuju Wat Arun |
Bis menuju ke Wat Pho, alias Reclining Buddha, atau biasa kita sebut dengan Buddha Tidur, karena patung Buddha raksasa tersebut dalam posisi berbaring menyamping dengan bagian kepala disangga oleh salah satu tangannya. Patung ini memiliki panjang 46 meter dan sekujurnya dilapisi dengan prada emas (gold leaf). Wat Pho merupakan salah satu obyek wisata yang wajib dilihat di Bangkok, dan masuk ke dalam salah satu daftar obyek wisata tur yang ditentukan oleh Pemerintah Thailand. Rombongan kami mulai menyebar, sebagian (kecil) mengikuti Pak Imron yang menjelaskan sejarah dan detail temple, sementara sebagian lainnya (banyak) sibuk berselfie ria dengan tongsisnya. Untuk urusan berfoto ria seperti ini di kantor saya banyak pesertanya. Nah kelompok maniak selfie ini biasanya bergerombol sendiri, tidak peduli dengan penjelasan guide tur, tidak peduli dengan waktu yang ditentukan, mereka sibuk dengan dunianya sendiri. Setiap sudut, setiap dinding, setiap lokasi, wajahnya harus eksis dan terpampang, kemudian diikuti dengan status Facebook yang berubah setiap 5 menit sekali, tentu plus foto-foto narsis tersebut. ^_^
Kami tidak lama di Wat Pho, hari sudah mulai mendekati senja. Namun asyiknya di Bangkok, walau waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima namun langit masih terang benderang selayaknya pukul tiga sore. Setelah berteriak-teriak melalui pesan WA group, peserta akhirnya berkumpul dan berjalan menuju Wat Arun atau Temple of Dawn yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Wat Pho. Wat Arun terletak disisi sungai Chao Phraya, dan untuk menuju kesana kami menaiki sebuah kapal kecil yang ramai dipenuhi turis. Hanya 3 baht per orang saja untuk menumpang perahu tersebut menyeberangi sungai. Konsentrasi peserta yang sudah terpecah karena sibuk selfie semakin buyar kala melihat penjual buah gerobakan di sepanjang jalan menuju dermaga. Siapa yang tidak mengenal mangga Thai yang kuning emas dan super duper sweet itu bukan? Termasuk saya yang memang sudah mengincarnya sejak masih berada di Jakarta.
"25 baht! 25 baht"! Penjualnya berteriak dalam bahasa Inggris. Saya pun langsung mengambil kesempatan itu dan membeli dua bungkus sekaligus. Irisan mangga setengah mengkal namun manis rasanya yang dikemas dalam plastik bening dan diberi sebuah tusukan bambu untuk menyantapnya itu ludes bahkan sebelum mencapai Wat Arun. Thailand memang surganya buah, dan sangat sesuai dengan kesukaan saya. Di setiap sudut jalan, dimanapun, dengan mudahnya kita menemukan penjual buah dalam gerobak menjajakan dagangannya. Kualitas buahnya mantap, fresh, dan gerobak mereka juga bersih, rapi, dengan penjual yang mengenakan celemek menutupi dada. Untuk menjaga kesegaran buah, potongan es batu kecil disebar di permukaan gerobak dan aneka buah dalam plastik tersebut ditata disana. Saya tidak pernah absen membeli buah selama di Thailand, bahkan buah yang paling asam sekalipun, dan untungnya tidak pernah mengalami sakit perut sama sekali.
"Kalau mau belanja sebaiknya dilakukan di Wat Arun, pengalaman saya harga di pasar di dalam kuil ini paling murah dibandingkan dengan tempat wisata lain di Bangkok dan Pattaya," penjelasan Pak Imron, membuat kami langsung menerapkan status siaga 4, "Shopping dimulai"! Berfoto singkat di salah satu sisi temple dengan spanduk sebagai syarat sah bahwa kami benar-benar pernah berada di lokasi, hmm hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit saja, dan sisa waktu berikutnya sekitar satu setengah jam kami habiskan mengubek-ubek pasar cenderamata di dalam lokasi kuil. Hampir semua penjual yang berjumlah sekitar 20-an orang di pasar tersebut bisa berbahasa Indonesia dengan fasih, membuat aksi jual beli dan tawar menawar semakin hot. Kaus bersablon Thai seharga 100 baht, gantungan kunci berbagai model, tas-tas kain lucu, sandal dan sepatu, hiasan dinding, atau kain songket khas Thailand seharga 400 baht yang heboh diborong rekan-rekan saya yang berasal dari Medan. "Kita perlu kain ini buat kondangan bo," terangnya ketika saya bingung melihat mereka membeli dalam jumlah banyak.
