Pertanyaan yang paling membuat saya menghembuskan nafas sepanas naga adalah jika ada pembaca yang memodifikasi bahan dan teknik memasak kemudian menemukan hasil buatannya gagal. "Mba, saya mencoba cake tape spesialnya kemarin. Saya pakai teknik mengocok gula dan telur hingga mengembang, baru kemudian tape dan tepung dimasukkan. Kok cake saya hasilnya bantat ya? Kira-kira apa yang salah ya?" Resep yang saya berikan di blog dan juga di Instagram meminta agar mentega dan gula dikocok hingga pucat dan lembut, baru kemudian tape dimasukkan, disusul telur dan tepung. Cara ini terbukti sukses karena tape yang pekat dan kental agak susah bercampur dengan adonan. Ketika dimasukkan ke adonan mentega dan gula, tape mampu bercampur baik, dan tidak akan membuat adonan turun seperti ketika dicampurkan dengan adonan telur + gula.
Saya bahkan sudah menuliskan caption bahwa perjuangan saya menemukan cake tape yang mengembang dan sukses itu memerlukan trial error yang tidak sedikit dan kebanyakan cake berakhir di tempat sampah. Artinya, segala macam teknik telah dicoba dan teknik yang saya berikan inilah yang berhasil. Artinya saya sudah pernah mencoba membuat cake dengan cara telur dan gula dikocok hingga mengembang dan menghasilkan cake bantat. Artinya tolonglah stick to the recipe, biarkan percobaan gagal total tersebut terjadi pada diri saya, dan saya berikan resep yang terbukti sukses. Lantas saya harus menjawab apa atas pertanyaan tersebut? Betapa inginnya saya menutup mata atau menghapusnya, tapi saya tidak bisa melakukannya, terpaksa pertanyaan tersebut dijawab juga walau dengan hati bete. 😆
Pertanyaan lainnya yang banyak diajukan dan juga mampu membuat saya menghembuskan nafas sepanas kuda yang baru saja selesai berlari marathon keliling GBK adalah mempertanyakan bahan yang saya pakai diresep. "Mbak, apa fungsinya air asam?" Atau, "Mengapa harus pakai baking powder sih?" Atau "Apa tujuannya daun kunyit diiris halus?" Bahan-bahan yang saya masukkan diresep adalah bahan yang saya uji coba di dapur, artinya itu yang menurut saya sesuai tapi mungkin tidak bagi orang lain. Jika saya merasa ternyata bahan tersebut terasa tidak pas, atau tidak diperlukan dalam satu resep maka pasti akan saya skip dari daftar bahan walau pada prakteknya digunakan. Misal saya menggunakan ketumbar di sebuah resep sayur, dan ternyata hasil masakan menjadi terlalu strong rempah, maka ketika menuliskan resepnya bahan tersebut saya hilangkan. Jadi ketika bahan tersebut masih bercokol didaftar bahan, maka menurut saya memang dia diperlukan. Tidak sesuai dengan selera atau susah ditemukan dirumah? Skip saja. Mudah.
Hal lain yang saya temukan dari komentar pembaca adalah protes berat dengan resep masakan satu daerah. Biasanya jika saya posting satu masakan dengan memakai embel-embal nama daerah atau kuliner khas daerah tertentu maka pembaca yang berdomisili didaerah yang sama merasa selalu ada yang salah dengan resep yang diberikan. Okeh saya mengerti kuliner daerah harus dilestarikan, saya juga mengerti bahwa resep leluhur harus dipertahankan, saya juga mengerti sebaiknya tidak memodifikasi satu resep daerah tertentu secara serampangan, tapi halo, apakah ada yang bisa menjamin bahwa setiap orang yang berasal dari daerah yang sama akan memasak satu masakan dengan resep yang sama persis? Ketika saya posting resep arsik ikan mas, banyak pembaca dari Sumatera Utara yang justru amazed dengan ragam rempah yang digunakan, "Mbak, saya asli Batak, tapi kalau masak arsik bumbunya tidak sampai selengkap ini. Suatu saat pengen coba jika pakai bumbu yang lengkap," komentar satu pembaca. Saya sendiri berasal dari Paron, Ngawi, tapi bahkan di Paron sendiri setiap rumah bisa memiliki resep sayur lodeh yang berbeda-beda, atau taste sambal pecel yang tidak sama. Apakah saya protes dan mengatakan sayur lodeh dan sambal pecel tersebut salah? Tidak.
