Nah tema training motivasi tahun lalu adalah melakukan segala sesuatu dengan hati, bukan dengan otak. Artinya jangan berpikir panjang lebar jika hendak melakukan satu keputusan, tapi ikutilah kemana hati berbicara. Terdengar indah ketika diucapkan, "Turutilah kata hati." Kenyataannya dalam hidup ini, umumnya keputusan penting ditentukan oleh kerja otak (logika) dan hati (emosi), sepertinya jarang sekali kita melakukan sesuatu semata-mata didorong oleh emosi saja. Otak secara logika akan mengkalkulasi setiap sudut aspek, sebab akibat, risiko dan untung rugi saat hendak memutuskan sesuatu, hati atau emosi akan menambahkan aspek pengalaman dan nilai-nilai yang dianut oleh masing-masing individu. Dari kedua aspek ini kemudian kita memutuskan sesuatu. Tapi pada saat training kemarin kami semua diminta untuk stop berpikir, jangan menggunakan logika. Hanya, apakah mungkin?
Jika menuruti kata hati saat ini, ingin rasanya saya berhenti bekerja dari kantor sekarang, menjual asset secuplik yang dimiliki, melunasi hutang, dan pergi ke daerah yang adem seperti di Cianjur, Lembang, Sukabumi atau Cisarua. Membeli tanah dan sebuah rumah kecil disana, bercocok-tanam, memelihara ayam dan kambing, dan mulai nge-vlog. Swear kehidupan seperti ini yang diinginkan oleh hati saya. Hidup tenang disebuah desa yang adem, jauh dari polusi dan kemacetan seperti Jakarta, dekat dengan alam, memandang tanaman yang hijau royo-royo setiap hari. Saking begitu rindunya dengan cita-cita itu saya bahkan hampir setiap hari browsing di internet mengecek harga rumah atau tanah yang dijual diarea tersebut. Terdengar konyol, bahkan Ibu saya hanya menatap tak percaya ketika mendengar ide itu dari mulut saya.
Walau hasrat hati sebegitu menggebu-gebunya, tapi otak ini tetap menimbang-nimbang banyak hal. Apakah tabungan sudah cukup untuk menyambung hidup selama tidak bekerja? Apakah ada sumber penghasilan lain yang bisa diandalkan? Apakah hasil bercocok tanam dan beternak bisa menyambung hidup sehari-hari, minimal bisa untuk membayar listrik, internet dan tidak kelaparan? Apakah aman? Semua pertimbangan itu menghambat saya untuk mengikuti kata hati. Saya belum sebegitu nekatnya, atau sebegitu gilanya hingga melupakan logika. Seingat saya, satu keputusan yang pernah saya buat mengikuti kata hati adalah ketika nekat mengambil jurusan pertanian di universitas, semata-mata karena saya suka bercocok tanam, dan menentang keputusan alm. Bapak yang meminta saya masuk ke jurusan hukum atau ekonomi. Saya tidak mengatakan keputusan tersebut salah, namun pada akhirnya saya tidak pernah bekerja di bidang yang saya pelajari kala sekolah dulu.
Nah sekarang ke resep ayam masak melinjo hari ini. Actually masakan ini sudah pernah saya share sebelumnya di JTT, resepnya terinspirasi dari seorang rekan dari Manado yang membawa bekal makanan ini ke kantor. Si rekan tidak bersedia berbagi resepnya, tidak semua orang suka share keluarga, jadi saya lantas mencari resepnya di Google books. Aslinya menggunakan daun leilem, bukan melinjo, sayangnya bentuk fisik tanaman leilem kecuali dari internet belum pernah saya lihat fisiknya secara langsung. Terlalu berisiko juga jika nekat menebak-nebak tanaman di sekitar yang memiliki penampakan mirip leilem, salah-salah bisa kejang-kejang keracunan.
Selain woku, maka resep ini adalah salah satu masakan a la Manado favorit saya. Simple, sedap dan pedas.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Tertarik dengan resep a la Manado lainnya? Silahkan klik link dibawah ini.
Sup Brenebon
Ikan Tongkol Masak Woku Belanga
Bubur Manado Super Mantap!
- 200 gram daun ganemo / daun melinjo, rajang kasar
- 2 sendok teh gula pasir, optional
Bumbu cincang halus:
Siapkan wajan, panaskan 2 sendok makan minyak. Tumis bumbu cincang hingga harum, masukkan daun kunyit dan daun jeruk, aduk rata dan tumis hingga daun rempah layu.
Saya malah gak suka matematika/akuntansi mhba, jadinya nilai waktu sekolah jeblok terus, eh dapet kerja 2x bagian hitung2 duit. Kalo pake daun melinjo gak langu kan mba? soalnya pengen eksekusi buat weekend ini..
BalasHapussaya juga gak sudah matematika, untung dikantor pakai excel jadi gak bs matematika gak papa wakakkak.
Hapusdaun melinjo gak langu kok mba
Lah... Saya waktu sekolah jelas menjauh dari angka2, mba. Ambil jurusan tanpa hitung menghitung. Begitu kerja, malah dipercaya dibagian accounting & finance, Jadilah belajar otodidak. Dan... Ternyata Saya suka. Telat banget, ya. 😁 Btw, Saya baru tau asalnya resep ini dari Manado... Mama saya suka bikin dan ayam suka d ganti irisan tipis daging sapi, kadang2 malah kikil... 🙂
BalasHapusHalo mba Emilia, jurusan saya tapi susah, kudu nyebur jadi petani, karena ilmunya spesifik banget, budidaya tanaman, wakakkak.
Hapusteman saya yang asli Manado yang bawa makanan ini kekantor, sejak itu saya ketagihan masakan manado
Halo mba, saya paling suka masak ayam woku sejak awal resep mba yg namanya ayam rica rica, sempat di protes namanya pas saya post di instagram hahaha...
BalasHapusBiasanya sy masak ayam woku pakai 1ekor ayam dan hasilnya saya bagi ke teman, suaminya suka banget ayam woku resepnya Mba Endang.
Next kalo k pasar saya mau beli daun melinjo yg banyak dan masak ayam resep ini deh 😘
Hahahaha, dulu saya post pertama kali namanya ayam rica2, kemudian dikomplain pembaca Manado, tapi url postnya udah terlanjur ayam rica2, hiks.
Hapusyep sampai sekarang resep woku itu jadi kesukaan saya juga. thanks sharingnya yaa
Mba, sy mau tanya beda daun kemangi sama daun selasih itu apa ya? Saya biasa masak dengan daun selasih, pas ke pasar saya tanya dengan tukang sayur, mau beli daun kemangi untuk masak, katanya daun kemangi buat lalap bukan untuk di masak. Akhirnya saya balik lagi masak pakai daun selasih dari halaman rumah. Mohon pencerahannya ya mba. .
BalasHapusbeda Mba, selasih atau biasa disebut daun ruku2, daunnya lebih berbulu, warnanya juga lebih hijau pupus, aromanya berbeda dengan kemangi. Kemangi memang buat lalap, urap, pepes, sup, biasanya dimakan mentah. Kalau ruku2 biasanya kan buat gulai ya.
Hapus