Apakah anda pecinta kucing? Hm, saya tidak, walau bukan berarti saya membenci binatang berbulu berkaki empat ini. Sejak kecil saya tidak terlalu suka dengan kucing, berbeda dengan adik saya Wiwin dan Tedy. Dulu ketika kami semua masih kecil dan tinggal di rumah keluarga di Paron, hampir selalu ada kucing terlantar yang diadopsi keluarga. Tepatnya diadopsi oleh Wiwin dan Tedy. Setiap hari ketika kucing tersebut muncul mereka berdua akan memberinya makanan, hingga akhirnya kucing tersebut selalu datang dan kemudian menetap. Masih segar dalam ingatan saya, ketika kedua adik saya ini berjongkok di depan kucing yang sedang makan di dapur, berceloteh dan mengajak binatang tersebut mengobrol, yang menurut saya kegiatan yang konyol dan membuang waktu. Menurut mereka kucing tersebut sangat lucu dan penurut, bahkan bersedia datang jika dipanggil namanya. Menurut saya, kucing tersebut hanya mengikuti instingnya dan mengasosiasikan namanya dengan makanan yang akan diberikan si tuan. Sepertinya si kucing juga tahu saya tidak begitu menyukainya, terbukti setiap kali saya dekati maka binatang itu akan segera mengacungkan semua cakarnya, dan menyeringai menunjukkan gigi vampirnya yang tajam.
Walau tidak menyukai kucing, hati saya iba juga ketika suatu hari kucing tersebut menghilang. Adik saya, Tedy, yang waktu itu menjadi si bungsu di keluarga dan masih duduk di SD seharian mencarinya dan memanggil namanya di sepanjang jalan di dekat rumah. Ketika hari kedua tidak muncul juga, bocah itu pun menangis seharian dan saya pun ikut menangis juga melihatnya karena teringat dengan ayam piaraan yang pernah mati hanyut di selokan rumah ketika hujan turun super deras. Alm. Bapak kalang kabut jadinya, bahkan menyuruh beberapa orang untuk pergi ke stasiun mencari si kucing. Saat itu saya sendiri bingung mengapa Bapak mencari sampai ke stasiun Paron yang berjarak 1 kilometer dari rumah, belakangan saya baru tahu kisahnya. 😁
Karena si kucing sering sekali mencuri ikan dari dapur, akhirnya tibalah hari dimana kesabaran Bapak habis. Sepiring ikan bandeng nan gurih yang baru saja digoreng Ibu dan sudah ditutup rapi di dapur habis digasak si kucing. Kali ini tiada maaf lagi. Bapak lantas menyuruh Paklik Jumadi, sepupu Bapak yang ikut keluarga kami sejak kecil, untuk memasukkan kucing tersebut ke dalam karung dan membuangnya didekat stasiun kereta. Saat itu Bapak berpikir adik saya tidak akan sesedih itu kehilangan kucing kampung berwarna abu-abu yang sebenarnya tidaklah terlalu lucu. Namun ketika anak laki-laki semata wayangnya, menangis tanpa henti selama seharian, akhirnya beliau kehilangan akal juga dan kelabakan mencarinya. Sayangnya walau sudah seharian si kucing abu-abu tersebut dicari keseluruh pelosok jalan raya Paron, keberadaanya tidak juga ditemukan. Saya baru tahu kisahnya sebenarnya akhir-akhir ini ketika sedang bernostalgia dengan Ibu, dan tertawa terbahak mendengarnya.
Nah masalah kucing ini, akhir-akhir ini menjadi dilema di rumah Pete. Sebenarnya sudah sejak lama, namun beberapa minggu belakangan ini terasa lebih menyebalkan. Beginilah jika lokasi rumah terletak di dekat pasar tradisional, pasti banyak kucing liar berkeliaran. Sebenarnya saya tidak terlalu peduli selama kucing-kucing ini tidak mengganggu, nah yang menjadi masalah adalah ketika mereka mulai membuang kotoran di halaman. Baunya membuat kepala menjadi pening dan sangat mengganggu kala hendak menikmati pemandangan tanaman di taman. Saya terpaksa menyiram tanah tempat si kucing membuang kotoran dengan cuka dan karbol serai sebanyak-banyaknya. Cuka yang berbau asam menusuk konon tidak disukai kucing, ini yang saya baca di internet, dan karbol serai adalah tips dari Mbak Fina, rekan kantor saya yang merupakan pecinta kucing kelas berat. Mbak Fina memiliki 15 ekor kucing kampung yang diadopsinya dari berbagai macam tempat dan masing-masing memiliki nama. Berdasarkan pengalaman saya, cuka cukup ampuh untuk menolak kucing, sayangnya ini hanya sesaat, ketika bau cuka menghilang seiring waktu, maka kucing tersebut pun akan datang kembali dan membuang kotoran di tempat yang sama! Karbol serai terbukti zonk! Karena walau sudah digelontorkan 1 kiter tanpa campuran air tetap saja tempat tersebut menjadi toilet kucing.
