Satu dan dua tetes rintik hujan mulai jatuh diatas hidung dan bibir, sambil ngos-ngosan menyeret kaki karena setengah berlari, saya berusaha menjangkau pagar rumah secepat mungkin. Angin menderu kencang membawa aroma lembab khas hujan akan datang, suhu mulai turun beberapa derajat Celcius dan terasa sejuk. Tiba didalam rumah saya menantikan rintik kencangnya menghajar atap belakang, tapi telah satu jam berlalu hujan yang dinantikan tak kunjung terjun ke bumi. Hingga tengah malam dan akhirnya pagi pun tiba dilalui tanpa ada air yang jatuh dari langit. Hari ini langit terang benderang, cerah tanpa mendung, hanya kabut putih polusi menyelimuti seperti hari-hari sebelumnya. Teman kantor saya yang tinggal didaerah Jakarta Utara hari ini bercerita, "Hua, hujan tadi malam deres banget ya," saya hanya bisa melengos mendengarnya. 😄
Jika kemarau tiba, saya selalu teringat dengan Paron, kampung halaman. Di Paron, ketika musim kemarau, maka itu artinya benar-benar tidak ada setetespun air yang turun dari langit. Sumur yang biasanya setengah penuh sehingga menimba air bukanlah pekerjaan susah, menjadi berat karena harus menenggelamkan timba hingga ke dasar untuk meraih air. Bahkan bebatuan didasar sumur terlihat jelas, ikan lele dan bethik yang dimasukkan ke dalam sumur tampak terlihat berenang-renang didalamnya. Tanah Paron yang berjenis lempung berwarna hitam akan merekah bak singkong super empuk yang baru saja keluar dari penggorengan. Sawah kering kerontang dengan sisa-sisa bonggol tanaman padi yang berdiri tegak menantang angin kemarau yang panas.
Walau musim kemarau di Paron sangatlah tak mengenakkan tapi saya merindukan suasananya. Kangen dengan suara angin panas menderu yang menggoyangkan dedaunan pisang dan bambu, atau riuhnya anak-anak bermain layangan di tanah sawah yang kosong. Bersama Narti, teman sekolah yang rumahnya terletak di tepian sawah, sepulang dari sekolah kami berdua akan menuju ke sawah mencari jangkrik. Saya tahu, ayah dan ibunya sering kesal jika saya datang minta ditemani ke sawah. Sebagaimana anak-anak di desa umumnya, walau masih duduk dibangku SD mereka sudah bekerja membantu orang tua sepulang sekolah. Ayah Narti menjual es lilin yang dijajakan berkeliling dari desa ke desa, saya bahkan hapal jam-jam tertentu ketika suara denting lonceng es lilin lewat di jalan disamping rumah. Sepulang sekolah Narti harus membantu membungkus es lilin. Juragan es lilin ini adalah petani kaya yang rumahnya tidak jauh dari rumah Narti, cairan yang sudah dibungkus ini kemudian diantar ke rumah juragan es lilin untuk dibekukan.
Biasanya sebelum mencari jangkrik saya akan mendeprok dilantai tanah di rumah Narti, membantu membungkus es lilin. Narti sibuk membantu Ibunya seperti mengasuh adik-adiknya yang masih kecil, melipat pakaian dan mencuci piring. Jika semua pekerjaan rumah tangga telah selesai kami dengan riang berjalan kaki ke sawah. Walau panas terik matahari di pukul dua siang sangat gahar dan membuat kulit legam, saya tidak peduli. Jangkrik-jangkrik yang mengumpet dibalik gundukan kering tanah sawah jauh lebih penting. Pada jaman itu, Ibu saya tidak sedikitpun khawatir anak perempuannya ngelayap entah kemana setiap hari. Anak yang banyak dan masih kecil-kecil membuat beliau pusing tujuh keliling harus mengurus kami, jadi jika bisa mandiri bermain sendiri tentu saja lebih baik. Tapi itu dulu, ketika kondisi masih aman, jarang ada manusia berniat jahat terutama kepada anak-anak yang bermain bebas tanpa penjagaan. Kini sepertinya dengan banyaknya berita-berita kriminal dan manusia-manusia aneh bermunculan rasa-rasanya seram juga membiarkan anak perempuan atau anak lelaki bermain sendiri, jauh dari rumah tanpa pengawasan.
