Ketika malamnya pulang dari kantor dan nongkrong sejenak di Kuningan City Mall, membunuh waktu karena jalanan di depan kantor luar biasa macet, saya memperhatikan hal yang sama. Para wanita berpenampilan begitu rapi dan terlihat masih fresh walau jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Seorang cewek berhijab yang duduk tidak jauh dari meja saya di food court memiliki pipi semulus custard tiramisu membuat saya bertanya-tanya produk krim apa yang dipakainya. Jika seperti ini saya lantas memandang diri sendiri, lusuh dengan pakaian super gombrong, rambut panjang awut-awutan tak berbentuk dan sudah saatnya masuk ke salon untuk di potong, lipstik yang telah menghilang sejak jam empat sore, muka berminyak seperti empal gepuk. Saat itu saya benar-benar merasa seperti sebuah kaleng kerupuk, berbentuk kotak, lebar, tanpa pinggang. Saya hampir ngakak sendiri dengan gambaran yang tercetus di kepala, namun berhasil mengerem diri karena takut dikira kurang waras.
Mengapa ya rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau? Kita selalu membandingkan diri dengan orang lain dan beranggapan mereka jauh lebih baik. Seringkali saya lupa bersyukur dengan apa yang telah diberikan Yang Kuasa, selalu merasa orang lain diberikan berkah lebih dibandingkan diri ini. Padahal setiap manusia pastinya memiliki masalah yang berbeda-beda, dan seringkali apa yang tampak sebenarnya tidak mewakili kondisi yang nyata. Tapi membandingkan diri dengan orang lain sebenarnya tidaklah sepenuhnya bad, asalkan hasilnya digunakan untuk introspeksi diri. Misalnya, begitu saya melihat banyak kaum wanita berpakaian rapi nan simple di MRT dan mal membuat saya terpacu untuk menuju ke toko pakaian dan mencari selembar baju yang mungkin sedikit membuat kaleng kerupuk ini terlihat lebih baik.
Marks & Spencer menjadi incaran karena memiliki koleksi baju yang berukuran cukup besar, jadi seharusnya tidaklah susah mencari ukuran badan saya. Sayangnya toko yang terletak di Kuningan City Mall ini memiliki penerangan redup-redup yang membuat mata minus saya menjadi seakan terserang rabun ayam, walau sudah dipasang kaca mata. Plus, sepertinya koleksi yang dipajang adalah koleksi jadul tahun 90-an sehingga modelnya kurang menarik. Tapi karena ukuran jumbonya cukup banyak akhirnya saya masuk kedalam fitting room bersama lima lembar blus. Pakaian pertama berwarna kuning dengan bunga-bunga kecil coklat yang memenuhi seluruh badan, membuat saya tampak seperti sebuah jendela besar yang diberi gorden semarak. Pakaian kedua, sebuah blus berbahan semi kaus berwarna hitam (warna andalan!) membuat saya tampak lebih pendek lima senti padahal seharusnya hitam membuat kita terlihat lebih slim bukan? Pakaian ketiga sebuah blus berwarna ungu dengan tali dileher membuat saya tidak terlihat seperti kaleng kerupuk, tapi menjelma menjadi galon Aqua dengan sarung ungunya. Tobat! Pakaian keempat dan kelima tidak saya coba sama sekali karena ngeri semua ini justru akan membuat saya berakhir depresi.
Keluar dari fitting room, saya ditunggu oleh seorang petugas, semua pakaian tersebut saya serahkan ke si Mbak diiringi kata-kata, "Maaf nggak ada yang cocok ya Mbak," dan segera berlalu dari lantai fashion ini menuju ke Ace Hardware. Sepertinya memang berbelanja pakaian bukanlah keahlian saya dan memang pekerjaan yang tidak saya sukai. Pulang ke rumah di pukul setengah delapan malam saya justru menenteng 4 buah toples Balls dengan bibir tersenyum lebar, diskon dua puluh persen berhasil menggiring saya menambah koleksi jar merk yang satu ini. Memang urusan fashion dan penampilan bukanlah bidang yang digemari, tapi at least saya sudah cukup happy dengan segala pernak-pernik dapur dan urusan perbumbuan. Yah, disyukuri saja apa yang ada. 😂
Wokeh menuju ke resep. Hati ampela ayam sebenarnya bukanlah makanan favorit, kecuali jika dibumbui dengan kunyit dan bawang segambreng dan digoreng garing, atau di masak menjadi bacem ala Jogya yang manis. Ah, jika bicara bacem hati ampela ayam, maka ingatan saya selalu melayang ke warung makan di dekat kos didaerah Babarsari, Jogya. Si Ibu warung selalu menyediakan bacem hati ampela yang dililit dengan usus, dan selalu saya pilih menjadi lauk diantara lauk lainnya. Sayang di pasar saya jarang menemukan satu paket hati ampela dan ususnya, atau mungkin saya harus membeli semuanya terpisah dan merangkainya menjadi satu ketika direbus dalam kuah bacem. Hm, mungkin satu hari akan dicoba resepnya.
