Ketika menikmati buahnya di rumah, saya takjub dengan cantiknya daging buah yang berwarna kuning cerah. Bersih, tidak ada sedikit pun lubang ulat, tidak ada juga serat kehitaman yang mengganggu, bahkan bijinya pun mulus. Kulitnya super mudah dilepaskan dari dagingnya, seperti saat kita hendak mengupas pisang. Ketika mencicipinya pertama kali saya langsung mengerang keras, "Alpukat terlezat yang pernah gue makan," komen saya langsung ketika bertemu dengan Tedjo keesokan harinya di kantor. Swear, baru kali ini saya menyantap alpukat yang rasanya super creamy, berlemak, lembut dengan rasa gurih kuat dan rasa manis yang samar-samar. Saya bahkan tidak mencampurnya dengan telur rebus, atau bahan lainnya sebagaimana biasa saya menyantap alpukat, takut mencemari rasa aslinya yang mantap.
Minggu berikutnya, Tedjo membuat woro-woro, siapa yang mau membeli alpukat bisa mengajukan pemesanan dan buah akan dikirimkan ketika panen tiba beberapa hari berikutnya. Saya langsung memesan lima kilogram (dan menyesal mengapa tidak memesan sepuluh kilogram sekaligus), Mbak Mirah dan Pak Kus, rekan kantor lainnya, masing-masing memesan lima kilogram. Tedjo berjanji buah yang dipanen kali ini akan lebih bagus dari tester sebelumnya, karena lokasi tanamnya berbeda. "Pohon alpukat yang ini ditanam di area berbeda, rasanya paling enak dibanding pohon lainnya di kebun. Lagipula kali ini benar-benar pilihan, saya sengaja bilang sama yang ngerawat supaya dipilihkan yang bagus" Wah kalau yang kemarin saja sudah terasa begitu lekker bagaimana yang sekarang? Kami semua tak sabar menunggu buah tersebut datang.
Minggu depannya, tiga kantung besar berisi masing-masing lima kilogram alpukat tiba. Beberapa bahkan sudah matang sehingga bisa langsung dimakan hari itu. Semua buah tampilannya super mulus, tidak ada bercak ataupun lubang dipermukaan kulitnya. Setengahnya langsung saya kirimkan ke adik saya, Wiwin, melalui GoSend. Malamnya, adik saya langsung mengirimkan WA, "Beli alpukat dimana? Ya Allah, itu alpukat terenak yang pernah aku makan!" Saya ngakak membacanya, "Jauh, dari Salatiga dan sudah habis masa panennya," jawab saya. "Ya sudah, kita beli saja bibitnya, boleh nggak?" Kembali saya tertawa, adik saya selalu bercita-cita menanam aneka tanaman buah unggul di halaman rumahnya, lupa jika rumah cluster-nya hanya punya secuplik taman yang telah penuh dengan beberapa batang pisang, pohon jambu klutuk, kedondong mini, dan aneka tanaman hias lainnya.
Tapi ide menanam alpukat bagus juga, dan mengingat ini adalah alpukat terlezat didunia (wokeh saya katakan terlezat didunia, karena dari sekian banyak pengalaman saya mencicipi alpukat maka ini adalah yang paling enak) sepertinya harus dikembangbiakkan. Jadi saya bertanya pada Tedjo, "Apakah boleh dibeli bibitnya?" Jawabannya sudah bisa ditebak, "Susah bawa pohonnya, jauh, dan mobil gak muat. Udah, ntar kalau panen lagi akan diumumkan dan boleh pesan sebanyak-banyaknya ya." Okeh deh kakak. Gagal mendapatkan bibitnya saya tidak patah semangat, masih ada bijinya kan? Walau bibit dari biji kualitasnya bisa melenceng jauh dari emaknya, dan tentu saja membutuhkan waktu lama hingga pohon berbuah, namun tidak ada ruginya dicoba. Walau jika dipikir-pikir seram juga membayangkan punya sebatang pohon alpukat besar dihalaman dan tak kunjung berbuah walau ditanam bertahun-tahun lamanya.
Nah berbicara mengenai menanam buah dari bijinya, asisten rumah tangga kakak saya di Batam punya pengalaman mantap. Rupini berhasil menanam biji nangka dari buah yang dibeli di supermarket dan hanya membutuhkan waktu tiga tahun hingga berhasil memberikan buah lezat manis yang sama dengan nangka yang dulu dibeli. Selain nangka, jambu cincalo putih juga berhasil ditanam dihalaman rumah kakak, dan setelah tiga tahun berbuah lebat, padahal tanamannya hanya setinggi satu setengah meter saja. Jadi mungkin alpukat kali ini pun akan sama, who knows?
