Saya bukan pecinta hewan, kecuali ikan hias yang dulu pernah dipelihara di akuarium. Ikan mas koki mulai dari seukuran ibu jari menggendut hingga sebesar telur ayam. Sayangnya enam ekor ikan mas tersebut tewas ketika ditinggal pulang kampung, gara-gara mesin aeratornya mati. Tapi saya bercita-cita suatu hari nanti, ketika memiliki rumah dengan pekarangan yang cukup besar, akan memelihara ayam. Membayangkan memproduksi dan menyantap telur ayam kampung sendiri terasa amazing. Urusan memelihara hewan ternak sebenarnya bukan ide baru, dulu ketika tinggal di Paron, nenek saya selalu memiliki beberapa ekor ayam kampung untuk dipelihara. Ayam-ayam tersebut tidak memiliki kandang dan tidak juga terperangkap didalam halaman. Istilah sekarang mereka hidup free range. Makan makanan organik, bebas hormon dan segala macam antibiotik yang saat ini disuntikkan ke ayam ternak.
Satu hari, nenek saya berbaik hati memberikan kami dua ekor anak ayam, saya lupa nama-nama mereka. Memiliki hewan peliharaan kesayangan memang memunculkan rasa haru-biru didada, terutama jika makhluk tersebut tak muncul kala sore hari menjelang. Karena free range, si ayam bisa berkelana kemana pun dia hendak pergi. Satu sore ketika hujan deras menghantam Paron, dan air selokan disamping rumah meluap ke jalanan, dua ayam tersebut tak kembali pulang. Saya dan adik saya, Wiwin, berbasah kuyup didalam derasnya hujan mencari mereka, berteriak-teriak dikeremangan senja namun hingga malam menjelang tak jua ditemukan. Saya patah hati, begitu sedihnya kenangan tersebut hingga kini masih kuat terekam dalam ingatan.
Berbicara tentang perhewanan, sudah beberapa hari ini saya curiga dengan kucing gendut yang sering bermalam di teras rumah Pete. Kucing berwarna putih dengan bercak hitam tersebut hidup liar dipemukiman penduduk, makan dari sisa-sisa makanan ditempat sampah. Kucing di sekitaran komplek rumah memang tak terhitung banyaknya, apalagi karena lokasinya yang berdekatan dengan pasar tradisional. Kucing putih tersebut jelas sedang hamil, dan saya was-was membayangkan anak-anaknya yang akan menambah populasi kucing liar di seputar rumah. Kucing bukanlah hewan favorit saya, dan setiap kali melihat mereka muncul dipekarangan saya akan menyemprotkan air melalui selang panjang dihalaman.
Sialnya, ketidaksukaan saya dengan hewan ini diganjar dengan anak kucing yang mendekam nyaman dirak pot diteras. Sejak tiga hari ini saya selalu heran dengan susunan pot-pot plastik kosong yang berserakan kala setiap pagi membuka pintu rumah. Saya mengira ulah tikus yang memang bersarang digot, namun weekend lalu saya mencium aroma kucing walau makhluknya sendiri tak tampak. Tadi malam saya menemukan tiga ekor anak kucing berwarna putih berbecak hitam bersembunyi dibelakang pot-pot tersebut dan mendesis kala didekati. Ibu mereka mungkin sedang melanglang buana mencari makan atau mencari pejantan baru. Saya biarkan mereka disana, berpikir kucing-kucing kecil tersebut akan pergi ketika pagi menjelang, seperti hari-hari sebelumnya, namun betapa shocknya saya ketika tadi pagi masih menemukan mereka mendekam dibelakang pot!
Tubuh tiga anak kucing ini begitu kurus, lemah namun tetap sangar dengan desisan mengancam dan cakar yang maut. Tahu apa saya tentang kucing? Nothing! Otak dikepala saya sudah memberikan perintah, "Ambil sapu dan usir mereka!" Tapi melihat tubuh yang terlihat gemetar dan fragile membuat hati ini tak tega. Saya kembali masuk ke dalam rumah, mengambil sebuah mangkuk dan menuangkan susu cair kedalamnya. Well, bukankah film-film sering mempertontonkan kucing yang sedang minum susu bukan? Tiga anak kucing ini masih bayi dan sepertinya mungkin tidak berminat dengan roti jadi semangkuk susu adalah solusi kepepet saat itu. Saya sodorkan mangkuk susu kedekat rak kayu, bukannya menyerbu cairan itu seperti di film, mereka justru menatap balik dengan mata biru keabu-abuan dan mendesis mengerikan, "Sssssss!" Saya hampir meloncat setinggi plafon. Swear, saya paling anti menyentuh dan mendekati kucing apalagi jenis yang liar. Bayangan segala macam virus dan penyakit aneh yang menyertainya berkecamuk dikepala. Sambil berjalan pergi ke kantor saya berdoa semoga si Mama kucing segera membawa anak-anaknya pergi. Mangkuk susu itu tetap saya letakkan disana, berharap mereka mengerti dan meminumnya. Semoga.
