Jika ada buah dengan banyak kisah dalam hidup saya, maka mangga masuk dalam peringkat pertama. Saya bahkan bisa menuliskan sebuah novel tipis yang berisikan mengenai cerita saya dan mangga saking buah ini meninggalkan banyak kisah suka dan duka. Dulu ketika keluarga saya masih tinggal di Tanjung Pinang, tepatnya didaerah bernama Batu Dua, seorang tetangga dengan halaman yang super luas memiliki beberapa pohon mangga tua. Salah satu pohonnya, saking tuanya memiliki batang kekar dengan diameter cukup lebar dan tumbuh tinggi menjulang. Ketika sedang musim, buah-buah ranumnya yang bergelantungan susah untuk diraih bahkan dengan galah terpanjang sekalipun, akibatnya si pemilik tidak pernah memanen buahnya.
Setiap pagi, tepatnya subuh, pekerjaan saya yang utama sebelum bersiap-siap berangkat ke sekolah yang terletak di sebelah rumah adalah mengecek halaman si tetangga, apakah ada buah mangga yang jatuh tergeletak dibawah pohon. Terkadang satu atau dua buah ranum jatuh di tanah yang keras, dan percayalah tidak ada mangga yang lebih sedap selain mangga mengkal masak pohon yang baru saja jatuh dari pohonnya.
Satu hari di pagi buta, saya sudah berlari ke rumah tetangga sebelah. Pekarangan rumah kami dan rumah tetangga tidak dibatasi pagar sama sekali, terbuka, dan membuat siapapun bisa leluasa berjalan-jalan di halaman yang luas. Hati saya berdoa semoga ada sebuah mangga ranum tergeletak di bawah sehingga saya bisa pulang dengan perasaan senang dan dengan bangga menunjukkannya ke Ibu di rumah. Pagi masih sedikit gelap, titik-titik air di udara menggantung dalam bentuk kabut yang cukup tebal, memenuhi pekarangan dan menyulitkan saya untuk melihat dalam jarak lebih dari 10 meter. Bagi bocah cilik lain, pasti terasa mengerikan berjalan dalam gelap di halaman yang penuh dengan pepohonan yang meraksasa, tapi saya sama sekali tidak merasa takut. Sejak kecil, alam selalu membuat saya merasa happy dan tenang. Berjalan diantara pepohonan, sela dedaunan dan rumput lembut dibawah kaki memberikan sensasi damai yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.
Baru berjalan selama lima menit, saya mendengar suara 'gedebuk' yang cukup keras. Hati saya berteriak gembira, dan kaki ini segera terbang ke jalan kecil yang terletak di sisi pohon. Jalan berbatu ini menghubungkan halaman rumah kami dan tetangga dengan jalan besar di depan kompleks TNI AU, tempat Bapak bekerja. Rumah kami memang terletak di sebuah bukit di belakang kompleks markas tentara tersebut.
Saya tahu suara 'gedebuk' keras itu adalah mangga yang jatuh, dan dari suaranya yang dahsyat bisa ditebak buah tersebut berukuran besar. Gelapnya jalanan dan pekarangan membuat saya cukup kesulitan mencarinya. Kala sedang sibuk memelototi jalanan, sayup-sayup saya mendengar langkah kaki diseret yang berjalan mendekat. Perlahan kesadaran mulai merambati diri, betapa sepinya jalanan dan pekarangan tersebut, dan betapa gelapnya. Andai terjadi sesuatu pada saya maka berteriak sekencang apapun tidak akan ada seorangpun yang datang menolong, karena jauhnya jalan dengan rumah tetangga, apalagi rumah saya. Jantung mulai berdegup kencang penuh rasa takut, langkah kaki diseret itu semakin mendekat dan arahnya jelas menuju ke posisi saya berdiri. Di tengah rasa panik mendera, saya pun berjongkok di samping batang besar pohon mangga, diantara sesemakan yang cukup rimbun dan diam disana selayaknya patung. Pemilik langkah kaki tersebut adalah seorang pria setengah baya yang berjalan terhuyung-huyung mabuk dengan sebuah botol ditangan. Susah payah dia berjalan menyeret kaki yang seakan seberat barbel puluhan kilogram. Boro-boro sadar dengan sekelilingnya, saat itu dia tampak siap ambruk dalam hitungan menit.