Dari pasar di Wat Arun saya mendapatkan dua buah tas kain yang permukaannya penuh bordir bunga semarak khas Thailand, 1 buah tas harganya 400 Baht, dan walau sudah saya tawar sampai berbusa-busa, plus menggunakan aksi 'tinggal dulu dan balik kemudian', si penjual tetap tidak mau menurunkan harganya. Beberapa lembar uang 1000 Baht yang tadinya nyaman di dalam dompet saya mulai berkurang jumlahnya, dan disitu saya merasa sedih. Tapi berdasarkan pegalaman traveling, saya selalu memakai prinsip beli yang disuka walau masih di awal perjalanan, karena terkadang barang tersebut tidak akan ditemukan di tempat lainnya. Dan ternyata pasar cenderamata di Wat Arun memang memiliki harga termurah dibandingkan lokasi wisata lainnya, kualitasnya pun bagus. Jadi kami tidak menyesal menghabiskan waktu lebih lama di pasar dibandingkan melihat-lihat temple-nya sendiri. ^_^
Asiatique Night Market dari seberang jalan |
Kembali ke bis yang parkir di depan Wat Pho cukup melelahkan, kami harus memutari kompleks kuil yang sudah tutup, dan itu cukup jauh jaraknya. Peserta tiba di bis dalam kondisi ngos-ngosan, terutama yang membawa belanjaan berat. Kami melanjutkan perjalanan menuju MBK Mall untuk makan malam, plus bertemu dengan group 1 yang berangkat lebih dulu. Karena waktu yang mepet sementara masih ada dua lokasi lain yang akan kami kunjungi yaitu MBK Mall dan Asiatique the Riverfront, maka peserta diberi uang cash masing-masing sebesar 200 Baht untuk membeli makan malamnya sendiri-sendiri. Sebenarnya ini tidak sesuai dengan rencana awal, dimana kami akan makan malam prasmanan dan kedua group bertemu di sebuah restoran. Tapi peserta sebenarnya tidak terlalu peduli dengan pengaturan makan. Thailand surga kuliner, siapa yang tak mengenal tom yam, pad thai, som tam, bukan? Jadi berbekal 200 baht di tangan kami pun bergerilya di gerai makanan yang berjajar di depan MBK Mall.
Stall makanan di depan MBK Mall |
Ibu penjual tom yam berkerudung yang kami serbu di MBK Mall |
Hilang sudah rasa capek dan kaki pegal, ketika melihat aneka stall makanan berjejer yang permukaan mejanya penuh disesaki dengan sea food, buah, gorengan dan segala macam makanan unik lainnya. "Bagi yang muslim, silahkan cari penjual yang mengenakan kerudung atau yang memasang tulisan 'halal food' ya," penjelasan Pak Imron menjadi kunci kami berburu makanan di Thailand. Tidak memakan waktu lama, saya dan Mbak Fina, langsung duduk di stall penjual tom yam. Hangat, segar, asam, asin, pedas, berkuah adalah makanan yang kami inginkan saat itu, apalagi saya sudah sangat penasaran hendak mencicipi otentik tom yam dari negara asalnya. Semangkuk tom yam campur dibandrol dengan harga 130 Baht atau Rp. 52.000,-, makanan ini dilengkapi dengan bihun khas Thailand yang sangat kenyal tapi lembut, dua ekor udang fresh, irisan dada ayam, dua butir bakso ikan, setengah iris telur rebus dan dua keping pangsit.
Tom yam campur yang so laziz! |
Rasa tom yamnya diluar dugaan saya, cukup berbeda dengan masakan sejenis yang biasa saya santap di Jakarta. Lezat, sudah pasti, tapi tidak terlalu asam, sangat pedas, dan penuh dengan aroma rempah yang terasa lembut dan aroma daun ketumbar yang strong. Entah bumbu apa yang dimasukkan oleh si Ibu, namun yang jelas tom yamnya mantap! Baru setengah porsi tom yam masuk ke perut, Pak Freddy, salah satu direktur kami, muncul membawa semangkuk salad mangga muda khas Thailand atau som tum mamuang. Salad ini juga salah satu kuliner yang ingin saya cicipi selama disana, jadi langsung saja semangkuk salad tersebut disikat beramai-ramai. Rasa pedas, gurih, manis, asin dan asam berpadu, plus taburan kacang tanah goreng tumbuk kasar dan aneka ebi kering garing yang ditaburkan di permukaannya. Jika anda berkesempatan ke Thailand jangan lupa membeli salad mangga muda ini karena rasanya sangat unik dan laziz!
