Jujur, sebenarnya membuat bubur ayam sendiri cukup ribet. Bukan dibagian membuat buburnya, tapi pernak-pernik yang mengiringi si bubur seperti sambal, kerupuk, cakwe, dan kuah kuningnya. Itu jika kita menginginkan bubur ayam yang memang komplit dan bukan sekedar bubur dan suwiran ayam. Tapi jika anda adalah seorang food blogger yang ingin menyajikan bubur ayam di blog atau Instagram, tentunya ingin agar tampilan si bubur mirip dengan yang dijual oleh abang tukang bubur ayam di tepian jalan. Jadi walau ribet, walau menghasilkan banyak perabotan kotor, weekend lalu tetap nekat saya eksekusi. Bukan karena saya sedang begitu inginnya menyantap bubur ayam, tapi karena saya belum memiliki resep ini dan sudah banyak yang menanyakannya. 😅
Walau bubur ayam atau chicken congee ini sebenarnya adalah kuliner China namun dalam perjalanan jaman dan waktu sudah beradaptasi dengan masyarakat Indonesia sedemikian eratnya sehingga kemudian muncul varian bubur ayam yang berbeda dengan aslinya. Misal pada penambahan kuah kuning, sambal kacang, kerupuk dan kacang kedelai goreng. Di beberapa daerah di Indonesia sendiri, bubur ayam bisa bervariasi. Di tepian jalan kadang kita menemukan bubur ayam berlabel Cianjur, Cirebon, atau Sukabumi. Ada juga jenis bubur ayam yang disajikan dengan kuah kuning atau tanpa kuah sama sekali karena buburnya sudah dibumbui dan terasa gurih. Saya sendiri suka semua jenis bubur ayam, tepatnya saya suka semua jenis bubur. Dulu ketika kuliah di Jogya, sarapan setiap pagi adalah bubur gudeg yang super murahnya. Waktu itu, tidak ada yang lebih sedap selain saat perut kosong dipagi hari dijejali dengan semangkuk besar bubur plus serpihan krecek, gudeg dan kuah sayurnya. Amboi nikmatnya!
Di keluarga saya, hampir semua menyukai bubur, kecuali kedua adik lelaki saya, Tedy dan Dimas. Mereka berdua juga tidak menyukai lontong dan ketupat, sementara kami semua maniak. Saya menduga karena faktor makanan di masa kecil. Saat kami bertiga masih kecil, saya, Mbak Wulan dan Wiwin, kami tinggal di rumah alm. Mbah di Paron. Baik Mbah Lanang maupun Mbah Wedhok, keduanya penyuka bubur kelas berat, hampir setiap hari selalu tersedia bubur beras. Bubur juga membuat secuplik beras berubah menjadi sepanci makanan yang bisa dimakan orang serumah, jadi murah meriah.
Jaman dulu bubur yang dibuat Mbah hanya plain, beras yang dimasak menjadi bubur dan ditambah santan kental fresh, plus sedikit garam jadilah sepanci besar bubur yang kami makan seharian. Tanpa kuah kuning, tanpa sambal, tanpa kerupuk, apalagi suwiran ayam. Tapi saat itu saya merasa bubur beras buatan Mbah terasa super sedap, gurih dan so creamy. Ketika Tedy dan Dimas dilahirkan, jarak mereka berdua dengan kami bertiga, si kakak perempuan, luar biasa jauh. Kala itu ekonomi kedua orang tua saya 'sedikit' membaik. Rumah kami dan Mbah mulai dipisahkan, Ibu pun mulai memasak makanan sendiri, tidak bergantung pada Mbah. Tapi Mbah dulu memasak bubur di tungku kayu, sedangkan Ibu yang memasak dengan kompor minyak merasa proses memasak bubur yang lama menghabiskan bahan bakar. Bubur pun menjadi jarang sekali hadir, hingga akhirnya tak pernah muncul lagi, kecuali jika ada anggota keluarga yang sakit.
Ketika hijrah dan tinggal di Jakarta, betapa happynya saya ketika menemukan tukang bubur ayam ada dimana-mana. Pertama kali menyantap bubur ayam di kawasan Blok M, tepatnya di Melawai. Saat itu banyak sekali penjual gerobakan mangkal di belakang Melawai Mall, lokasinya kumuh, penuh sesak dan berjubelan, berbeda dengan kondisi saat ini yang sudah tertata rapi. Ada satu penjual bubur ayam yang menjadi langganan anak-anak kantor, walau jarak kantor dengan Blok M cukup jauh dan harus naik metromini sekali, sepulang kantor kami tetap nekat kesana. Sekarang semua pedagang tersebut telah lenyap, berganti menjadi lahan parkir. Sejak Blok M Square didirikan disana kawasan tersebut telah berubah total.
Di seputar lokasi kantor saya saat ini ketika pagi, ada dua tukang bubur ayam yang mangkal disamping dan belakang kantor. Sore harinya, penjual bubur ayam lainnya mangkal di sebelah kantor. Setiap hari, semua penjual bubur ayam ini selalu penuh dijejali pembeli yang berjubelan. Artinya, bubur ayam memang favorit banyak orang. Entah pagi atau sore bukan masalah, bubur ayam tetap menjadi pilihan. Nah disekitar City Walk Sudirman, arah ke Tanah Abang, ada sebuah penjual bubur ayam yang menjadi favorit saya, namanya bubur ayam Cirebon Argo Jati. Buburnya gurih, kental dan versi yang ini tidak menambahkan kuah kuning. Suwiran ayam yang diberikan segunung, dan yang saya suka adalah sambal kacangnya karena tidak semua tukang bubur ayam menggunakan sambal yang terbuat dari kacang tanah. Ketika semua diaduk menjadi satu, rasanya sungguh dahsyat!
