Belimbing wuluh didepan rumah sedang berbuah lebat, walau pohonnya kurus kering karena akarnya yang kurang kuat, namun tanaman ini selalu berbuah tanpa mengenal musim. Setiap waktu selalu ada sekitar 20 hingga 30 buah bergantungan. Sebagian besar jatuh berguguran di tanah, namun sebagian lagi masuk ke freezer dan saya bekukan untuk persediaan. Sayangnya stok belimbing beku saya luar biasa banyak, dan walau sebenarnya buah ini bisa dikeringkan menjadi asam sunti, saya tidak melakukannya karena persediaan asam sunti di kulkas pun 'segambreng'. Nah minggu lalu, tak ingin melihat belimbing wuluh terbuang mubazir saya pun lantas mengeksekusinya menjadi asem-asem daging buncis dengan cabai hijau yang resepnya diposting kali ini.
Tak terhitung sudah berapa banyak resep sejenis pernah saya hadirkan di blog, anda mungkin juga bosan melihatnya terus bermunculan. Namun hidangan berkuah dengan rasa asam, gurih, asin, pedas dan hijau seperti ini selalu menjadi favorit saya. Cabai hijau dihidangan berkuah menurut saya terasa lebih sedap dan menggiurkan dibandingkan versi merahnya. Jadi jika resep sejenis sering bermunculan di JTT namun dengan protein yang berbeda-beda maka sebenarnya menu ini serupa tapi tak sama. Dan bagi anda yang berminat hendak membuat asam sunti sendiri, silahkan klik link artikel disini ya.
Beberapa waktu belakangan ini, hidup saya dipermudah dengan kehadiran sebuah truk pick up berisi sayuran di pasar Blok A. Penjualnya adalah anak-anak muda yang menjual segala macam jenis sayuran seperti buncis, kentang, kol, brokoli, terung, wortel, dan aneka bawang-bawangan dan cabai, kecuali sayuran berdaun hijau seperti bayam, sawi atau kangkung. Mereka menjual sayuran dalam partai besar, harganya jauh lebih murah dibandingkan penjual lainnya dan kondisinya pun fresh. Sejak truk pick up itu mangkal disisi pasar, maka saya berhenti membeli sayuran di supermarket. Harga sayur di pasar memang lebih rendah, namun jika sedang sale maka supermarket bisa menjual sayuran tertentu dengan harga super duper murah bahkan lebih murah dibandingkan di pasar.
Hal yang membuat saya 'ilfil' jika berbelanja di pasar adalah beberapa penjual di pasar, terutama Ibu-Ibu terkadang super galak ketika sayurannya dipilih. Beberapa memasang tampang 'jutek', bahkan saya pernah dibentak hanya gara-gara memilih tumpukan sawi dengan kata-kata, "Semua sama Mbak! Nggak perlu dibalik-balik sawinya," yang membuat saya berhenti membeli di Ibu tersebut selama-lamanya. Beberapa penjual lainnya memiliki habit suka memaksa, "Wortelnya sekilo saja sekalian Mbak, masa cuman setengah kilo, sedikit sekali," dan sebelum saya bisa mencegah si Ibu sudah menimbang sekilo wortel dan membungkusnya. Saya bukan tipe pembeli cerewet, jarang menawar, karena apa artinya seribu perak dan waktu saya menjadi terlalu lama di pasar jika setiap item ditawar bukan? Tapi jika penjual 'jutek' atau suka memaksa seperti ini membuat feeling menjadi bad dan akhirnya saya tidak kembali lagi.
Nah anak-anak muda yang menjual sayuran di truk sangat menyenangkan, mereka tidak peduli kita memilih setiap batang buncis hingga 'njlimet', atau setiap butir bawang merah untuk memenuhi sekantung plastik ukuran 1 kilogram. Mereka bahkan memiliki beberapa harga untuk jenis sayuran yang sama, "Buncis yang ini sepuluh ribu, kalau mau yang lebih bagus dua belas ribu. Silahkan pilih," dan jika sudah seperti ini tak heran jika pembeli berjubelan disisi truk pick up sementara penjual sayur lainnya terlihat sepi. Terkadang saya kasihan juga dengan pedagang sayur lainnya tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, jika ada penjual yang lebih friendly, murah, dengan kualitas barang yang oke maka siapapun pasti akan beralih kesana.
