Libur Lebaran yang panjang ternyata tidak mengurangi dahaga saya akan hasrat berlibur yang memang telah menggebu-gebu sejak beberapa bulan terakhir ini. Rasa jenuh akan aktifitas rutin sehari-hari yang itu dan itu lagi membuat dada saya seakan hendak meledak dilanda rasa bosan. Ada keinginan untuk merasa bebas, free melakukan apapun yang saya suka, mengeksplorasi belahan dunia lain atau daerah lain yang bukan hanya sekedar kantor, rumah dan mall di sekitar, atau bertualang melupakan, meninggalkan semua ini. Sungguh, saya mulai muak dengan gaya hidup saat ini. Walau saya cukup handal bekerja di belakang meja alias pekerjaan kantoran, namun bukan ini sebenarnya jiwa saya.
Sejujurnya, saya tidak terlalu suka pekerjaan yang mengikuti rules dan aturan tertentu. Tidak suka juga diatur dan harus tunduk pada perintah orang lain alias boss. Jiwa saya selalu ingin terbang bebas, sebebas burung-burung camar yang melayang-layang ditepian pantai, melanglang buana melihat tepian pantai lainnya. Terkadang rasa bosan itu membuat saya berkeliaran sendiri seperti orang gila di mall, hanya melihat-lihat barang yang dijajakan, atau seringkali duduk disalah satu kafe, asyik dengan khayalan dan dunia sendiri. Banyak teman yang bisa dikontak untuk diajak kongkow, tapi terkadang saya suka dengan kesendirian ini karena teman seringkali tak mengerti dengan jalan pikiran yang kacau di kepala saya.
Dalam rangka menggebah rasa bosan, beberapa waktu terakhir ini saya pergunakan untuk mulai meng-capture kegiatan masak yang sering dilakukan, kali ini dalam bentuk video. Sudah banyak sekali yang menanyakan channel You Tube Just Try and Taste, dan hingga kini saya belum berani menginjakkan diri kesana. Bukan karena susah merekamnya, tapi karena saya terlalu perfectionist. Apa sih susahnya merekam aktifitas memasak dengan handphone? Saat ini smartphone sudah dibekali dengan kamera yang kualitasnya cukup baik. Aplikasi editing bisa menggunakan free apps yang banyak tersedia di Play Store. Ingin lebih canggih sedikit, bisa membayar aplikasi yang biayanya tidak terlalu mahal dalam setahun. Sebuah tripod bisa menjadi tangan lainnya, karena ketiadaan kameraman. Semua bisa dilakukan, hanya saja kualitasnya rendah. Kualitas rendah inilah yang menghalangi saya hendak me-launching sebuah video masak.
Dulu, saya mengawali blog dengan sebuah kamera Canon Powershot dengan kemampuan fotografi pas-pasan. Saat itu saya tidak berpikir mengenai kualitas gambar dan styling dalam fotografi, hanya keinginan berbagi resep dan prosesnya. Kini melihat kembali foto-foto lama membuat saya sering terjengit sendiri. Betapa buram, polos dan apa adanya. Jika saya harus mulai membuat video memasak, saya tak ingin ketika menontonnya lagi dua tahun yang akan datang, perasaan menyesal mengapa dulu tak membuatnya dengan kualitas yang bagus muncul kembali.
Percobaan pertama, saya merekam proses membuat bolu tape. Kebetulan di kantor setelah libur panjang banyak yang membawa aneka makanan daerah, salah satunya adalah tape Gresik yang super wangi dan manis. Berhubung tidak memiliki tripod khusus untuk handphone, saya lantas menggunakan tongsis sebagai monopodnya. Agar tongsis mampu berdiri baik, benda tersebut dimasukkan kedalam sebuah toples panjang yang disumpalkan beberapa kain dan kertas didalamnya sehingga gagang tongsis tidak bergerak. Merekam proses memasak pertama kali walau tidak dilihat oleh siapapun ternyata tidak semudah yang saya kira, grogi adalah perasaan pertama yang saya rasakan. Atau mungkin karena persiapan yang dilakukan kurang lengkap, tatkala bahan-bahan dimasukkan semua dilakukan terburu-buru.