Caranya mudah, biji alpukat ditancapkan 4 batang tusuk gigi di bagian sisinya, kemudian buah diletakkan ke dalam mangkuk kecil berisi air dengan setengah bagian biji alpukat terendam, tusuk gigi berfungsi sebagai penyangga. Mangkuk-mangkuk kecil ini saya tata berjajar di jendela dekat cucian piring yang mendapatkan sedikit sinar matahari dari teras belakang. Setiap tiga hari sekali air rendaman saya ganti. Hasilnya, enam butir biji menumbuhkan tunasnya bahkan ada yang dalam 1 biji menumbuhkan dua tanaman sekaligus. Kini saya pusing tujuh keliling dengan seluruh tanaman alpukat kecil yang berjajar di tepian jendela, apalagi ternyata biji-biji alpukat yang saya tanam di dalam pot juga berhasil menumbuhkan pohon alpukat mini dengan suburnya. Nah pertanyaannya sekarang adalah akan saya apakan sembilan batang bibit alpukat ini? 😄
Kembali ke resep kali ini. Ayam saksang ini salah satu masakan Batak yang saya cicipi ketika berkunjung ke resto Bonga Bonga di Cipete Raya. Aslinya masakan ini menggunakan darah ayam didalam bumbunya sehingga sering disebut dengan ayam darah (ayam gota). Darah membuat masakan menjadi berwarna kemerahan. Di resto Bonga Bonga, karena versi halal maka menggunakan hati sapi atau hati ayam yang dihaluskan dan dicampurkan ke dalam bumbu. Terus terang saya kurang suka dengan rasa hati yang khas didalam masakan, untungnya resep dari Kak Butet yang saya peroleh dari Mbak Fina ini menggunakan versi lainnya. Pengganti darah dan hati sapi adalah kelapa parut sangrai yang ditumbuk, hasilnya menjadi mirip dengan rendang Padang. Rasa ayam saksang ini super gurih dan sedap, proses memasaknya pun sangat mudah.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Resep diadaptasikan dari Kak Butet
Tertarik dengan resep a la Batak lainnya? Silahkan klik link dibawah ini ya:
Gulai Daun Ubi Tumbuk
Arsik Ikan Mas
Bahan:
Masukkan air dan kelapa tumbuk, aduk rata. Masak hingga ayam matang dan kuah menyusut habis. Jika kuah habis tetapi ayam belum empuk, tambahkan sedikit air panas dan masak hingga kuah habis.
Ngakak baca cerita mbak Endang.. ��
BalasHapusbtw..kembali ke resep kalau ibu sy masak saksang selalu ditambah asam patikala (sy gak tau namanya kalo di jakarta) ��. Jd saksang identik dg pedes, ada rasa asem segernya ��
Btw ntar boleh ikutan pesen alpukatnya kah ? Hahaa soalnya gagal melulu kalau beli alpukat. (ImeL)
iya, banyak yang kasih saran nambahin asam cikala Mba Imel, saya sbnrnya ada di freezer asam ini, cuman gak tahu kalau ditambah jadi enak. Next time mau dicobaa.
HapusWah mbak, v jd pengen pesan alpukatnya jg krn gak pernah dpt yg enak hehehhe..klo.bingung dgn bibitnya mbak yg dah tumbuh v bersedia menampung kok mbak hehee
BalasHapuswakkaka, belum saya pindah ke tanah, belum tahu akan sukses atau nggak
HapusMbak Endang, saya mau bibit alpokatnya. Tapi gimana kirimnya ke Makassar ya?
BalasHapuswakkakak jauh banget Mba, bibitnya masih di air, belum ke tanah.
HapusMana penampakan alpukatnya, mbak? jadi penasaran :D
BalasHapuswakakak, lupa di foto mba
HapusWahh akhirnya nemu juga resep saksang versi ayam..beli andaliman di mana ya Mb? Btw kalau dari cerita Mb Endang kayaknya itu alpukat mentega ya. Soalnya biasanya buahnya gede2 dan daging tebal warna kuning..hehe maaf sotoy..
BalasHapussaya dapat dr teman Mba, dia beli di pasar senen, katanya disana banyak yang jual bumbu khusus masakan batak. online shop juga banyak kok.
HapusMbak Endang, salam kenal ya. Mohon maaf, selama ini saya jadi silent rider dan rajin ngintip blog jtt Mbak Endang. Banyak resep yang sudah di coba, semua mantap banget resepnya. Semoga Mbak Endang selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, dan terus berkarya ya Mbak. Btw, bolehkah aku ikutan pesen alpukatnya Mbak, lain kali pas Mas Tedjo panen...selalu gagal beli alpukat, pasti berujung masuk tong sampah semuanya
BalasHapusWah... Mbak Endang, temennya Salatiganya mana ya.. Saya asli Salatiga loh.. Kali aja pas mudik bisa mampir beli alpukat, secara klo beli alpukat sering gagal.. Wkwkwk
BalasHapusnah saya juga gak tahu Mbak teman saya itu dimana pastinya, karena yang kelola kebunnya orang lain juga
Hapus