Terus terang saya sangat mendukung pedagang kecil dan petani lokal. Saya bahkan sering kali berkhayal andai saja suatu hari nanti ada sejenis 'farmer's market' diadakan di pusat kota di setiap weekend seperti kota-kota di Eropa atau U.S. Betapa mengasyikkannya! Petani lokal dari sekitar Jakarta berkumpul di sebuah lapangan di pusat kota dalam kios-kios bertenda dan menjual semua produk segar seperti buah dan sayuran lokal, madu, ayam dan daging segar, dan aneka produk olahan. Seperti ketika saya berkunjung ke Oldenburg, sebuah kota di Jerman beberapa tahun yang lalu. Para petani di daerah sekitar berkumpul di sebuah taman di pusat kota yang dikelilingi kafe-kafe kecil yang cantik, dan menjual buah segar seperti aneka berries, sayuran, dan produk olahan seperti sosis, roti, es krim dan buah kering. Pembeli berjubelan dan duduk di kursi-kursi didepan kafe sambil menikmati udara yang nyaman. Rasa-rasanya saya sanggup duduk disana seharian penuh dan hanya melihat-lihat saja. 😁
Farmer's market di Oldenburg, Jerman |
Wokeh kembali ke resep asem-asem daging buncis dengan cabai hijau. Membuat masakan ini sangat mudah, semua bumbu cukup dihaluskan dan ditumis sebentar. Agar cepat empuk maka saya masukkan tumisan bumbu dan daging sapi ke dalam pressure cooker dan masak selama 25 menit saja. Beberapa tips mengempukkan daging seperti merendam dalam parutan nanas, buah kiwi, atau membungkus daging dengan daun pepaya, bisa dicoba, tapi jika semua bahan pengempuk itu tidak ada ditangan maka panci tekanan tinggi sangat menghemat waktu dan bahan bakar. Slow cooker juga bisa digunakan untuk mengempukkan daging, jadi cukup tumis sebentar semua bumbu di wajan di kompor, masukkan tumisan bumbu dan potongan daging di dalam panci slow cooker, serta sedikit air, dan masak di posisi 'high' selama 4 - 5 jam. Hasilnya akan sama seperti kita memasaknya di panci presto dimana daging berubah menjadi super empuk.
Untuk rasa asam, saya menggunakan belimbing wuluh, jika tidak ada bisa menggunakan air asam, tomat hijau, air jeruk nipis atau cuka masak. Satu hal yang saya suka jika menggunakan belimbing wuluh adalah rasa asam yang berbeda, dan jika menginginkan rasa yang lebih asam maka beberapa butir belimbing yang telah lunak terebus bisa dihancurkan hingga tercapai rasa asam sesuai selera. Selain buncis, maka sayuran lain yang juga tepat digunakan adalah daun melinjo, brokoli, sawi putih atau kol. Menu ini fleksibel artinya gunakan imajinasi anda untuk melakukan modifikasi, saya yakin apapun perubahan yang dilakukan akan membuat hidangan ini tetap lezat.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Asem-Asem Buncis Daging Sapi Cabai Hijau
Tertarik dengan resep berkuah asam lainnya? Silahkan klik link resep dibawah ini:
Asam Keueng Aceh
Penang Asam Laksa
Sayur Goreng Asem
Bahan:
- 8 buah cabai hijau keriting, potong ukuran 2 cm
- 1/2 sendok makan garam
Masukkan semua bumbu halus kedalam gelas blender kecil (dry mill), tambahkan sedikit air agar pisau blender bisa berputar dengan baik. Proses bumbu hingga halus.
Siapkan panci, saya menggunakan panci bertekanan tinggi (pressure cooker), panaskan 1 sendok makan minyak dipanci. Masukkan daging, aduk dan masak dengan api sedang hingga permukaannya kecoklatan. Tuangkan 2 sendok makan minyak, masukkan bumbu halus, serai, jahe, lengkuas dan daun salam, aduk dan tumis hingga bumbu harum, matang dan warnanya berubah menjadi gelap. Menumis bumbu hingga matang juga membuat kuah tidak getir.