Terinpsirasi dari bubur ayam Cirebon Argo Jati saya lantas membuat versi homemadenya weekend lalu. Untuk membuat bubur, saya menggunakan slow cooker yang memang mantap untuk membuburkan aneka biji-bijian. Tapi jika anda hendak membuatnya di panci biasa diatas kompor pun bukan masalah. Nah ayam kampung saya yakin akan memberikan rasa lebih gurih dibandingkan dengan ayam negeri seperti yang saya pergunakan. Cakwenya saya beli ditukang gorengan ditepian jalan, skip saja jika susah ditemukan. Walau sudah lama ingin mengeksekusi cakwe sendiri namun hingga kini belum sempat saya lakukan.
Berikut ini resep dan prosesnya ya.
Bubur Ayam Sambal Kacang
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 5 - 6 porsi
Tertarik dengan resep bubur lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Bahan bubur:
- 1/2 ekor ayam
- 1/2 buah bawang bombay, belah menjadi 4 bagian
- 3 siung bawang putih, dimemarkan
- 2 batang daun bawang, potong sepanjang 4 cm
- 2 lembar daun salam
- 2 lembar daun jeruk
- 1 batang serai, memarkan
- 1 liter air untuk merebus ayam + 400 ml air untuk memasak bubur
- 1/2 sendok makan garam
- 350 gram beras, cuci hingga bersih dan tiriskan
Bumbu kuah kuning:
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
- 1/2 sendok teh merica bubuk
- 1/2 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula pasir
- 400 ml kaldu ayam/air biasa
- 2 lembar daun jeruk
- 2 lembar daun salam
- 1 batang serai memarkan
Bumbu kuah kuning dihaluskan:
- 4 siung bawang merah
- 3 siung bawang putih
- 3 butir kemiri
- 1 cm jahe
- 2 cm kunyit
Bahan sambal kacang:
- 3 buah cabai merah keriting
- 5 buah cabai rawit merah
- 3 siung bawang putih
- 100 gram kacang tanah goreng
- 300 ml air
- 1/2 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula pasir
Pelengkap:
- cakwe, iris tipis
- kerupuk bawang
- daun bawang dan daun seledri, rajang halus
- kecap asin
- kecap manis
- bawang merah goreng untuk taburan
- kedelai goreng, saya tidak pakai
Membuat bubur:
Siapkan beras yang sudah dicuci bersih, tiriskan. Sisihkan.
Siapkan ayam, gosok permukaan dan rongga dalamnya dengan 1 sendok makan garam dan 1 butir jeruk nipis. Cuci bersih. Siapkan panci slow cooker atau panci biasa. Masukkan ayam, 1 liter air, bawang bombay, bawang putih, daun bawang, daun salam, daun jeruk, serai dan garam. Set di posisi high dan masak + 3 jam atau hingga ayam matang.
Jika menggunakan panci biasa di kompor, maka masak seperti biasa hingga ayam matang. Tiriskan ayam, sisihkan. Saring air kaldunya. Buang bumbu rempah rebusannya.
Cuci bersih panci slow cooker, masukkan beras dan kaldu ayam ke panci (ukur kaldu dan tambahkan air hingga volumenya mencapai 1400 ml). Tutup panci, set di posisi 'high' dan masak selama 3 - 4 jam hingga beras berubah menjadi bubur. Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya sesuai selera.
Goreng ayam rebus yang tadi disisihkan hingga permukaannya kecoklatan, angkat. Biarkan dingin dan suwir-suwir. Sisihkan.
Membuat sambal kacang:
Siapkan panci, masukkan cabai dan bawang putih, tambahkan 400 ml air dan rebus hingga cabai dan bawang matang. Angkat dan tiriskan. Masukkan cabai dan bawang ke gelas blender, tambahkan kacang goreng. Tambahkan sedikit air agar pisau bisa berputar.
Proses hingga halus. Atau haluskan sambal di cobek seperti biasa. Tuangkan sambal ke panci, masukkan air, gula dan garam. Masak hingga mendidih, cicipi rasanya. Angkat. Sesuaikan kekentalan sambal sesuai selera.
Membuat kuah kuning:
Panaskan 2 sdm minyak di wajan, masukkan bumbu halus kuah kuning, tumis hingga harum. Masukkan daun salam, daun jeruk, serai, aduk dan tumis hingga daun rempah layu. Masukkan air, tambahkan merica, gula dan garam. Aduk dan masak hingga mendidih. Cicipi rasanya, angkat.
Penyajian:
Siapkan mangkuk saji, tuangkan bubur. Siram dengan kuah kuning, kecap asin dan kecap manis. Tata cakwe dan suwiran ayam diatasnya. Taburi dengan daun bawang, seledri dan bawang merah goreng. Sajikan dengan sambal dan kerupuk. Super yummy!
Saya jg penyuka bubur mbak Endang,apalagi bubur di Haurgeulis Indramayu...lueker bin kuentel
BalasHapusApakah kantornya mbak Endang dekat kantor KPK?
Terimakasih banyak mbak Endang atas postingan resep2 yg bermanfaat.
Nur_padasan
Halo Mba Nur, wah enak keknya itu bubur ayam Indramayunya. Saya apapun bentuk bubur ayam pasti suka wakkaka.
Hapusdulu kantor saya dekat kantor KPK mba, tapi kini pindah ke daerah jl. satrio dekat mall ambassador.
Mba ini kalau gak pake sambal kacang tetep enak gak?
BalasHapustetap enak kok
HapusRasanya mantap mba.. Alhamdulillah.. semoga ilmu x bermanfaat mba
BalasHapusamiin, thanks ya
Hapus