Udang segede kingkong ini banyak tersebar di stall makanan di Bangkok dan Pattaya |
Perut yang kenyang membuat kaki lebih bersemangat melangkah, saya menggunakan waktu luang tersebut untuk melihat-lihat stall lainnya dan berakhir dengan membeli segelas jus orange yang ternyata palsu. Bukan terbuat dari buah segar, melainkan air es yang dibubuhi perasa jeruk dengan banyak pemanis buatan yang cukup membuat tenggorokan kering dan batuk. Pantas saja harganya cuman dibandrol 20 baht, pikir saya menyesal. Semangkuk som tam alias salad pepaya muda akhirnya saya beli juga, semata-mata karena penasaran ingin tahu proses pembuatan dan rasanya. Kesimpulan saya, salad mangga lebih mantap dibandingkan salad pepaya mudanya. Tidak lama kami berkunjung ke MBK Mall, bahkan tidak berkesempatan untuk melihat isi mallnya, dan mall pun mulai tutup di pukul sembilan. Jadi perjalanan diteruskan ke Asiatique the Riverfront, atau night market.
Som tum mamuang atau salad mangga muda Thai |
Kaki saya mulai terasa loyo, baju yang lepek dan bau badan yang tercium menyengat. Sejujurnya saya tidak berminat ke Asiatique, yang saya butuhkan adalah air dingin segentong untuk berendam dan sebuah kasur empuk. Walau berulangkali Pak Rully mengatakan suhu di Bangkok cukup nyaman saat itu dibandingkan beberapa minggu yang lalu yang mencapai 40'C, saya tetap merasa udara terasa gerah dan panas. Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam ketika kami tiba di mall yang buka hingga jam 2 pagi tersebut. Bingung hendak kemana di mall yang sangat besar dan ramai, tidak jauh-jauh, saya akhirnya terdampar di sebuah toko makanan kering. Otak foodie saya memang menjadi lebih tentram jika melihat penjual atau toko makanan. ^_^ Beberapa manisan mangga kering, udang kering, teri kering, dan Nestea, dan Nestea, dan Nestea, adalah makanan yang masuk ke dalam keranjang belanja saya. Nestea merupakan minuman thai tea dalam sachet yang cukup terkenal dan wajib dibeli jika berkunjung ke Thailand. Tentu saja jika anda pecinta teh susu, seperti saya. ^_^
Thai tea sachet merk Nestea |
Asiatique night market sebenarnya tempat nongkrong yang sangat mengasyikkan, dimana-mana terdapat cafe, dan resto yang dipenuhi dengan pengunjung bersantap malam. Kebanyakan pengunjung adalah kaum ABG Thailand yang datang berombongan bersama teman-temannya. Saya dan Mbak Fina berputar-putar mencari makanan kecil yang tidak mengenyangkan, sambil bisa duduk sejenak dan menunggu jam kembali ke bis. Tapi makanan kecil sepertinya susah ditemukan di Asiatique, dan definisi 'makanan kecil' yang diinginkan Mbak Fina ini agak susah juga dideskripsikan dengan jelas, jadi akhirnya kami berakhir di sebuah kafe kecil yang menjual Thai iced tea. Huray! Es teh susu khas Thailand ini dikemas dalam gelas tinggi plastik dengan harga 50 Baht. Rasanya so yummy! Rasa susu yang nendang, plus sedikit jejak rasa dan aroma teh yang khas. Sambil menyeruputnya kami duduk di kursi yang disediakan didepan kafe dan menikmati malam di Asiatique the Riverfront.