Ketika pria tersebut sudah menjauh, nafas yang tertahan sejak tadi akhirnya berani saya hembuskan. Dasar anak kecil, saya segera kembali mencari mangga incaran! Sinar matahari yang mulai menyembul membantu menemukan si mangga yang tidak jauh tergeletak. Mangga tersebut berukuran besar, mengkal, ranum dan sama sekali tidak terlihat memar atau busuk. Ketika tiba dirumah, saya sama sekali tidak menceritakan pengalaman mendebarkan yang baru saja terjadi ke Ibu dan saudara di rumah. Ibu pasti akan melarang saya mengeksplorasi halaman tetangga untuk mencari mangga di pagi buta di kemudian hari. Sebenarnya, mangga tersebut adalah mangga terbaik yang pernah saya temukan karena di esok-esok harinya tidak ada penemuan semantap itu. 😁
Kembali ke resep manisan mangga dengan lemon cui yang saya posting kali ini. Manisan sejenis sempat booming beberapa waktu yang lalu, tidak menggunakan buah mangga melainkan rambutan yang manis. Beberapa vendor menjual manisan rambutan dalam lemon cui ini dan harganya tobat mahalnya, mengingat bahan yang digunakan hanya rambutan (yang kalau sedang musim sangat murah harganya), dan air jeruk lemon cui. Nah lemon cuinya inilah yang memang agak susah ditemukan, terkadang supermarket menjualnya setiap hari, terkadang tidak pernah ditemukan di pasaran berhari-hari. Kebetulan minggu lalu saya memperoleh sebungkus jeruk ini dari toko buah di sebelah kantor, plus mangga Indramayu yang sedang pas mengkalnya. Mangga tersebut tidak terlalu matang, tekstur dagingnya masih keras, dengan sedikit rasa manis dan asam.
Membuat manisan mangga dengan lemon cui ini super duper mudah, semua bahan cukup diceburkan menjadi satu, aduk rata dan simpan di kulkas agar dingin. Saya menambahkan butiran biji delima, oleh-oleh adik saya beberapa waktu yang lalu. Buah lain yang bisa digunakan tentu saja tidak terbatas, jika anda hendak menggunakan rambutan maka cari buah yang mudah dikupas dari bijinya, sehingga kuah manisan mampu meresap dengan baik ke daging buah.
Kunci membuat manisan seperti ini adalah balancing rasa asam, manis dan asin. Karena jeruk lemon cui memberikan rasa asam yang kuat maka porsi gula terpaksa diberikan cukup banyak. Takaran di bawah yang saya berikan bisa disesuaikan dengan selera, termasuk juga berapa banyak cabai rawit yang hendak dipakai. Jika menghendaki manisan yang agak berkuah maka tambahkan porsi air di resep, saya sendiri menyukai manisan dimana buah yang digunakan mampu terendam dengan baik namun tidak terlalu berair.
Manisan ini tahan selama 4 hari di chiller kulkas. Rasanya segar dan pas disantap ketika cuaca sedang panas-panasnya. Berikut resep dan prosesnya ya.
Manisan Mangga dengan Lemon Cui
Resep hasil modifikasi sendiri
- 1 buah mangga Indramayu yang mengkal, iris tipis
- 20 buah jeruk lemon cui, belah menjadi 2 bagian dan peras airnya
- 3 sendok makan biji delima merah, optional
- 4 buah cabai rawit merah, iris tipis
- 4 sendok makan gula pasir
- 1 sendok teh garam
- 150 - 200 ml air dingin
Note:
Lemon cui bisa digantikan dengan air jeruk keprok (jeruk medan, mandarin) atau sunkist. Tambahkan 2 sendok makan air jeruk nipis atau jeruk lemon untuk rasa asam.
Cara membuat:
Siapkan mangkuk atau stoples kaca yang memiliki tutup. Masukkan semua bahan, kocok atau aduk hingga rata. Simpan di kulkas selama minimal 2 jam. Santap selagi dingin. Super yummy.
Note: lemon cui sangat asam rasanya, sesuaikan garam dan gula sesuai selera.
Wah, saya setuju tuh kalau mba Endang bikin novel. Sangat berbakat soalnya dan jujur, saya bahkan lebih suka cerita mba Endang daripada resep JTT.
BalasHapusDuh, mangga lagi, mangga lagi. Tempo hari sudah ngiler abis waktu liat foto mangga di resep Mango Slushie. Trus, beberapa hari kemudian beli mangga, tapi ampun deh, kecut habis. Mungkin belum mengkal udah dipetik sama yang punya mangga. Hari ini liat mangga lagi, huaaaa...., saya pengen makan manggaaaaa.
Hai Mba Ima, wakakkak masalahnya membuat novel membutuhkan waktu dan konsetrasi berat yaa, dan saya mudah bosan hiks.
HapusMangga memang gampang2 susah, tapi bbrp waktu ini saya beli mangga dapat yang oke2 banget. Sedang beruntung keknya heheheh.
Ngiler ngeliatnya, Mba Endang saya penasaran sama manisan yg di jual di toko cemilan yg di toples itu bisa awet walau di simpen di suhu ruang kira - kira pake apa ya.
BalasHapusLis
Hai Mba Lis, di toko manisan sudah pasti pakai pengawet Mba, karena kalau mau awet di suhu luar tanpa pengawet kudu pakai gula yang banyak.
Hapuswah sedapnya ini mba Endang, lihat manisan yang mba Endang buat ini jadi menelan ludah he he he.. sukses bikin ngiler mba..
