Sebuah warung donat yang menjual donat kampung bertabur gula halus saya rekomendasikan karena murah, ukurannya jumbo, lembut dan sedap. Nah toko oleh-oleh makanan Betawi, saya lupa namanya, next time jika lewat lagi akan saya update artikel ini, selalu membuat saya penasaran. Toko bercat hijau kebiruan dengan etalase kaca ini selalu buka setiap hari, dan selalu sepi. Saya belum pernah melihat seorang pun berdiri didepan konternya. Hal yang menarik hati adalah poster yang tertempel di dinding toko, berisikan tulisan produk yang dijual antara lain bir pletok, minuman bubuk jahe, bubuk kunyit putih dan aneka minuman tradisional lainnya. Tulisan bir pletoknya inilah yang membuat saya tergoda. Jadi satu hari ketika singgah di warung donat, kami pun tak lupa untuk menjenguk si toko oleh-oleh Betawi ini. Perjalanan singkat yang sama sekali tidak mengecewakan. 😁
Jika dari luar toko ini terlihat sepi, maka bagian dalamnya ternyata jauh lebih sepi. Kami tidak menemukan seorang penjual pun didalamnya! Lima belas menit berteriak-teriak memanggil, hingga akhirnya mengisi waktu dengan berkeliling toko dan mengagumi aneka perabot jadul khas Betawi tak jua membuahkan hasil. Toko ini jelas tak dilengkapi CCTV dan pemiliknya sepertinya berasumsi semua orang yang berkunjung berhati mulia, terbukti dari barang dagangan yang mudah diambil dan dibawa pergi tanpa ada penjagaan. Ketika hampir putus asa dan hendak berlalu, akhirnya si Ibu muncul dari pintu belakang yang ternyata menyambung dengan sebuah rumah terpisah dibelakang toko. Transaksi dilakukan dan saya membeli 3 botol bir pletok dan satu pak minuman bubuk jahe.
Bir pletok yang dijual dikemas dalam botol-botol kecil dengan volume 250 ml, berwarna merah merona dan dingin karena tersimpan di kulkas. Harganya sekitar lima belas ribu rupiah berbotol, lumayan mahal untuk sebuah minuman tradisional. Saya sudah lama mendengar dan membaca mengenai minuman tradisional Betawi ini, bahkan rencana sudah tersusun untuk membuatnya sendiri, jadi pengalaman mencicipi langsung bir pletok buatan orang Betawi asli tentunya menjadi nilai tambah tersendiri. Rasa bir pletok adalah percampuran rempah-rempah yang digunakan, daun pandan dan jahe paling kuat mendominasi. Bagi penyuka rempah seperti saya pasti akan berpendapat minuman ini sedap. Tapi bagi rekan saya, Mbak Fina, yang membenci aroma rempah, termasuk bau bumbu yang terlalu kuat hanya menatap dengan mata horor kala sebotol bir pletok lenyap dalam tempo beberapa detik saja dalam tenggorokan saya.
Bir pletok adalah minuman tradisional masyarakat Betawi yang telah dikenal sejak jaman kolonial Belanda. Konon dulunya minuman ini diciptakan karena seringnya masyarakat di jaman itu melihat orang-orang Belanda 'kongkow' sambil menikmati bir yang mengandung alkohol. Karena alkohol hukumnya haram bagi masyarakat Betawi yang mayoritas beragama Islam maka lantas diciptakan minuman berempah yang berfungsi menghangatkan tubuh dimalam hari tetapi tanpa kandungan alkohol didalamnya. Awalnya minuman ini di buat dengan cara mencampur semua bahan di dalam sebuah batang bambu (bumbung), dikocok hingga terdengar suara 'pletak-pletok'. Dari situlah nama bir pletok kemudian diambil dan dipopulerkan.
Bahan utama untuk membuat minuman ini adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L). Tanaman ini termasuk ke dalam keluarga polong-polongan, berupa pohon berkayu, dan memiliki bunga berwarna kuning cerah. Kayu secang telah sejak lama dibudidayakan oleh penduduk di wilayah India, Asia Tenggara, Malesia, hingga Pasifik, terutama sebagai penghasil bahan pewarna dan juga bahan obat tradisional. Kayu secang memiliki kandungan utama yaitu brazilin, sejenis zat warna merah-sappan, asam tanat, dan asam galat. Brazilin dari kayu secang teruji secara ilmiah bersifat antioksidan, antibakteri, anti-inflamasi, anti-photoaging, hypoglycemic (menurunkan kadar lemak), vasorelaxant (merelaksasi pembuluh darah), hepatoprotective (melindungi hati) dan anti-acne (anti jerawat). Menurut Wikipedia, ekstrak kayu secang juga ditengarai berkhasiat anti-tumor, anti-virus, immunostimulant dan lain-lain. Tentu saja informasi ini perlu didukung dengan hasil riset ilmiah yang seksama dan detail. Secara tradisional, potongan-potongan kayu secang biasa digunakan sebagai campuran bahan jamu di Jawa. Di samping itu, kayu secang adalah salah satu bahan pembuatan minuman penyegar seperti bir pletok dan wedang secang (wedang uwuh) di Jogyakarta.
