Fotografi adalah hobi yang menghabiskan uang. Itu adalah pendapat saya sejauh ini jika ditanya mengenai hobi yang satu ini. Well, bisa saja sebenarnya tetap berkutat dengan kamera dan peralatan apa adanya, tapi hasilnya kurang memuaskan. Dulu bermodal sebuah kamera DSLR bagus, cukup bagi saya untuk membuat foto-foto hasil masakan yang lumayan menarik dilihat mata, tapi kini sepertinya tidak. Cahaya adalah kunci utama sebuah foto yang baik, saya mengandalkan pada matahari sebagai sumbernya. Cahaya matahari terbaik untuk food photography berkisar pada pukul 11 pagi hingga 2 siang, kurang dari itu hasil foto terlihat kebiruan dan pucat, lebih dari itu hasilnya akan kuning dan kemerahan. Karena setiap hari harus bekerja di kantor, maka proses memasak saya lakukan pada hari weekend, itupun masakan harus kelar pada waktu matahari masih bersinar mantap. Saya harus berpontang-panting menyelesaikannya dalam waktu pendek, demi mendapatkan cahaya terbaik. Ketika membuat buku memasak, cara ini terasa melelehkan. Saya pernah harus memasak 10 resep sehari selama 3 hari. Setelahnya, badan menjadi panas dingin dan nafas bengek. Untuk saat ini buku memasak terpaksa berhenti dibuat karena tak sanggup mengulangi hal yang sama 😄
Tak bisa hanya mengandalkan cahaya alami sebagai penerang foto, saya pun mulai merambah ke pencahayaan buatan. Banyak jenis lampu studio yang biasa digunakan didalam fotografi, lampu flash adalah hal yang umum. Tapi karena saya bermaksud juga dimasa yang akan datang hendak membuat video memasak, maka lampu yang bersinar secara kontinyu atau continues light diperlukan, biasanya jenis lampu LED atau CFL. Lampu jenis ini memiliki kekuatan yang sama dengan lampu flash hanya saja akan terus menyala selama diperlukan, bukan hanya pada saat kita mengambil foto saja. Sebelum membelinya, saya melakukan survey di berbagai artikel fotografi di internet, dan menonton aneka video di You Tube. Banyak artikel dan video dari vlogger luar yang memberikan review mengenai pencahayaan di fotografi dan membandingkan aneka produk lampu studio salah satunya adalah channel We Eat Together. Continues light lebih mahal harganya dibandingkan flash light, tak ingin 'zonk' dan menyesal kemudian maka semua data harus dikumpulkan.
Lampu studio beserta soft box merk Godox dan light stand-nya tidak murah, apalagi saya menggunakan soft box ukuran jumbo agar cahaya yang dipendarkan lebih lembut dan alami sebagaimana cahaya yang dipancarkan dari sebuah jendela besar. Lampu dan segala perlengkapannya ini saya letakkan di sebuah ruangan ukuran 3 x 4, dulunya ini adalah ruangan TV. Letaknya yang berdekatan dengan kamar dan dapur membuat aktifitas mengambil gambar sangat mudah. Saya tak perlu berlari ke teras kala hendak memotret suatu bahan, karena rumah yang besar maka jarak teras dan dapur cukup jauh. Tentu saja ini sangat menghemat waktu dan tenaga. Selain itu, dengan continuous light ini saya bisa memasak dan memotret kapan pun, tidak perlu bergantung pada sang surya. Dulu sebelum menggunakan lampu ini, saya memakai lampu jenis CFL warna putih yang sebenarnya cukup terang hanya saja karena hanya terdiri atas satu lampu maka cahaya yang diberikan kurang setara dengan sinar matahari yang jatuh diteras. Hasil foto menjadi kurang maksimal. Kini lampu CFL dan stand-nya justru menjadi lampu penerang ruangan. 😅
Sejak hadirnya continues light ini, kini saat weekend saya tidak terlalu memaksakan diri menyelesaikan beberapa masakan demi update blog dan IG, karena bisa dikerjakan saat malam sepulang kantor. Masakan simple dan tidak memerlukan banyak waktu seperti tumis brokoli dengan daging sapi ini adalah salah satunya yang saya kerjakan di malam hari. Seiring waktu dan percobaan sana dan sini, saya menjadi tahu bagaimana posisi lampu dan reflector yang pas sehingga cahaya benar-benar jatuh ke permukaan makanan, membuatnya terang tanpa perlu melakukan edit foto berlebihan. Kini saya sedang mengincar kamera Canon baru dengan screen yang bisa diputar (flip). Kamera yang saya gunakan saat ini, Canon EOS 5d Mark ii, adalah jenis kamera jadul dengan fixed screen, sehingga menyusahkan ketika akan digunakan untuk merekam proses memasak dari arah atas. Hampir setiap hari pekerjaan saya adalah mengecek harga kamera incaran di Tokopedia, menanti harganya semakin turun. Hobi fotografi ini memang tobat menguras kocek!
