Sejak saya aktif di Instagram dan mulai menjaring follower, endorse (iklan) berbagai produk mulai berdatangan. Entah itu yang berhubungan dengan makanan atau produk lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kuliner. Rejeki yang datang ini memang pantas disyukuri, namun bukan berarti pekerjaan tambahan ini tidak memiliki suka duka. Dulu, kala awal-awal menerima project endorse, saya tidak terlalu selektif dalam melihat klien. Asal harga dan term & conditions-nya sesuai maka endorse produk apapun pasti saya terima. Akibatnya banyak produk yang sama sekali tidak berhubungan dengan kuliner, dan membuat mata saya 'sakit' kala menatap wall Instagram JTT. Sebagai salah satu medsos blog Just Try & Taste, saya menginginkan wall yang berisi gambar yang berhubungan dengan makanan. Memang terdengar idealis, tetapi saya ingin lebih terarah dalam memilih klien, sehingga terlihat profesional, bukan hanya asal terima endorse belaka.
Walau kini saya telah lebih selektif, bukan berarti tidak pernah ada kejadian unik. Saya pernah menerima endorse, semata-mata menolong seseorang yang hendak memulai bisnis jualan. Karena sifatnya menolong maka endorse tersebut gratis. Kesalahan saya waktu itu adalah tidak mengecek akun Instagram pemilik produk lebih teliti. Ketika foto telah ditayangkan selama seminggu lamanya, betapa terperanjatnya saya kala akun Instagram lain meminta endorse produk mereka dan produk tersebut memiliki tampilan kemasan dan gambar yang sama, hanya berbeda merk saja! Saya cek masing-masing akun IG keduanya, harus saya akui akun terakhir lebih profesional, terbuka untuk publik dengan jumlah follower yang banyak. Setelah dicross cek akhirnya saya tahu jika produk mereka memang telah dipalsukan oleh produk yang telah saya endorse sebelumnya. Tanpa banyak cing-cong saya langsung menghapus gambar produk palsu tersebut. Hal-hal seperti ini luput dari perhatian, dan membuat saya lebih berhati-hati kedepannya.
Pengalaman lainnya yang sering saya alami adalah klien yang bertanya harga dan setelah diinfo tidak menjawab sama sekali. Bahkan tidak sepotong kalimat 'thanks akan kami pertimbangkan' atau 'thanks infonya' atau thanks apapun. Saya tidak masalah mereka tidak jadi melakukan endorse, tetapi alangkah lebih profesionalnya jika menggunakan etika yang benar. Mungkin karena saya sendiri selalu berusaha menjaga etika tersebut kala menjawab email sehingga sikap seperti ini membuat kesal. Minggu lalu saya bahkan dibuat menggelengkan kepala dengan sikap calon klien yang mewakili sebuah brand keju ternama. Mulai dari bahasa yang sama sekali tidak mencerminkan sikap profesional, tidak menjawab pertanyaan ketika dimintai penjelasan, menghilang tanpa kabar dan tiba-tiba muncul kembali setelah sekian lama dengan persyaratan baru, dan tidak menjawab pertanyaan lagi ketika ditanya. Ujung-ujungnya pekerjaan tersebut saya tolak. Sungguh saya tidak mengerti bagaimana brand sekelas itu menyewa jasa EO yang abal-abal seperti ini?
Walau ada segelintir kasus seperti diatas, kebayakan klien untungnya menyenangkan dan tidak terlalu ribet. Saya berusaha memberikan yang terbaik dan walau tidak pro di urusan fotografi, resep yang diberikan tetap layak dicoba. Tapi akhir-akhir ini saya mulai merasa capek. Setiap hari libur saya memiliki kewajiban di pundak untuk mengeksekusi resep karena pekerjaaan endorse yang harus ditunaikan. Berbeda dengan update blog dimana semuanya dilakukan demi fun, menerima endorse memiliki beban mental yang berbeda. Belum lagi jika klien mengirimkan produk mendadak dan tiba-tiba meminta hari H yang mepet. Tentu saja saya bersyukur dengan semua rejeki tersebut, tapi sepertinya saya mulai harus lebih selektif lagi memilih klien. Akhir-akhir ini saya mulai menolak klien perorangan, atau yang produknya belum saya kenal. Bukan karena sombong, sama sekali bukan, tetapi semata-mata karena saya tidak memiliki waktu.