Musim kemarau juga berarti musim mangga di Paron. Ngawi adalah penghasil mangga harum manis, disetiap rumah penduduk ditanam jenis mangga ini. Alm Bapak menanamnya lima batang di halaman belakang rumah. Tapi sejak pohon mangga itu ditanam, ehm mungkin ketika saya berusia 10 tahun hingga sekarang saya setua ini, mangga itu hanya pernah berbuah 1 kali saja. Pohonnya tinggi kurus, terlihat merana, ajaibnya Ibu saya tak pernah berniat menebangnya. "Biarkan saja, nggak ganggu ini. Gitu-gitu, walau nggak berbuah adalah peninggalan Bapakmu. Kamu kan Sarjana Pertanian, justru harus dipikirkan itu kenapa nggak mau berbuah." Saya harus berkata apa? Lokasinya sangat tidak memenuhi syarat untuk mangga, dikelilingi tembok tinggi dan dinaungi rumah-rumah disekitarnya sehingga sinar matahari (yang sangat disukai tanaman mangga) susah menjangkau daunnya. Untungnya saya punya teman yang memiliki sebatang pohon mangga harum manis yang buahnya lebat dan super duper manis. Jika sedang tak bermusuhan dengan pemiliknya, saya sering mendapat buahnya yang matang atau mengkal.
Wokeh menuju ke resep kali ini. Saya suka menyetok oatmeal di pantry, tapi seringkali oat tersebut akhirnya expired dan dimakan kutu. Sekantung besar oatmeal pun berakhir di tempat sampah. Ini terjadi berkali-kali dan selalu diulangi karena walau jarang namun terkadang saya membutuhkan oatmeal ketika ada satu resep yang ingin dieksekusi menggunakan bahan itu. Nah resep kali ini juga dalam rangka memanfaatkan quick cooking oat dan buah kering yang masih tersisa. Walau sebenarnya bisa dibilang bukan jenis cookies sehat karena kandungan gula dan butter didalamnya, tapi masih lumayan lah dibandingkan camilan dan jajanan tidak sehat yang banyak dijual di supermarket. 😄
Berikut resep dan prosesnya ya.
Gluten Free Oatmeal Cookies (Tanpa Tepung)
Resep modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep oatmeal lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Nugget Ayam Oatmel
Baru aja tadi siang temen kasih nyicip oatmeal cookies buatan dia dan enak banget, plus nggak terlalu rempong ya bikinnya. PR nya cuma beli oven aja nih, belum kesampean ((: thank you Mba resepnya!
BalasHapussip, sama2, oatmeal cookies umumnya super gampang dibuat
HapusHasil akhirnya chewy ya mbak ?
BalasHapusyep, ini chewy ya
HapusTim nunggu resep cookies mba endang buat di praktekin pas lebaran��.
BalasHapusKalo ga keberatan munta resep cookies yg no sugar dong mba. Buat mama mertua yg diabetes
biasanya sih cookies sehat hanya dr oatmeal atau tepung almond, kalau gula sih sesuai selera saja, yang jelas tanpa gula biasanya teksturnya tidak bs kering/garing
HapusMbak...baca postingan ini bikin sendu hatiku...ceritanya plek ketiplek dengan memoriku. Main tiap pulang sekolah tanpa dicari ortuku, kemarau yg benar2 kering, musuhan ama teman tp sering baik lagi. Cm beda aku nggak pernah cari jangkrik. Paling rujakan tiap hari kalau musim mangga. Besok weekend aku ke kampung mbak...cant wait
BalasHapushahahha, anak desa jaman dulu seru mainnya ya, anak desa jaman sekarang yang udah kena gadget, internet dan game keknya udah gak gitu lagi mainnya hiks
HapusMba, jika ingin yg hasil akhirnya crispy bgmn? Tks
BalasHapusyang ini gak bs, cari resep yang pakai mnetega dikocok didalammya
HapusHalo kak mau tanya. Ini kalo panggangnya pake microwave oven bs ga ya? Tapi ga bs atur suhu gitu. Ada tips ga?
BalasHapusSama kalo ga mau pake peanut butter boleh kah?
sayangnya saya belum pernah pakai micro oven, mungkin bs hanya gak maksimal panasnya seperti oven sebenarnya. jadi untuk cookies kurang bs garing
HapusHallo mba untuk gulanya di ganti madu apa bisa
BalasHapusbisa mba
Hapus