Wokeh, menuju ke resep brownies, makanan satu ini memang tidak ada matinya dan variannya pun segambreng. Nah brownies ini menggunakan resep dasar adonan yang pernah saya share dulu ketika awal baking tahun 2010. Saya menggunakan resep dari website Joy of Baking, hingga kini website ini tetap menjadi acuan untuk resep jitu anti gagal dengan step-step yang jelas. Jika anda menginginkan resep brownies super mudah, tinggal aduk dan tanpa bahan pengembang sama sekali maka adonan brownies dibawah bisa dicoba. Tekstur brownies padat, fudgy walau tidak terlalu chewy seperti brownies a la Starbucks yang resepnya pernah saya share disini. Adonan dasar brownies ini bisa dikombinasikan dengan tambahan kacang-kacangan cincang, buah kering atau choco chips untuk rasa yang lebih bervariasi.
Seperti biasa, jangan aduk adonan terlalu berlebihan, karena akan membuat tekstur brownies keras. Adonan sangat lengket dan padat, mungkin sedikit susah diaduk, tapi tidak perlu khawatir, memang seperti itu teksturnya. Komposisi DCC dan gula membuat adonan lengket namun juga akan menghasilkan permukaan brownies yang retak dan shiny.
Untuk motif swirl-nya saya pernah membuat versi cream cheese tanpa labu kuning, namun dengan tambahan labu membuat warnanya menjadi lebih cerah dan cantik. Motif swirl ini sangat mudah dibuat, saya menggunakan cream cheese batangan yang saat ini mulai banyak di jual di supermarket kemasan 227 gram, mirip seperti mentega batangan biasa. Dulu saya biasanya membeli cream cheese ukuran 1 kg, dan ketika sebagian telah digunakan, pusing sisanya hendak diolah menjadi apa. Ujung-ujungnya, cream cheese masuk ke freezer dan dibekukan. Cream cheese yang dibekukan akan bergerindil dan kurang oke untuk dijadikan frosting, walau masih bisa dipergunakan untuk Japanese cheese cake atau chiffon cake.
Cukup kocok dengan mikser semua bahan filling hingga smooth dan tuangkan ke permukaan adonan brownies, dengan sebatang lidi buat motif lingkaran dipermukaan adonan. Berbeda dengan buah naga yang kehilangan warnanya kala dicampurkan ke adonan chiffon, labu kuning tetap akan mempertahankan warna kuningnya yang gonjreng.
Berikut ini resep dan prosesnya ya.
Pumpkin Swirl Brownies
Resep diadaptasikan dari website Joy of Baking
Untuk 1 loyang diameter 20 cm
Bahan filling:
- 120 gram labu kuning yang telah dikukus dan dihaluskan dengan garpu
- 2 sendok makan tepung terigu protein sedang
- 85 gram cream cheese
- 1 butir telur
- 2 sendok makan gula pasir
- ½ sendok teh kayu manis bubuk
Bahan brownies:
- 140 gram dark cooking chocolate (potong dadu)
- 113 gram mentega
- 100 gram dark brown sugar, saya pakai merk Ricoman Brown Sugar (bisa digantikan dengan gula palem atau gula pasir)
- 100 gram gula pasir
- 1 sendok teh ekstrak vanilla
- 1/4 sendok teh garam
- 3 butir telur
- 95 gram tepung terigu protein sedang
- 15 gram coklat bubuk
Cara membuat:
Panaskan oven, set di suhu 170' Celcius. Tempatkan rak di tengah oven. Siapkan loyang ukuran 20 cm, alasi dengan kertas baking, sisakan kertas menjulur keluar loyang agar mudah mengangkat brownies ketika telah matang.
Masukkan tepung terigu dan coklat bubuk ke dalam mangkuk, aduk rata, sisihkan.
Membuat isi:
Masukkan cream cheese, telur, gula, dan kayu manis bubuk ke dalam mangkuk mikser, kocok dengan kecepatan rendah hingga tercampur baik. Naikkan kecepatan menjadi sedang dan kocok hingga smooth. Masukkan labu kuning dan tepung, kocok hingga tercampur baik. Matikan mikser dan sisihkan.