Saya jadi teringat dengan kasus Jamie Oliver dengan video masakan gado-gadonya di You Tube. Begitu banyaknya komentar negatif datang dari masyarakat Indonesia yang merasa resep gado-gado si Chef tidak otentik hanya karena menggunakan kecap ikan dan sayuran mentah. Mengapa harus begitu serius dan arogan menyikapi sesuatu yang simple seperti ini? Apakah dikira si Jamie tidak bisa mencari resep otentik yang berjibun banyaknya bertebaran di net? Atau bertanya pada Chef asli Indonesia yang dikenalnya? Jamie Oliver memasak gado-gado dengan taste dan kreasinya sendiri dengan dasar gado-gado kita, seharusnya kita bersyukur dia masih bersedia menyebutnya dengan nama gado-gado, kuliner khas Indonesia.
Menurut saya, jarang ada resep yang pakem, resep yang bertebaran dimasyarakat umumnya adalah hasil modifikasi resep sebelumnya. Jika menginginkan resep pakem mungkin harus bertanya pada nenek moyang yang menemukan resep tersebut. Artinya selama tidak menyimpang sampai keblinger misal resep opor ayam dibilang ayam bacem maka sah-sah saja disesuaikan dengan selera dan kondisi masing-masing. Kecuali resep baking yang memang takaran dan bahannya sudah diatur sedemikian rupa maka masakan menurut saya lebih fleksibel. Makanan tidak akan berakhir menjadi gatot hanya karena kita tidak menggunakan air asam, atau karena daun kunyit diiris dan bukan dibiarkan utuh, atau karena kita tidak menggunakan baking powder di resep gorengan. Harus saya akui, sejak posting masakan berbau daerah dan sering menuai protes maka saya sekarang jarang mengeksekusinya. Lebih baik saya posting resep hasil utak-atik a la sendiri atau resep dari negara lain, yang penting cita rasanya enak dan mudah dipraktekkan. 😄
Kembali ke resep hari ini. Di Paron makanan ini disebut rujak petis, tapi di Surabaya jika ditambahkan kikil atau cingur sapi dan aneka buah-buahan asam seperti kedondong, mangga dan nanas, maka namanya menjadi rujak cingur. Basic-nya sama, bumbunya sama, bahan dasarnya pun hampir sama yaitu sayuran rebus, tempe tahu dan ketimun yang diaduk bersama saus kacang petis yang gurih, jadi jika anda hendak menambahkan kikil atau buah-buahan bercita rasa asam dipersilahkan ya. Proses membuatnya sangat mudah bahkan bisa menggunakan selai kacang sebagai pengganti kacang tanah goreng untuk menghasilkan saus rujak yang creamy. Makanan ini selalu membuat saya teringat dengan Paron, kampung halaman. Dulu, sebuah warung es dan bakso bernama Sendang Kemuning juga menjual rujak petis, rasanya mantap.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Untuk 4 porsi
Tertarik dengan resep rujak lainnya? Silahkan klik link resep dibawah ini:
Dear mbak endang.. sambil baca caption sambil mikir2 saya pernah gak yhaa kira2 ngajuain pertanyaan yg demikian (yg d sebut mbk endang) kalo seandainya pernah ma aaaph yhaa... trnytaa jd food blogger saka sekal8ngak mudah. Btw udah leghoo thoo udah ngluarin uneg2.. ttep semangat yha mbak.. 😊
BalasHapusHahhaha, sepertinya nggak Mba Rini, hanya segelintir yang seperti diatas, kebanyakan sangat menyenangkan dan benar-benar ingin belajar.
HapusSaya juga minta maaf ya mbak, seumpama ada komentar saya yg kurang berkenan di hati mbak Endang. Terimakasih jg,sdh banyak resep mbak Endang yg sy praktekkan dan berhasil disuka keluarga. Tetap semangat ya mbak
HapusSama2 Mba Adianti, thanks ya sudah berkunjung dan berkomentar di JTT, mohon maaf juga jika jawaban saya kurang berkenan.
HapusSetuju mbak Endang... saya sendiri kalau masak sesuatu temen-temen tanya, ini masakan apa namanya... saya sebut aja sakahayang (dari bhs Sunda artinya semau gue). Karena kalau sesuai nama suka ada yang protes... kok pake bumbu ini itu... he he
BalasHapusMakanya saya senang banget dapat blok mbak Endang, tinggal masak sesuai resep... anti gagal. Dan nama masakannya jelas he he...