Tuangkan 1/2 bagian air, tutup panci hingga terdengar suara klik tanda penutup panci terkunci dan tertutup dengan benar. Masak dengan api sedang hingga terdengar suara desisan uap keluar dari katup uap di permukaan tutup panci. Kecilkan api kompor, teruskan memasak hingga 20 menit. Matikan kompor, biarkan uap air habis dari dalam panci dan terderngar suara klik tanda kunci penutup panci terbuka.
Buka penutup panci. Masukkan buncis, belimbing wuluh, dan cabai hijau, aduk dan masak hingga layu. Tambahkan air, garam dan gula, masak hingga mendidih dan buncis matang. Hancurkan sebagian belimbing wuluh dengan punggung sendok hingga kuah mencapai tingkat rasa asam yang pas sesuai selera. Saya menghancurkan hampir setengah bagian belimbing wuluh. Aduk rata, cicipi rasanya, sesuaikan rasa asin dan manisnya. Angkat dan sajikan panas-panas. Super yummy!
Saya juga kalau bisa selalu berusaha membeli produk lokal sama penjual kecil di pasar. Tapi kalau penjualnya tidak ramah atau suka maksa-maksa, saya pasti tidak akan belanja di situ lagi.
BalasHapusOh iya, mba Endang buat sirup belimbing wuluh aja kalau belimbing wuluh mba Endang masih ada banyak. Saya sendiri belum pernah minum apalagi membuatnya, tapi siapa tahu mba Endang berniat membuatnya.
Hai Mba Ima, yep setuju, jaman sekrg gak model lagi jualan galak2 ya.
HapusBisa dibuat sirup belimbing mba, tapi ntar minum gula, hiks, saya menghindar gula hehhehe
cuaca yg hujan terus dan menyantap asem daging ini maknyus sekali mba... bakal aku coba nanti...
BalasHapusbtw resep bir pletok dari mba endang sudah sy eksekusi.. rasanya mantap mba.. hangat di tenggorokan, meskipun minumnya pakai es batu.. suegerrr... thanks bgt resepnya, bakal sering2 buat bir pletok nih ^^
Hai Mba Raisa, thanks sharingnya yaa, senang resepnya disuka. Mmg hujan2 enaknya makanan berkuah yaa heheheheh
HapusMbak Endang...gak kangen bikin roti tah?cobain bikin roti tawar yang motif leopard,ato jerapah mbak...seru deh
BalasHapusNur_padasan
Hai Mba Nur, hahaha sedang nggak mood bikin roti Mba.
HapusWakakak, persis seperti saya. Kalau udh kena pelayanan buruk seketika saya menjadi dosen yg paling kejam dg memberikan nilai E dalam hal pelayanan. Tapi menurut saya juga berbanding lurus dg daya beli masyarakat yg turun mbak, ya mau gimana lagi. Tapi ya tetep "pelayanan buruk adalah pelayanan buruk".
BalasHapusO iya mbak, sy pernah dulu bikin asam sunti cuma kok gagal alias susah bgt keringnya, apa asam sunti itu harus kering atau agak basah seperti asam jawa?
Yep memang kondisi ekonomi lesu, masyarakat lagi malas belanja, kalau mau belanja juga onlen saja hehehe.
HapusAsam sunti harusnya kering, supaya bs di simpan lama, tdk kering bs karena kurang lama penjemuran atau kurang garam
Di kampung saya ssh bgt nyari belimbing wuluh,bahkan d pasar jg ga ada huhu....pdhl asem asemnya kliatan maknyos bgt tuh mba 😁😊
BalasHapusDi pasar memang susah Mba, karena itu saya bela2in nanam, soalnya kalau perlu sewaktu2 ada hehhehe
HapusMba, kalau dimasak tanpa panci presto butuh waktu berapa lama?
BalasHapussampai daging empuk mba, tergantung kualitas daging dan besar kecilnya api ya
HapusAku udah coba ini Mba Endang, seger deh.. karena ga punya belimbing wuluh, saya pake asam cikala, asamnya orang Medan. Seger juga Mba.
BalasHapuswuiih asam cikala seger, aroma dan rasanya! ngilerr
Hapus