Membuat brownies:
Masukkan dark cooking chocolate, dan mentega ke dalam mangkuk tahan panas. Letakkan mangkuk keatas panci kecil berisi air. Jaga jangan sampai dasar mangkuk bersentuhan dengan air dipanci. Masak coklat dengan cara ditim diatas kompor dengan api sedang hingga meleleh. Jika hampir 75% coklat telah meleleh, angkat mangkuk dari kompor, lanjutkan mengaduk hingga semua coklat dan mentega meleleh sempurna.
Masukkan dark brown sugar, gula pasir, vanilla extract dan garam kedalam lelehan coklat, aduk rata dengan pengocok balon. Masukkan telur, aduk cepat hingga tercampur baik. Tambahkan campuran tepung terigu dengan cara diayak langsung diatas adonan, aduk cepat hingga tercampur baik. Jangan over-mixing. Adonan yang terbentuk sangat pekat dan kental. Masukkan choco chips (jika pakai), aduk rata.
Tuangkan ½ bagian adonan brownies ke loyang, ratakan dengan spatula. Tuangkan adonan isi, ratakan permukaannya. Lanjutkan dengan menuangkan sisa adonan brownies ke loyang.
Dengan menggunakan sebatang lidi buat motif melingkar di permukaan adonan.
Panggang selama 55 – 60 menit atau ketika sebatang lidi ditusukkan di tengah brownies maka masih ada remah lembab yang menempel di lidi. Jangan memanggang brownies hingga permukaan lidi tampak bersih karena brownies akan menjadi terlalu kering. Keluarkan dari oven, diamkan selama 10 menit di loyang. Angkat kertas yang menjulur keluar loyang, diamkan brownies dirak kawat. Potong ketika brownies benar-benar telah dingin sempurna. Sajikan. Super yummy!
Baca cerita Mba Endang tentang kucing, bikin saya tersenyum membayangkannya. Kucing2 saya di rumah 12 ekor, Mba. Masih ditambah sama kucing liar yg kami adopsi dari jalan, 1 ekor di depan. Jadi saya paham banget kejerian Mba sama kucing dan ketakutan bayi2 kucing ke manusia yang belum dikenal...Cerita Mba selalu menarik untuk disimak..
BalasHapusHai Mba Lolly, mba seperti teman kantor saya, Fina, dia juga pecinta kucing sejati. Kucingnya ada 15 wkaakkakak, dan setiap kali ada kucing liar nyasar dia pelihara. Sayangnya saya bukan pecinta kucing hahhahah
HapusDuh. Ngiler banget liat foto-fotonya, mba. Cantik banget. Warnanya kuningnya menggoda.
BalasHapusthanks Mba Ima, memang warnanya jadi bagus banget kalau pakai labu kuning
HapusHai mba endang, salam kenal aku noni si secret admirer kamu mba :*
BalasHapusAku ciiiinnntaaaaa bgt sama kamu mba, murah hatinya membagiin resep yang super duper yummyyy, step by step tipsnya yang anti gagal.
Setiap hari aku slalu panteing email kali aja ada tulisan baru dari mba endang. Semoga selalu diberi nikmat sehat & iman dan dilindungi disetiap langkahnya Mba Endang, aamiin :)
Btw... aku pengen pesen bukunya mba, bagi info doong aku bisa dapetin bukunya dimana mba???
Terimakasih sebelumnya Mba :)
Halo, salam kenal Mba Noni. Thanks ya sudah menyukai JTT, senang resep2 JTT disuka dan bermafaat. Amin atas doanya ya.
HapusUntuk buku, saya tidak jual ya Mba, mungkin bisa coba kontak penerbit kawan pustaka di 0821-12371881 dan 0858-19769850 atau melalui IG mereka @kawanpustaka.
Thanks ya, sukses selalu!
Jadi... anak kucing Itu minum susu nya ga, mba Endang?
BalasHapusLabu nya bisa diganti ubi kuning ga, mba?
nggak wkwkaka, yang minum emaknya, mereka masih menyusui ibunya.
Hapusubi kuning bisa Mba
Mba, mohon maap mau sharing kalau kucing itu lactose intolerant sama susu selain susu emaknya. Jadi sebaiknya nggak dikasih susu ya mba, kecuali susu formula kucing. Terima kasih ;)
BalasHapushalo Mba, thanks sharingnya ya, yang minum susunya kucing gede, kucing kecilnya sih masih nyusu emaknya. Moga2 si emaknya kucing baik2 saja ya, kemarin2 saya lihat sih masih ok hiks
HapusHi mba endang...
BalasHapusResep ini sepertinya hrs segera dieksekusi.
Ada labu kuning pemberian dr adik msh utuh blm tau dibikin apa..
Tetiba ada resep ini.. Jd terinspirasi..
Mksh mba endang.. Sukses selalu.
Hai Mba, thanks ya, moga suka resepnya yaa
Hapus