Teh di Thailand memang berbeda dengan teh umumnya yang kita temukan di Indonesia. Salah satu perbedaan mencolok adalah warnanya yang oranye dan baunya yang sangat harum. Nah untuk membuat Thai iced tea sekaliber kafe ini sebenarnya sangatlah mudah. Kita memerlukan Thai tea mix, berupa bubuk daun teh khusus yang banyak dijual di supermarket, pasar atau toko-toko makanan dan oleh-oleh di Thailand. Saya membeli 1 pak seberat 400 gram seharga hanya 100 Baht saja di sebuah toko makanan kering di Pattaya. Jika di Indonesia, setahu saya supermarket All Fresh menjualnya namun dengan harga yang jauh lebih mahal, atau beberapa online shop juga menyediakannya. Merk yang saya beli, dan umumnya dijual dimana-mana di Thailand adalah Cha Tra Mue Brand, dan ketika dicoba hasilnya tak kalah dengan Thai tea buatan resto.
Mengapa Thai tea bisa berwarna oranye? Itu adalah pertanyaan yang dulu selalu membuat saya bingung. Membaca kemasan Thai tea mix saya menemukan bahan-bahan penyusunnya: bubuk daun teh 95%, gula 4%, perasa buatan 0,52%, dan pewarna buatan (INS 110) 0,48%. Nah pewarna inilah yang membuat teh menjadi oranye. Kunci Thai iced tea sedap lainnya selain daun teh yang khusus adalah susu kental manis, dimana-mana di Thailand merk susu kental manis Carnation mendominasi. Susu ini digunakan dalam jumlah banyak di minuman, membuat rasa Thai iced tea menjadi manis dan nendang. Menurut saya menggantinya dengan merk susu kental manis lainnya akan tetap memberikan rasa yang sama, jadi jangan ragu menggunakan brand lain yang banyak beredar di Indonesia.
Rencana awal dimana group 1 dan 2 akan bertemu makan malam di MBK Mall menjadi gagal, karena group 1 masih dalam perjalanan dari Pattaya. Namun akhirnya kami bertemu juga di Asiatique. Saya bahkan tidak sempat untuk bertemu dengan teman-teman di group 1 karena kaki yang mulai lesu dan badan yang terasa remuk. Setelah tenggorokan fresh digelontor dengan segelas besar Thai iced tea, kami kemudian berjalan kembali ke bis. Nah kehebohan dimulai ketika pesan WA group 1 dipenuhi dengan pertanyaan, "Dimana Mbak Mirah? Bagi yang melihat segera minta kembali ke bis. Semua peserta sudah menunggu untuk jalan ke hotel." Mba Mirah masuk ke group 1, jadi tidak berbarengan dengan saya (yang berada di group 2) selama perjalanan di Thailand.
Saya awalnya hanya mengira bahwa dia mungkin telat kembali ke bis karena asyik melihat-lihat toko seru yang banyak berjajar di Asiatique, namun ketika melihat tampang beberapa rekan yang cemas dan sibuk kembali lagi ke dalam mall untuk mencari, saya pun menjadi sedikit panik, apalagi Mbak Mirah tidak membalas pesan WA sebutirpun. Kami menunggu cukup lama dan dibikin jantungan, hingga akhirnya Mbak Mirah muncul sambil tersenyum-senyum santai. "Udah pada nunggu semua ya?" Tanyanya dengan wajah tanpa dosa, sementara beberapa rekan wajahnya mulai gelap karena emosi jiwa melanda. Tobat!
Bis akhirnya tiba di Hotel Season Huamark di pukul sebelas malam, kami pun check in, membersihkan diri, dan bersiap-siap beristirahat untuk menempuh perjalanan besok yang jauh lebih berat namun mengasyikkan yaitu berbelanja di pasar Chatuchak setengah hari penuh dan dilanjutkan perjalanan ke Pattaya. ^_^
Nantikan cerita lanjutannya ya, dan sekaligus saya mengucapkan, "Selamat menunaikan ibadah Ramadhan, bagi rekan-rekan muslim yang sedang menjalankannya. Semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT. Amin."
Berikut resep dan proses membuat Thai iced tea yang super duper mudah ya.
Thai Iced Tea
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 4 porsi
Tertarik dengan resep minuman yang pas untuk berbuka lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Es Ketimun
Es Buah Moro Seneng
Wedang Ronde
Bahan:
- 3,5 sendok makan Thai Tea Mix
- 400 ml air panas mendidih
- 8 sendok makan susu kental manis atau sebanyak yang disuka
- 600 ml susu cair
- 3 sendok makan gula pasir (optional)
- es batu dihancurkan secukupnya
- krim kocok untuk hiasan (optional)
Note: bisa juga dibuat dari daun teh biasa namun perlu diteteskan beberapa tetes pewarna orange agar warnanya serupa. Namun Thai Tea Mix ini juga mengandung aroma buatan yang unik yang tidak ditemukan di daun teh umumnya.