Wokeh saya akhiri curhat saya, menuju ke banana choco muffin kali ini. Resepnya sendiri sudah lama dieksekusi, dan baru kali ini ditampilkan. Tampilannya mirip dengan double choco muffin yang resepnya pernah saya posting pada link disini, namun yang ini terasa pisang coklat. Sebagaimana membuat muffin umumnya, dan cake jenis yang diaduk-aduk lainnya, maka kunci suksesnya hanya pada baking powder yang digunakan (harus double acting) dan jangan aduk adonan berlebihan. Tekstur muffin ini lembut, moist dan jika anda penyuka pisang maka resep muffin ini layak dicoba.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Banana Choco Muffin
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 16 buah muffin
Tertarik dengan resep muffin lainnya? Siilahkan klik link dibawah ini:
- 300 gram tepung terigu serba guna atau protein rendah
- 50 gram tepung maizena
- 30 gram coklat bubuk
- 2 sendok teh baking powder double acting
- ½ sendok teh garam
- 100 gram gula pasir
- 150 gram dark brown sugar (saya pakai Ricoman), bisa pakai palm sugar atau gula pasir biasa
- 3 butir telur
- 150 gram mentega/margarin, dicairkan
- 450 gram pisang matang
- 100 gram choco chips
Cara membuat:
Panaskan oven, set di suhu 170' C. Tempatkan rak di tengah oven. Siapkan loyang muffin standar, olesi permukaan loyang dengan campuran: 1 sendok makan tepung terigu + 1 sendok makan minyak goreng + 1 sendok makan margarin. Sisihkan.
Masukkan tepung terigu, tepung maizena, coklat bubuk, baking powder dan garam ke dalam mangkuk, aduk rata, sisihkan.
Masukkan pisang ke mangkuk, lumatkan dengan garpu hingga hancur. Sisihkan.
Siapkan mangkuk, masukkan gula pasir, brown sugar, dan telur, aduk dengan balloon whisk (pengocok balon) hingga tercampur rata. Tambahkan mentega/margarin cair, aduk rata. Masukkan pisang yang sudah dihancurkan, aduk rata.
Tuangkan campuran tepung dengan cara diayak langsung diatas adonan dalam 2 tahapan, aduk balik dengan spatula dengan gerakan lembut namun cepat hingga tercampur baik. Jangan berlebihan mengaduk, jika adonan sudah tercampur segera hentikan.
Tuangkan adonan ke loyang muffin dengan sendok sayur hingga penuh. Taburi permukaannya dengan choco chips. Panggang selama 40 menit atau ketika lidi ditusukkan di tengah muffin maka masih ada remah lembab yang menempel di lidi. Keluarkan dari oven, diamkan selama 10 menit di loyang. Lepaskan muffin dari loyangnya dan letakkan di rak kawat hingga mendingin. Sajikan. Super yummy!
Saya juga ngerasain suka duka nge-endorse mba Endang, salah satunya deadline yang sangat mepet. Tapi apa daya dong, butuh duit. wkwkw. Btw kenapa blognya nggak dipasangin google adsense mba? Saya yakin trafik blog jtt ini tinggi dan sangat potensial.
BalasHapuswakakka, saya juga butuh duit Mba, tapi saya kurang sabar, kalau terlalu ribet, banyak syarat, waktu terlalu mepet saya tolak saja krn kadang stress sendiri menerimanya hahahhah.
HapusAssalamualaikum mba endang, mba gimana caranya biar chocochips nya tetap cantik duduk manis diatas gitu? Setiap saya buat brownies/cupcake/muffin dg taburan chocochips pasti berakhir tenggelam didasar.
BalasHapusRiris -medan
Hai Mba Riris, kalau adonannya pekat biasanya chico chips tidak tenggelam. Taburkan juga didetik2 terakhir ketika muffin akan masuk ke oven, jadi sebelum tenggelam muffin sudah mengeras dan mampu menopang choco chips.
Hapussemangat mbak Endaaang, rejeki memang tidak kemana...
BalasHapusamiin, thanks Mba Dwi hehehe
Hapus