Selain masalah diatas, beberapa waktu ini saya dibuat bete dengan bungkusan sampah yang diacak-acak kucing hingga tercerai berai. Sampah rumah tangga seperti kepala ikan, seafood, atau sisa-sisa ayam, tidak pernah saya masukkan ke pot kompos karena selain sangat berbau juga mengundang kucing dan tikus untuk mengacak-acaknya. Nah sampah seperti ini saya masukkan ke kantung plastik, ikat rapat dan gantungkan ke pagar didepan rumah agar bisa diangkut oleh tukang sampah setiap hari Selasa. Pagar rumah yang lumayan tinggi, dengan ujung-ujungnya yang runcing sebenarnya menyulitkan untuk kucing atau hewan lain memanjat dan merobek kantung tersebut. Tapi dua minggu ini, kucing-kucing gahar ini bisa melakukannya dan meninggalkan sampah terkocar-kacir dipagi hari.
Dua ekor kucing kampung liar, berwarna hitam legam dan kuning gonjreng, seringkali saya lihat berkeliaran di sekitar rumah. Kucing domestik seperti ini tidak memiliki rasa takut, bahkan justru melotot balik ketika saya gertak sekencang mungkin. Terpaksa semprotan air selang yang deras beraksi. Sepertinya mereka juga telah memutuskan jika atap rumah Pete adalah istana mereka yang baru. Setiap pagi, siang, dan malam, mereka berkelahi diatas atap dengan suara raungan yang keras. Apesnya genteng-genteng yang menjadi medan perang mulai melorot dan sebuah genting di bagian pinggir atap, jatuh dan pecah. Untungnya atap rumah bisa diakses dengan mudah dari lantai dua, dan weekend kemarin saya pun memutuskan naik ke genteng dan mengeceknya. Beberapa genteng memang bergeser, tapi untungnya tidak terlalu parah kondisinya. Genteng yang pecah terpaksa tidak bisa digantikan karena saya tidak memiliki cadangannya, semoga ketika hujan air tidak merembes masuk ke dalam plafon rumah.
Begitulah permasalahan saya dengan kucing, sepertinya masalah ini juga terjadi di perumahan padat penduduk lainnya. Sayangnya di Indonesia belum ada petugas khusus yang menangkap kucing atau anjing liar yang berkeliaran di jalanan seperti di luar negeri. Belum lagi kesadaran masyarakat yang sangat rendah dengan hewan peliharaan masing-masing, membiarkan kucing-kucing mereka berkeliaran, menjadi liar, kemudian beranak-pinak dengan cepat dan mengganggu kenyamanan umum.
Wokeh saya akhiri curhat tentang kucing, sekarang menuju ke resep soto babat kali ini. Saya jarang memasak babat, mungkin hanya dua atau tiga kali dalam hidup. Kendala utama bukan karena saya tidak suka babat, tetapi karena saya memang menghindari menyantap jeroan sapi dan kurang begitu mahir memasaknya. Babat memang bagian organ dalam yang agak susah dipermak, berbeda dengan hati atau paru. Beberapa pembaca JTT memberikan saran mengenai proses mengolah babat, tips yang paling jitu sepertinya dari Mbak Irma. Menurut pengalaman beliau memasak babat di keluarga, adalah dengan merebus air hingga mendidih, kemudian kompor dimatikan dan babat dimasukkan ke air panas. Tunggu hingga air agak mendingin dan kerok permukaan babat, dengan cara ini lapisan kehijauan yang menempel akan rontok dengan mudah dan babat menjadi putih bersih. Tips ini sepertinya bisa dipraktekkan ya.