Susu kental manis bisa digantikan dengan susu evaporasi merk Carnation, untuk rasa yang lebih nendang.
Cara membuat:
Rebus air hingga mendidih, matikan kompor. Masukkan daun teh, tutup panci dan biarkan hingga air berubah menjadi coklat. Memerlukan waktu sekitar 5 menit. Saring teh.
Masukkan air teh dan semua bahan ke dalam blender kecuali es batu.
Proses hingga tercampur baik. Cicipi rasanya, jika kurang manis tambahkan susu kental manis atau gula.
Note: Thai iced tea umumnya hadir dengan gelembung busa dipermukaannya, biasanya diperoleh dengan menuangkan teh susu ke dua gelas secara berulang-ulang, mirip seperti pembuatan teh tarik. Dengan blender adalah cara termudah untuk menciptakan gelembung busa tersebut.
Siapkan gelas, masukkan es batu ke masing-masing gelas. Tuangkan teh ke dalam gelas, kucuri dengan sedikit susu kental manis atau semprot dengan krim kocok. Sajikan. Super yummy!
seruu baca cerita nya, ga sabar buat baca cerita selanjutnya.
BalasHapusSelamat menunaikan ibadah puasa, Mba Endang :)
Salam, -Jessica-
Thanks Mba Jessica! Sukses yaa
HapusJarang banget liat mb endang foto penuh he...he..mb kok ceritanya yg ke jwpang ga dilanjutin lg?saya nunggu trs lho.....selamat berpuasa ya mb,semoga sehat selalu...
BalasHapusSaya juga nunggu kelanjutan cerita jalan jalan di jepang nih mba. ��
HapusWakakka, thanks yaa. Iya nih saya kepengen lanjut cerita jalan2 tapi semua lokasi, itinerary lupa semua huaaa. Tobat, kelamaan soalnya
HapusSerasa ikutan mbak endang ke thailand, hahhaaaa
BalasHapusHahaha, thanks Mba Vella.
HapusWah seruuu... aku malah makannya di dlaam MBK gak di situ. Hehehehehe. mba Endang, kalau edit foto pakai pigura itu pake aplikasi apa? Makasih.
BalasHapusWaktu itu gak sempat jalan2 dan explore MBK Mall mba, udah kemalaman hiiks. Edit foto di blog? Tdk pakai aplikasi ya, ada di menu blogger
Hapusokeh sip, sedang diusahakan ya hehehe
BalasHapusNyamm��jadi mupeng...hikzz...mbak endang hrs tanggungjwb nih...ayo donk mbak, segera dicoba ya masak tom yam n salad mangga nya...biar nanti di share...kita2 mah nyontek aja...hahah dian
BalasHapusiyaaa, udah kepikir mau masak tom yam yang spesial. Kalau salad mangga sudah pernah buat disini ya:
Hapushttp://www.justtryandtaste.com/2015/03/salad-mangga-la-thai.html
cuman agak beda sama di Thai wakkakak
Aah seru sekali jalan2nya... Aq blm nemu bubuk thai tea mb... Akhrny aq ganti aja pake bubuk teh tarik sachetan wkwkkw
BalasHapusWakkaka, di sini memang agak susah ya, kalau ada toko buah All Fresh coba cek, saya sering lihat mereka jual ya.
HapusClev berkata...
BalasHapusResep ini yg paling ditunggu mbak endang.. Makasi yah resepnya mbak,
Sesekali klo boleh saran, coba rebus thai tenya dicampur kayu manis sedikit dan daun pekak mbak endang.. Rasanya lebih nikmat aromanya.. Beti lah sama thai tea yg terkenal di mall2 :)) Saya pecinta sejati thai tea maupun teh tarik :)
Halo Mba Clev, thanks sharing dan tipsnya yaa, next time akan saya coba idenya hahahha. Sukses yaaa
Hapusmakasih resepnya mba ...
BalasHapusoh ya beli Thai tea mix dimana ya mba? nyari di minimarket daerah sini gak ada
halo Mba, beli di online shop kaya tokopedia banyak kok, saya juga beli disana.
HapusMba, makasih resepnya,,
BalasHapusKalo Teh nya yg bungkusnya warna merah, rasanya sama gga mba kaya yg warna gold ??
nah saya belum pernah coba yang bungkus merah Mba
Hapus