Dulu kayu secang relatif mudah ditemukan, terutama di daerah pedesaan di Jawa. Kini keberadaannya sudah sangat jarang, bahkan Ibu saya yang biasanya sangat mudah membeli kayu ini di Paron mengakuinya. Kebanyakan penduduk mengambil kayu secang di alam liar secara serampangan, menebang batangnya dan ludes mengambil pohon hingga ke akar-akarnya, tanpa ada inisiatif untuk menanam ulang tanaman yang sudah dibunuh tersebut. Saya sendiri memperoleh kayu secang yang dipergunakan di resep ini dari Ibu yang membawanya dari Paron. Beliau bahkan memesannya khusus dari saudara yang tinggal di dekat gunung semata-mata karena saya memerlukannya untuk resep bir pletok ini. Jika biasanya kita melihat kayu secang dalam bentuk serutan di tukang jamu atau dalam bungkusan jamu rebusan tradisional Jawa, maka kayu yang saya miliki berbentuk gelondongan. Kayu ini super keras, saya harus menggunakan pisau khusus berukuran besar dan tajam untuk mencincangnya menjadi serpihan kecil agar bisa dimasukkan ke dalam panci untuk direbus. Proses itu lumayan tobat saudara-saudara, namun suara pletak-pletok yang ditimbulkan sesuai dengan namanya. 😁
Kandungan kayu secang ini lah yang memberikan warna merah cerah alami khas bir pletok. Kayu ini tidak memiliki rasa spesial, hanya berfungsi sebagai bahan pewarna sekaligus memberikan manfaat kesehatan karena kandungan antioksidannya. Selain kayu secang, bahan lain yang umum digunakan adalah jahe yang memberikan rasa hangat, kayu manis, serai, daun pandan, daun jeruk purut, kapulaga jawa, cengkeh, kembang lawang, lada hitam, mesoyi, cabe jawa dan gula sebagai pemanis. Masing-masing penjual bir pletok memiliki racikan rahasia yang berbeda, namun pada umumnya bahan dasarnya sama yaitu kayu secang, jahe, kapulaga jawa, kayu manis, cengkeh, serai, daun pandan dan gula.
Proses pembuatan minuman ini sangat mudah, semua bahan yang dipergunakan cukup direbus menjadi satu hingga mendidih. Saat itu air rebusan berubah merah dalam sekejap. Ketika sudah mendidih, kemudian rebusan didiamkan agar semua aroma, rasa dan khasiat rempah benar-benar terinfuse ke dalam air, baru kemudian disaring dan ditambahkan gula atau madu sesuai selera. Untuk warna kemerahan yang cantik maka gula pasir, gula batu dan madu lebih disarankan dibandingkan gula Jawa yang akan membuat bir pletok menjadi kecoklatan. Minuman tradisional ini bertujuan untuk menghangatkan tubuh sehingga umumnya diminum hangat, namun kondisi dingin dari kulkas atau tambahan es batu menurut saya justru lebih sedap.
Jika Yaman memiliki Adani tea, dan India memiliki Masala tea yang telah mendunia dan dikenal internasional, maka Indonesia memiliki minuman berempah bernama bir pletok yang sangat berkhasiat dan layak untuk dikenalkan ke mancanegara. Bagaimana menurut anda? 😃
Berikut resep dan prosesnya ya.
Bir Pletok
Tertarik dengan masakan Betawi lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Manisan Kolang-Kaling
Ikan Bawal Kuah Pecak
Sambal Godog Betawi
Bahan:
- 3 buah kapulaga jawa/kapulaga hitam
Cara membuat:
Masukkan semua bahan ke dalam panci, kecuali gula pasir. Rebus dengan api sedang hingga mendidih. Biarkan mendidih selama 5 menit. Matikan api kompor, diamkan selama 10 menit agar semua aroma dan khasiat rempah dan bahan terinfuse kedalam air rebusan. Saring.
Tambahkan gula sesuai selera, sebaiknya gunakan gula pasir, madu atau gula batu agar warna bir pletok bisa tetap merah cerah. Tuangkan ke gelas saji, tambahkan es batu jika suka dingin. Atau simpan bir pletok di dalam kulkas selama beberapa hari. Super yummy!
Sumber:
Wikipedia - Bir Pletok
Wikipedia - Secang
Setuju, mba Endang.
BalasHapusMinuman tradisional seperti ini harus dikenalkan ke mancanegara.
Kalau di sini, kayu yang biasa dicampur ke air dan membuatnya berwarna merah namanya 'lolong'. Mungkin sama dengan kayu secang.
Dulu waktu kecil saya pikir air sirup, tapi ketika diminum tidak ada rasanya, heheheh
Mungkin saya ya Mba Ima, sepertinya kayu ini memang diberbagai daerah dipakai untuk jamu dan minuman tradisional.
Hapusmba.. di jkt kayu secang ada yg jual? ada dmn biasanya ya?? jika ga ada kayu secang apa bisa di skip penggunaannya? thankyou
BalasHapusHai Mba Raisa, mungkin di pasar tradisional ya, saya sendiri belum pernah cari di pasar. Atau di online shop hehehe. Bs diskip Mba, krn kayu ini tdk ada rasanya ya.
HapusWah, pas banget mba endang saya lg suka sekali bikin minuman tradisonal dalam rangka pola hidup sehat, saya suka sekali miniman kaleng yg dingin, sebagai pengganti ya minuman tradisonal ini... Trimakasih resepnya mba, sangat menginspirasi
BalasHapusHai Mba Rizma, yep kudu dihentikan kebiasaan minuman kalengannya Mba, walau saya juga suka buangeeet hahhahah, tapi akhir2 ini sya mati2an stop minum. Tapi kalau stress lagi kumat, bs saya borong berkresek2 itu minuman huaaaa
Hapus