Beberapa weekend yang lalu saya begitu ingin menyantap soto babat. Tidak ingin melulu hanya berisi babat maka saya menambahkan irisan daging sapi. Saya sendiri belum pernah mencoba membersihkan babat versi Mbak Irma diatas. Babat agak sulit ditemukan di pasar Blok A, bahkan saya belum pernah melihatnya setelah sekian tahun berlalu-lalang disana. Jadi untuk resep yang menggunakan babat saya akhirnya membeli babat beku yang siap pakai di supermarket. Saya akui babat beku tidak bisa disamakan kualitasnya dengan babat fresh, supermarket umumnya melakukan tindakan 'nakal' dengan merendam babat di air kemudian saat kondisinya basah menyerap air, babat kemudian dibekukan. Cara ini membuat babat terlihat besar dan gemuk potongannya, padahal ketika sudah dicairkan, berukuran sangat kecil dan kempes. Jadi kalau anda bisa menemukan babat yang segar di pasar maka sebaiknya gunakan jenis itu.
Tapi, ada tapinya, babat yang dijual di supermarket memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan proses rebus dan permak, karena sudah berwarna putih bersih. Kita cukup memotongnya menjadi ukuran yang sesuai keinginan dan merebusnya bersama bumbu soto. Membuat soto babat daging sapi ini super mudah, saya menggunakan panci presto untuk mengempukkan daging. Babat yang dijual disupermarket sudah sangat empuk, jadi sebenarnya tidak perlu dimasukkan ke panci presto, satu kesalahan yang saya lakukan dan membuat babat semakin mengecil ukurannya. Bumbu soto pun cukup simple, hanya dimodifikasi sedikit dari soto ayam yang pernah saya posting sebelumnya, sedikit tambahan bumbu ini dan rempah itu, serta santan, jadilah soto babat daging yang sangat sedap.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Soto Babat Daging Sapi
Tertarik dengan resep soto lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Soto Daging Betawi a la Pak Kustandi
Soto Ayam Kampung a la Mbak Ayu
Soto Tangkar
- 100 ml santan kental instan
- 1/4 buah pala
- 3 butir kapulaga hitam
Bahan pelengkap:
- irisan jeruk nipis
- 1 batang daun bawang rajang halus
- 2 batang seledri, rajang halus
- bawang merah goreng untuk taburan
- sambal cabai rawit (rebus cabai rawit hingga lunak, tiriskan, haluskan dan siram dengan kuah soto untuk membuatnya encer)
Cara membuat:
Siapkan panci, masukkan minyak dan panaskan. Tumis bumbu halus hingga harum, tambahkan daun salam, daun jeruk, kapulaga, serai dan lengkuas. Tumis dengan api sedang hingga semua daun bumbu layu dan bumbu matang.
Masukkan babat dan daging sapi, aduk rata dan masak hingga daging berubah pucat dan tidak kemerahan lagi. Masukkan 1/2 bagian air panas, rebus hingga daging empuk.
Masukkan sisa air, gula, dan garam, aduk rata. Kecilkan api, masukkan santan kental, aduk dan masak sambil sesekali diaduk hingga mendidih dan santan matang. Cicipi rasanya, sesuaikan rasa asin dan gula, tambahkan daun bawang. Matikan api kompor.
Note: Jika kuah berkurang selama merebus maka tambahkan air panas, kuah tersisa harus sekitar 1,5 liter.
Siapkan mangkuk saji, tuangkan soto dan isinya. Taburkan daun seledri, bawang merah goreng dan kucuri dengan jeruk nipis. Santap bersama nasi, dan sambal rawit. Super yummy!
hai mbak Endang :)
BalasHapushemmm, ini menu favorit saya, cuman biasa tidak pakai santan, next time sy mau coba resep mbak Endang, sepertinya lebih mak nyusss :) terimakasih mbak Endang, semoga sehat selalu...
Thanks Mba Leni, yep bs skip santan, tapi saya suka santan wakakkakka, kalau gak terlalu kental enak banget mba
HapusSaya pencinta kucing, mba. Di rumah ada dua kucing jantan, si Pare dan Belang.
BalasHapusWakkaka, kita berlawanan Mba Ima
HapusMbak apa kalau membersihkan babat harus sampai putih?
BalasHapusKarena di semarang para penjual nasi goreng babat umumnya babat yang dipakai masih berwarna abu-abu dan enak enak saja, hehehe
Setahu saya, babat putih lebih disukai dibandingkan yang hijau hehheheh, kebanyakan berusaha menghilangkan warna hijaunya mba.
HapusSetau saya untuk membersihkan babat bisa direndam dengan air kapur
BalasHapusyep, cara itu juga bs ya
Hapusdikeroknya pakai apa mba?