Menuju ke resep kali ini. Untuk membuat tumisan daging dalam waktu cepat dan hasilnya tetap empuk, saran saya adalah menggunakan has dalam, atau jenis daging steak seperti sirloin dan tenderloin. Tapi beberapa waktu belakangan ini saya membeli daging kualitas biasa di supermarket, setelah di-marinade semalaman di kulkas, hasilnya lumayan empuk. Jadi sekarang saya tak pernah lagi menggunakan has dalam (yang mahal harganya!) untuk membuat masakan jenis tumisan seperti ini.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Tumis Daging Sapi Brokoli
Resep modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep tumisan lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Tumis Daun Pepaya dengan Ikan Asin
Tumis Tempe Gembus, Leunca, Teri dan Daun Melinjo
Bahan:
- 1 sendok teh tepung maizena
Siapkan brokoli dan irisan bumbu. Aduk jadi satu bahan saus, sisihkan.
Siapkan wajan, panaskan 1 sendok makan minyak, masukkan irisan daging sapi. Aduk dan tumis hingga airnya habis dan daging matang. Masukkan bawang putih dan jahe. Aduk dan tumis hingga bawang harum dan matang.
sedappnyaaa...makan dengan nasi panas2 nyumyyyyyyyyyyy!! :p
BalasHapusbeeh mantep Mba :)
Hapusterima kasih mbak Endang, sudah bersusah payah berbagi ilmu :) semoga barokah ilmunya ya mbak :)
BalasHapusamin. thanks yaa
HapusHihihi baru aja terpikir kok foto masakan mbak Endang bisa bagus bagus.
BalasHapusKapan motretnya ? Sinar matahari yang bagus kan bertepatan mbak Endang ngantor ..
Ternyata eh ternyata.
������
Ulasan harga dan barangnya dong mbak, saya juga hobby foodphotography
Terimakasih ����
Iya, sejak ada lampu jadi lebih santai masak dan motret bs dilakukan kapanpun. Next time saya ulas pirantinya ya
HapusPengen cobain ah, saya paling suka daging sapi dan brokoli, jadi semangat ngedapur deh kalau baca resep-resep di sini, dari dulu saya suka ikutin resepnya, meski kebanyakan gagalnya, kayaknya tehniknya kurang bener nih saya, khususnya di resep cake :D
BalasHapussip, moga suka ya. Kalau baking memang banyak faktor, mulai dr bahan, menimbang, teknik sampai oven.
HapusMbak endaang minta bantuannya dong.. klo bikin tumisan daging sapi itu, daging nya direbus dlu apa enggak? Soalnya aku klo langsung tumis suka jd daging berlumpur gitu������♀️
BalasHapuskalau tumis begini saya gak pernah pakai daging rebus Mba, langsung daging segar. Ditumis dulu dagingnya sama bumbu sampai air daging habis dan daging kesat, baru masukkan sayuran atau bahan lain. Minyak juga harus cukup, kurang minyak dagingnya kek direbus dan keluar lemaknya
Hapus