BalasHapusHai Mba Monic, yep seger banget Mba, hehehe
HapusMbak sebelumnya salam kenal ya mbak..prolog n rangkaian kata2 mbak Endang berhasil membuat saya menonton kenangan Mbak Endang waktu kecil...menghanyutkan...dipanjangin dong mbak ceritanya kok singkat bgt...?bacaan favorit mbak Endang apa yaa?#resep kali ini gahmpiil bgt mbak..sueger jg nih
BalasHapusNur di padasan
Salam kenal Mba Nur, thanks yaaa, senang cerita2nya disuka, mau panjangin ntar jadi novel Mba wakakakak, yang baca bosan.
HapusSaya suka resep gampang, secara malas banget terlalu lama nguplek didapur kan ya hehhehe
Mba endang, resep manggis sticky rice seenak di Thailand, pleeaasee
BalasHapusWah iyaa, udah lama pengen bikin, ntar kalau nemu beras ketan yang oke ya hehee
HapusMbaa endaang puitis bgt siih ^_^
BalasHapusShoffwa
wakakakak, iya nih, kalau cerita masa lalu suka mellow wkakaka
HapusBaru tau namanya lemon cui mba hhehehe ditempatku nyebutnya jeruk sambal gitu doang,,banyak bgt disini sampe kk yg tinggal di jakarta juga kalo pulkam pasti bawa itu buat stok dia disana heheheh
BalasHapusIya, banyak yang sebut jeruk sambal, tapi sering salah kaprah ntar sama jeruk limo, di jakarta tukang gado2 pakai jeruk limo, ukurannya hampir sama, agak pipih, asam dan airnya kurang banyak.
HapusWah, mbak, kita punya pengalaman masa kecil yang hampir sama. Dulu habis Subuh ibu suka mengumpulkan mangga jatuh dari kebun tetangga. Pernah juga waktu liburan sekolah pas musim angin kencang, denger suara mangga pada jatuh, anak-anak langsung heboh lari ke kebun itu munguti mangga jatuh...seruuu....wkwkwkwkwk. Salam, Heni
BalasHapusHai Mba Heni, wakkakakka samaa, ini nasib gak pernah punya pohon mangga sendiri, hiks.
HapusKami sering bikin mbak pakai pepaya hahahha murah meriah. Kalau kami menyebut lemon cui itu jeruk kesturi.....
BalasHapusWong mabuk e kuwi lho mbak...serrreeeeemmmm......
Salam,
Ina
Hai Mba Ina, wah saya belum pernah coba pakai pepaya muda, kalau pepayanya mengkal enak juga mba. Thanks sharingnya yaa
HapusAssalamualikum mba endang..
BalasHapusYg selalu bikin saya penasaran tiap kali buka blog jtt itu..ya cerita pembukanya mba..emng beda ya,orang yg suka baca buku sama yg males baca buku.
Saya suka sama cerita2 mba endang, pemilihan kata nya oke sehingga mudah dimengerti untuk beberapa kata yg "njlimet" bisa dibeberkan dengan jelas .seperti salah satu cerita mba endang saat libran ke jepang..btw knp ga ada lanjutan nya lagi yak?��
Trims
Walaikumsalam Mba Ayu, wakakkak iyaaa, yang Jepang itu gara2 saya lupa semua sama daerah yang dikunjungin saking udah lama, mau ditulis ulang kok jadi bingung sendiri. ini pengalaman, next time kalau jalan2 kudu ditulis daerah2nya dan pengalaman seru disana. hikss.
Hapusthanks yaaa
Oh.. Bukan jeruk limo ya mba? Kirain aku ini jeruk limo kayak di tukang gado2..
BalasHapusBukan Mba, ini biasa disebut juga jeruk kesturi medan ya.
HapusHolla mbg endang, mbg klo buahnya di ganti sm pepaya mengkal ato bengkonag enak ga ya mbg, kbetulan ad pepaya di smping rmh mbg,nak eksekusi mumpung sabtu, trus mBg sy prnh mkn sejenis manisan di taburin kcg goreng, kira2 ini dtaburin kacang goreng cocok ga ya mbg, kwkkwkwkwkkw, maaci mbg endang
BalasHapus-fika, batam-
hai Mba Fika, pakai pepaya mengkal kayanya oke ya, saya belum coba tapi salad pepaya Thailand som tum enak banget. Pakai kacang goreng tumbuk kaya rujak, menurut saya sesuai selera ya.
HapusZaman dulu anak2 memang pemberani...subuh2 cari asem, mangga, jamur di kebun2, ke kali juga
BalasHapusiyaaaa, jaman dulu kok aman2 saja ya, gak pernah denger aneh2, jaman sekarang ngeri banget anak2 berkeliaran mba.
HapusMba, di halaman rumahku ada 1 pohon jeruk cui. Aku nyebutnya jeruk asem. Walau umurnya uda 12 tahun, tetep ga brenti berbuah. Kalo masih butuh, aku bisa kirim. Resep2 mba endang sangat membantu sekali buat aku. Thank you ya.
BalasHapusThanks Mba Fifi, memang jeruk jenis ini kalau sudah tumbuh baik berbuah terus2an. Thanks offeringnya Mba, tidak perlu ya, saya jarang2 pakai jeruk ini. Thanks yaaa
Hapus