Kali ini sedikit keluar dari kebiasaan, hati dan ampela ayam saya tumis dalam bumbu super pedas, sepanas mercon di lidah. Oseng-oseng mercon di Jogya umumnya terbuat dari tetelan dan daging sapi, namun dengan hati ampela ayam tak kalah laziznya. Sayangnya menu ini kudu disantap dengan nasi, dan pastinya menghabiskan nasi yang bukan hanya segunung tetapi beberapa gunung sekaligus. Lantas bagaimana saya bisa menghilangkan image kaleng kerupuk ini jika sering memasak masakan boros nasi seperti ini? Gubrak!
Berikut ini resep dan prosesnya ya.
Tertarik dengan resep tumisan lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Oseng-Oseng Mercon
Tumis Bunga Pepaya Ikan Tongkol
Tumis Ayam 'Nyemek' Pedas
Wkwkwkwk..ini saya banget mbak,kadang suka lusuh sendirian, muka berminyak,jerawatan, ga berbedak dan badan jg lebar.. 🤣 🤣
BalasHapusLangsung ketawa2 sendiri baca cerita mbak endang karena apa yg mbak endang pikirkan sama dgn yang kadang suka saya pikirkan..bener yang mbak endang blg bersyukur kuncinya..
Ga papa saya begini apa adanya, yg penting saya dan keluarga sehat, bahagia..
betul banget Mba Amanda, cuman kadang kepengan banget bisa tampil rapi dan freh. Apalah daya memang cuman segini adanya wakakkak
HapusWkwkwkwk...emang segini ada nya ya mbak, saya setuju itu.. 😉☺️
HapusAda-ada aja ceritanya mbak... betul mbak Endang syukuri aja yang ada pada kita... hidup pasti lebih nyaman dan třenang....
BalasHapusSetuju Mba Nina, berkhayal yang gak mungkin tercapai memang bikin stress sendiri wakakka
HapusSama mba, kadang kalo lihat mereka2 yg kinclong terus begitu saya jadi mikir apa begitu jg yah yg mereka lihat/nilai dr saya? Apalg kalo lihat chef Lita di Master Chef yg tetep kece badai dandan tebel masak pake high heels pdhal yg lainnya keringetan basah kuyup. Orang kan cuma sawang sinawang y mba, pasti ada pengorbanan dibalik itu. Mba, aku pernah bikin bacem ayam,tempe,tahu tp rasanya krg joss, share resepnya dong mba..
BalasHapusSuka takjub gimana jaganya supaya tetap kiclong, tapi keknya memang kudu sering lihat cermin sama dandan wakakkakak. Saya sehari hanya lihat cermin sekali waktu brgkt ke kantor
HapusBaca tulisan ini saya jadi teringat novel Gheisa, mirip kayak mbak Endang bisa menggambarkan dengan detail imaginasinya,"seperti kaleng kerupuk yang kotak, lebar...bla bla, seperti jendela lebar yang berkorden semarak...."
BalasHapusHingga aku jadi hanyut membayangkan dgn imaginasi yang gamblang..
Wakkakak, thanks Mba Nana.
HapusSukaaa dgn resep2nya mbak endang...tapi lbh suka lagi cerita pengantarnya... asli bikin ngakak Wakakakakakkk
BalasHapusthanks yaaa
HapusHai mbak endang.. terimakasih sudah share resep ini. Ati ampela ga Perlu di rebus dulu ya..? Ga bakalan amis ya mbak..? Btw.. hampir 50% resep mbak endang udah saya recook.. endeees bgt deh..
BalasHapusHai Mba Ratna, bisa direbus dulu Mba, memang agak amis kalau gak direbus cuman ketutup sama pedesnya bumbu hahaha
HapusKayanya enk deh
Hapus