Proses dimulai dengan mengocok mentega dan gula hingga mengembang kemudian tape dimasukkan dan dikocok hingga menjadi adonan smooth. Proses ini sudah terekam dikepala saya dengan kuat mengingat bolu tape bukanlah kue yang baru sekali atau dua kali dibuat. Tapi alih-alih memasukkan tape, saya justru menambahkan telur kedalam adonan. Ketika teringat dengan tape yang masih nangkring dimeja, telur sudah terlanjur masuk semua kedalam mangkuk mikser. Tergopoh-gopoh, tak ingin bolu berakhir bantat saya langsung memasukkan gumpalan tape dalam kondisi mesin mikser berputar dalam kecepatan maksimal. Adonan encer dan termikser dalam speed tinggi sukses membuatnya berloncatan kemana-mana termasuk ke muka saya dan handphone yang diletakkan tepat diatas mangkuk. Kesal, capek dan proses yang amburadul membuat saya menghentikan proses merekam. Usai sudah cita-cita hendak membuat video masakan pertama kalinya. Untungnya walau step-nya salah, bolu masih mengembang dengan baik kala dipanggang. Ternyata merekam proses memasak sendiri tidak semudah yang saya perkirakan. 😄
Menuju ke ayam sisit ala Bali yang kali ini saya sharing. Resep ini sudah pernah saya post dulu kala, saat awal ngeblog. Rasanya sedap dengan aroma rempah-rempah wangi khas pulau Dewata yang cita rasa masakannya selalu menggugah selera makan. Proses membuat ayam sisit sangat mudah, biasanya tanpa kemangi namun dengan tambahan herba harum ini menjadi lebih sedap.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Ayam Sisit a la Bali
Tertarik dengan makanan dari Bali lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Bebek Betutu Kuah
Sate Lilit Batang Serai
- 1 ikat kecil kemangi, ambil daun dan pucuk mudanya
Wah, kalo sdh bebas urusan finansial pengennya kita leyeh2 tidurpun duit datang sendiri y mba. Aku punya pindang tongkol yg udh seminggu nginap di kulkas, boleh nih ayamnya diganti tongkol, bisa buat alternatif kalo lg bosen sama menu ayam yg gitu2 aja..
BalasHapuswakakka, pengennya begitu mba, atau jadi entrepreneur, kerja buat diri sendiri. Yep, diganti ikan tongkol juga enaak
Hapussetuju sm mbak Endang, ngvideo masak memasak itu ngg semudah dbayangkan, dbalik video yg cm bbrpa menit, ada berjam jam proses siap2 ny, bahan masakan sm setting plengkapan vlog, apalgi klo itu semua dkerjakan singgel fighter..
BalasHapustapi, biar gmnpun mbak Endang kdu smangat, dbuat channelnya mbak, siapa tau bs jdi pemasukan, jd mbak g prlu lg disuruh2 org, hhehehheee
btw, sya pun sdg bljr ngvlog, gunakan channel suami sya, salah satuny bahannya dari resep JTT, krna dari hasil blajar dri blog ini, sya ngrasa blm pernah gagal.. soo sy videokn, dsana sy sebutkn jg mbak, kalau sya dptkan ilmu ny dari JTT, terimkasih ya mbak Endang sudah menginsirasi.. smga jadi amal jariyah krna sdh bntu yg g bs msak, jdi bs masak..
Yep, kalau dikerjakan sendiri memang berat, terutama jika waktu gak banyak jadi dilakukan terburu2.
HapusSaya masih menikmati tulisan mbak Endang. Kalau video, mbak Endang mana sempat ngomong pakai untaian kata yang mengalir meliuk2, pasti teknis semua...
BalasHapusHahaha maaf mbak, gmn ini malah ngga men-support...
wakkaka, saya memang rencanaya bikin video singkat sekian menit saja dan hanya murni cooking :)
Hapusbaca narasi ini jg eling jaman JTT msh pake blogspot. tp fotonya sdh lumayan lho mb. apalagi stl bermigrasi di si mark 2.
BalasHapussemoga mb Endang diberi lancar rejeki biar bisa migrasi lg ke kamera yg lbh enteng. Jd bisa bikin vlog tanpa ganjel mengganjel hehe
dian-solo
Amin. Thanks ya Mba Dian. Benar2 struggling ini wakkakak
HapusMba Endang, hasil akhirnya bisa kesat dan kering ya? Saya dulu pernah membuat ayam sisit dengan cara ayamnya direbus dulu. Tapi kok hasilnya agak basah, dan kurang kering, berbeda dengan yang pernah saya beli. Apakah bisa jika ayamnya dibakar atau digoreng dulu, bukan direbus?
BalasHapusHalo Mba Neneng, yep memang teksturnya cenderung basah ya, susah kering. ayam bisa kok mba dibakar atau digoreng dulu sebelum ditumis dengan bumbu supaya teksturnya lebih kering.
Hapus