Hahahah benar Mba Nina, itu yang paling aman ya, masak karangan sendiri, dan gak bakal ada yang protes, thanks yaaa
HapusHe he he ... sabar ya Mbak Endang, saya bisa membayangkan apa yang mbak Endang alami. Matur nuwun sanget mbak Endang masih mau berkomitmen memberikan "tacit knowledge" yang sangat berharga bagi saya dan kami semua pembaca setia tulisan mbak Endang. Teruslah menginspirasi ya mbak, ... do'a dan dukunganku menyertaimu, ;)
BalasHapusHai Mba Vita, menjawab pertanyaan adalah seni tersendiri dari ngeblog wakakka, walau kadang 'ngomel2' membacanya, tetap harus ditanggapi dengan baik.
Hapushalo mba endang
BalasHapussaya salah satu silent reader blog jtt,tapi saya jg mraktekin beberapa resep disini dan memang terbukti selalu sukses dan sedaaappp ^^. saya kagum dan salut dengan tulisan mba endang baik di blog dan di instagram, penuh detail dan bahasa yg baku, plus nda bikin dahi mngkerut krn tanda baca yg salah atau pakai istilah yg aneh, jd bisa serasa bercakap2 langsung dgn mba endang, krn ada beberapa blogger memasak yg saya ikuti bahasa tulisannya aneh, respon dgn followernya nda bagus bahkan cenderung judes tp minta dimaklumin ^^. pokoknya mba endang always my number one cooking blogger b^^d, sukses terus mba endang,slalu semangat menginspirasi para pemasak pemula
Halo Mba Agnes, thanks sharingnya yaa, senang membacanya, jadi tetap semangat ngblog dan menjawab komentar wakakkakka. Kadang melelahkan membaca komentar/pertanyaan berulang yang sama wakkakaka. sukses selalu
Hapussemangat mba endang,, jangan mau menyerah untuk tidak posting masakan tradisional lagi mba e, seberapa bagus & baiknya kita pun, tetap akan ada aja orang yg seperi itu mba :)
BalasHapusThanks Mba Herlina, saya terus terang memang mengurangi masakan tradisional atau menggunakan nama daerah tertentu wakakkak.
HapusIdem mbak endang, pas kapan hari saya posting foto hasil masakan saya yang merupakan masakan khas daerah tertentu diprotes sama penduduk setempat karena tampilan warnanya ga sama... hahahaha ... Saya bilang aja saya modif "ini-itu"...saya kurangin takaran "anunya" biar ga terlalu "apa" kali supaya sesuai ama selera saya hahaha.... Rupanya banyak juga orang yang belum bisa menerima variasi dan modifikasi dalam beberapa aspek kehidupan ya mbak hahahaha....
BalasHapusYep, betul Mba Retno, kebanyakan orang merasa versi mereka paling benar dan susah menerima versi orang lain hehehe
HapusKenapa namanya rujak petis? Kalo pakai kecap jadi rujak kecap ya mb...wkwkwkkwkwkk, kalo sy sich...apapun nama masakannya selama yang bikin menengah pasti yakin enak. Udah ke bukti sihc,tiap nyontek resep mbak Endang. Selalu bahagia ya mbak dan teruslah membuat masakan enak:-) rafiana-sidoarjo
BalasHapusWakakka iya Mba, saya yang penting enak karena kan dimakan sendiri, selama hati senang dan keluarga suka ya cukup lah hahhaah. Thanks yaaa
HapusYang paling saya suka dari blog ini adalah semua pertanyaan dijawab Mbak Endang dengan baik,jadi orang tidak kapok lagi untuk bertanya atau memberikan koment..Beberapa blog masakan biasanya mem-PHPkan penanyanya.Hehehe
BalasHapusWakakka, saya berusaha menjawab Mba, walau terkadang lelah, tapi banyak juga yang menyenangkan, bikin semangat untuk reply, thanks yaa
HapusBlog mbak endang sering jd jujukan saya kalau lagi pengen masak2 ,dan hampir semuanya pas di lidahku,apa mungkin karena asal kita berdekatan yak,mbak di paron Ngawi,aku di Madiun hihihi,..
BalasHapusWakakak sepertinya begitu, taste saya soalnya condong ke jawa drpd sumatera asal Ibu saya hehehhe.
HapusThanks Mba Razha, senang resepnya disuka, moga cocok yaa, sukses selalu
BalasHapusHai mbak Endang, saya Sahrul pembaca setia resep2 JTT. Dan mengenai resep ini begitu mudah bahannya untuk didapat di negara tetangga, jadi mudah untuk di eksekusi. Makasih resepnya dan salam kenal ya mbak☺
BalasHapushalo salam kenal ya, thanks ya sudah menyukai resepnya, sukses yaa
Hapus