BalasHapustiap mampir ksini mesti nyeces dah..
ini aja malem2 malah eksekusi roti cinnamonnya peter yg super susah diulenin pk tangan.. haha tp nekat ah drpd kebayang2 tiap hari.. hiks
skalian mau nanya deh, kan ceritanya lg gila roti nih mba, klo rotinya tanpa margarin/mentega perbedaan sm yg pakai margarin/mentega itu jauh gak sih?
dari rasanya gitu mba..
sm pas uleninnya sm aja apa lebih susah yg tanpa lemak itu?
maksudnya biar gak lebay karbo nya hehe
Bella
Hai Mba, pakai sendok ya.
Hapusroti dengan mentega lebih gurih, seratnya halus, lembut dan rasanya lebih gurih ya. Pakai mentega biasanya awalnya lengket juga sih, tapi basicnya sama saja hahaha, kalau adonan lembek memang agak susah dihandle
Baca cerita kejengkelan mba Endang tentang kucing liar, sy bisa merasakan hal yg sama....
BalasHapusTp kejengkelan sy muncul justru karena skrg sy memelihara kucing. Dulu-dulu sy gak peduli samasekali dan gak pernah terganggu kucing. Paling kalo ada yg ribut2 di atap, sy lempar batu ke arah atap, mrk langsung lari. Tempat sampah sy beri penutup, ya sudah, amanlah...
Setelah sy punya kucing, ternyata sy jadi sering marah dgn kucing liar. Kadang mereka menyerang kucing2 sy, kadang merebut makanan atau minuman. Atau sekedar unjuk aksi yg bikin kucing2 sy jadi ketakutan (ada 8 ekor kucing, semua sy adopsi dari jalanan dan sudah disteril). Kalo kucing2 yg masih kecil, biasanya langsung sembunyi, yg udah dewasa lari sekencang2nya. Tp kucing2 liar ini lebih tangguh, kadang sy pulang kerja, melihat bekas2 luka di kucing2 sy.
Saya yg dulu gak pernah menyakiti hewan, sekarang jadi berubah. Kalo pas sy lihat mereka mengendap2, langsung sy lempar batu, sy semprot air, bahkan sy pukul. Setelah bbrp kali sy hajar biasanya mrk gak pernah dtg lagi. Tapi suatu ketika muncul yg lain lagi. Begitu seterusnya.
Tapi gak semua kucing liar ganas, ada juga yg sangat manis, datang secara baik2 untuk berteman atau nunut makan. Tapi terpaksa sy usir juga, khawatinya kalo dibiarkan, jd krasan dan terpaksa sy harus menambah anggaran (cukup menguras kantong karena kucing adalah hewan karnivora}. Jadi, kucing yg baik pun terpaksa harus sy bentak agar gak kembali.
Ironisnya, niat sy menolong kucing2 agar hidup layak, tapi terpaksa sy harus menyakiti hewan yg lain....
With love, Yulia
Halooow Mba Yulia, wakakkakka kita sama2 bermasalah dengan kucing tapi berbeda cerita. Mba Yulia sama kaya teman saya Fina, dia juga pecinta kucing dan banyak kucing2nya juga di steril. Tapi pernah dia ngamuk2 gara2 ada kucing kampung liar mendekam semalaman di halaman belakang bersama kucing2 betina yang belum di steril, dia lagi stress mikir bebebrapa bulan lagi ketambahan bayi kucing wakkakakk.
Hapussukses yaaa, moga tetap tabah dengan kucing2nya, hehehhe
Hallo mba endang, waaah ini resep yang saya tunggu nih, iya soto babat, soto kesukaan suami yang kalo makan soto ini bisa kalap, saya mau coba buat tapi ada beberapa yang ingin saya tanyakan
BalasHapus1. Kalo masak kuah sama babt nya terpisah bisa tidak ya mba? Maksudnya seperti di warung soto2 gitu kan suka dipisah,
2. Bisakah babat nya saya rebus pakai presto tanpa kuah nya mba kalo saya beli babat nya di pasar tradisional? Pakai bumbu apa ajakah mba saat merebus babat nya biar ga bau?
3. Kalau kapulaga hitam diganti dengan kapulaga putih bisa ga mba? Berpengaruh ga ke rasa yang dihasilkan?
Terima kasih mba
Hai Mba Eva, berikut jawaban saya ya:
Hapus1. yep bisa2 saja Mba, sebainya babat dimasak bersama bumbu kuahnya kalau babat sudah empuk, angkat, goreng dan dipotong2, jadi terpisah dr kuahnya.
2. Bisa Mba, saya sudah berikan tips merebus babat di artikel, bumbunya biasanya salam, lengkuas, jahe, daun jeruk, supaya babat berkurang baunya
3. bisa pakai kapulaga putih mba,mirip aromanya ya.
salam