Weekend lalu, saya berdua Ibu, pergi ke Depok melihat Bulik tepatnya melihat Umar, cucu Bulik yang baru berumur lima bulan. Umar adalah putra pertama Ririn, sepupu saya, bersama Danny, suaminya. Saya pertama kali melihat Umar ketika Ririn baru beberapa minggu melahirkan, waktu itu saya sedang flu jadi hanya berani memandang si bayi dari kejauhan. Sejak itu saya mendapatkan update tentang Umar dari foto-foto di WhatsApp yang dikirimkan Ibu atau adik saya, Wiwin, jika Ririn dan bayinya datang ke rumah Wiwin di Mampang. Umar menurut saya adalah bayi yang super ganteng. Kulitnya putih, hidungnya mancung dengan mata yang lebar. Ibu saya selalu memuji-mujinya, bercerita bahwa Umar sangat 'anteng', tidak mudah rewel dan jarang menangis.
Hari Sabtu kemarin, setelah melalui perjuangan panjang menaiki kereta dan angkot ke Depok, kami tiba di rumah Bulik. Sengaja saya tidak memberitahu Bulik mengenai rencana kunjungan ini karena Bulik suka heboh dan sibuk mempersiapkan segala macam hidangan, seakan kami sedang datang silaturahmi kala Lebaran. Bulik sedang menjemur baju diteras rumahnya ketika kami tiba dan tampak terkejut, "Kok datang nggak bilang-bilang?" Dan mulai mengomel-ngomel khas beliau seperti biasa. "Ya memang sengaja, biar Bulik nggak heboh, sibuk masak-masak," jawab saya kalem. 😄
Ririn kemudian muncul bersama Umar dalam gendongannya, si bayi telah berumur lima bulan tapi tampak bongsor. Kulitnya putih bersih dengan kepala yang belum ditumbuhi rambut. "Beratnya kemarin ditimbang sudah 8 kg, Bulik saja nggak kuat gendongnya," keluh Bulik memandang sayang ke Umar. Umar melihat ke saya dan Ibu dengan tatapan ingin tahu bercampur waspada, matanya yang bulat, jernih dan hitam pekat tampak berkilat-kilat cerdas. Wajahnya yang tampan dan lucu begitu menggemaskan membuat saya tak sabar ingin menggendongnya. Setelah mencuci tangan dan melepas kardigan, saya pun meraih Umar dari gendongan Ririn. Awalnya si bayi hanya menatap bingung, memandang wajah saya dan Ibunya bergantian, kemudian bibirnya mulai mengoceh protes. Ketika saya panggil namanya dia menoleh, menatap tajam, serius memperhatikan wajah saya, dan beberapa menit kemudian bibirnya merengut, alisnya berkerut dan mulai terisak menangis. Well, saya termasuk penyuka bayi, dan bayi-bayi biasanya mudah akrab dengan saya, tapi kali ini Umar sepertinya tidak berpendapat sama, dengan berat hati saya kembalikan si bayi ke kakeknya, Paklik saya, yang sudah sibuk mengambil ancang-ancang hendak menyelamatkan si bayi.
Sejak kejadiran Umar, rumah Bulik terlihat semarak dan ceria. Bulik dan Paklik, yang telah pensiun, sepertinya memiliki hiburan dan kesibukan baru. Sehari-harinya Umar bersama kakek dan neneknya karena Ririn dan Danny bekerja full day, tak heran jika Umar sangat lengket dengan mereka berdua. Ririn sendiri sudah menyiapkan ASI berlimpah di kulkas, sehingga Umar sama sekali tidak kekurangan ASI kala ditinggal bekerja di kantor. Paklik saya yang dulunya workaholic dan selalu mencari kesibukan di rumah walau telah pensiun kini tampak bahagia. Bulik yang dulunya sering mengeluh dengan berbagai macam penyakit yang mengidapnya, kini terlihat jauh lebih sehat dan happy. Saya senang juga melihat mereka berdua memiliki kesibukan baru yang walau melelehkan tapi terlihat menyenangkan. Ririn tentu saja juga lebih tenang meninggalkan bayinya seharian di kantor bersama orang tuanya. Dengan bayi selucu Umar, sepertinya tidak tega jika harus menyerahkannya ke orang lain yang tidak memiliki hubungan saudara. Ditambah lagi, Umar bayi yang sangat menggemaskan, begitu mudah tersenyum dan tertawa serta jarang sekali menangis. Saya turut senang melihatnya.
Oke menuju ke resep pecak ikan nila kali ini. Saya pernah posting resep pecak ikan sebelumnya, resepnya bisa diklik pada link disini dan disini. Nah resep yang ini sebenarnya tidak terlalu berbeda hanya kali ini saya menggunakan selai kacang sebagai bahan sausnya. Prosesnya lebih mudah dibandingkan dengan resep sebelumnya karena selai kacang tentu saja lebih praktis dibandingkan jika kita harus menggoreng kacang lebih dulu. Selai kacang juga membuat saus memiliki tekstur lebih creamy dan rasa lebih gurih.
Berikut ini resep dan prosesnya ya.
Pecak Ikan Nila
Arsik Ikan Mas
Ikan Tongkol Masak Woku
Gulai Ikan Nila Tanpa Santan
Bahan dan bumbu ikan goreng:
Bumbu dihaluskan:
Bahan dan bumbu lainnya:
- 1 batang serai, memarkan
- 250 ml air
- 1 buah tomat merah, iris tipis
Cara membuat:
Siapkan ikan yang telah dibersihkan, masukkan ke mangkuk. Lumuri permukaan ikan dengan bumbu untuk menggoreng hingga rata. Sisihkan.
Panaskan minyak agak banyak diwajan, goreng ikan hingga kering dan matang. Angkat dan tiriskan. Sisihkan.
Masukkan bumbu yang harus dihaluskan ke dalam gelas blender, proses hingga halus. Siapkan wajan, panaskan 2 sendok makan minyak. Tumis bumbu halus hingga harum dan berubah warnanya menjadi lebih gelap. Masukkan jahe, lengkuas, daun salam, daun jeruk dan serai, tumis hingga daun rempah layu. Masukkan air, masak hingga mendidih. Tambahkan air asam, gula, merica, garam dan tomat.
Masak hingga saus mendidih dan kental, cicipi rasanya, sesuaikan rasa asin dan manisnya. Masukkan ikan goreng, aduk rata dan masak hingga mendidih. Angkat dan sajikan dengan nasi putih hangat. Super yummy!
Terima kasih resep2nya, mba endang. Blog mba endang sangat menginspirasi. Semoga sehat selalu ya ��
BalasHapusamin, thanks ya Mba, sukses juga yaaa
HapusEndes marindes seperti biasa. Cuma aku agak ngeri aja sama durinya ikan Nila. Harus konsentrasi banget pas makannya.
BalasHapusDuri nila menurut saya masih bersahabat Mba, karena cuman dibagian tengah saja, kalau duri ikan mas/tawes baru agak2 susah hehehe
HapusMbak Endang, udah lama nih gak post komen di blog JTT. Ku udh pernah nyoba resep pecak bandengnya mbak. Enak banget. Kaya bumbu. Tapi susah banget buat motretnya. Next mau nyoba bikin lagi sekalian difoto. BTW thank you mbak resepnya.
BalasHapusThanks Mba Ida, happy membaca resep pecaknya disuka, sukses yaaa
Hapus