Sudah lama saya tidak membuat kue, cake, atau makanan sejenis lainnya, alasan utama karena saya ogah ribet. Membuat kue walau hanya sekedar muffin yang adonannya cukup diaduk tetap meninggalkan segambreng perabotan kotor. Sementara mencuci piring dan beres-beres saat ini masuk list terbawah dalam daftar kegiatan rumah yang harus saya kerjakan setiap hari. Apalagi sejak rumah menjadi kinclong karena aksi bersih-bersih saya beberapa waktu yang lalu, sebisa mungkin saya berusaha mengurangi aktifitas memasak atau kegiatan lainnya yang membuat lantai butek kembali.
Saya teringat dengan cerita Ibu tentang saudaranya di Pinang yang tidak suka makan dan tidak hobi memasak. Dapur dan rumahnya begitu bersih. Piring dan kompor jarang dipergunakan, ketika lapar mereka hanya membeli seporsi atau dua porsi makanan dari warung, secukupnya saja untuk dimakan berdua. Tidak ada stok makanan atau camilan dirumah, freezer bahkan hanya berisikan es batu saja karena anti menyimpan makanan beku disana. Jika keinginan memasak datang, saudara Ibu saya tersebut hanya membeli beberapa ekor ikan dan sedikit sayuran segar untuk habis dimakan hari itu. Tidak ada makanan sisa, tidak ada makanan terbuang, dan tidak ada makanan berlebih. Sabun cuci piring dan air menjadi sangat hemat, dan bagian terpenting adalah tubuh mereka yang tetap langsing sejak dulu hingga kini.
Betapa enaknya jika bisa hidup seperti itu, tidak tergantung pada makanan dan tidak selalu memikirkan makanan. Tadi malam saya melihat sebuah video di vlog mengenai seorang pria berusia 65 tahun yang memiliki tubuh bak usia 30 tahunan. Perutnya rata sementara lengan dan pahanya terlihat berotot. Si kakek sama sekali tidak terlihat sebagaimana kakek-kakek umumnya, justru tampak muda, kuat, fresh dan berenergi. Menurut dia tipsnya adalah sedikit makan dan banyak bergerak, serta memiliki mindset mengenai makanan bahwa makan itu untuk hidup dan bukan hidup untuk makan.
Saya sendiri menyadari bahwa saya hidup untuk makan. Betapa saya khawatir ketika tidak ada makanan sedikit pun dirumah, bahkan jika ada makanan pun saya selalu merasa kurang. Karakter ini sama seperti kakak dan adik saya lainnya, kami selalu membeli makanan dalam jumlah besar. Menyimpan makanan di kulkas dalam jumlah banyak. Ketika bahan makanan beku berkurang setengahnya dari freezer, langsung buru-buru diisi kembali hingga penuh. Ketika bersantap di restauran kami akan memesan makanan melebihi jumlah peserta. Ada kepuasan tersendiri ketika makanan masih ada yang tersisa sementara perut telah kekenyangan.
Saat berjalan-jalan atau traveling ke luar kota maka hanya makanan dan oleh-oleh yang dipikirkan. Berapa banyak oleh-oleh yang harus dibeli? Berapa banyak saudara yang harus diberikan oleh-oleh? Kepala terkadang sampai pusing memikirkan belanjaan dan beratnya bagasi yang harus ditanggung, hingga acara jalan-jalannya terlupakan. Pernah dulu ketika pulang traveling dari Jerman dan membawa sosis khas Turki bernama sucuk saya mengalami kejadian lucu sekaligus mendebarkan. Saking kepinginnya saya menunjukkan sosis unik ini ke adik saya, Wiwin, saya nekat membeli sekantung besar sucuk. Bentuk sosis ini gendut, bulat lonjong berwarna kemerahan, sepintas seperti granat tangan.
Sucuk memiliki tekstur keras, kering, sedikit asam dan pedas dengan rasa rempah yang khas. Saya suka dengan sosis ini terutama jika disantap dengan sandwich. Saya berpikir adik saya pun akan menyukainya, dan tanpa berpikir panjang langsung membelinya segambreng. Setibanya di bandara, saya sempat tertahan lama di mesin x-ray cukup lama. Si petugas imigrasi mucul membawa kantung kresek berisikan sucuk dan meminta saya menjelaskan makhluk sejenis alien apakah ini? Muka terasa panas dan badan saya mendadak meriang kala mendeskripsikan si sosis. Rasa malu sekaligus takut jika sosis itu gagal terbang ke tanah air mendera saat itu. Jika saja waktu itu si petugas meminta saya meninggalkan sosis di tempat, saya berniat melahapnya sampai habis. 😆
Bermula dari keinginan untuk mengerem menghadirkan makanan dirumah lah yang kemudian menjadikan saya enggan trial kue seperti yang saya ceritakan di paragraf satu. Kue apapun jenisnya adalah tetap makanan yang mengandung tepung, telur, gula dan lemak. Lebih baik saya mengisi perut dengan salad sayuran atau buah segar sebaskom dibandingkan menyantap sepotong kue. Hingga akhirnya saya mendapatkan job endorse dari salah satu brand yang memaksa saya mengeksekusi tart ini. Awalnya saya mengajukan chia seed pudding dengan pewarna alami yang dijual oleh brand tersebut. Chia seed kaya akan asam lemak omega 3, serat, protein, dan rendah kalori, jadi tidak masalah jika selesai foto makanan kemudian saya sikat hingga tandas. Tapi sialnya, klien meminta produk baking, sejenis tart dengan isi vla yang diberi pewarna. Akhirnya saya terpaksa membuat Hokkaido cheese tart ini. Ketika tart telah matang, susah payah saya menahan diri untuk tidak menggigit sepotong, namun akhirnya 3 buah kue justru berakhir kedalam perut. Tobat!
Cheese tart ini umum dijual di mal tapi tanpa pewarna, tekstur fillingnya lembut, creamy dan cheesy karena terbuat dari cream cheese. Saya menggunakan kulit tart yang sedikit dibuat kokoh namun tetap lembut dikunyah. Alasannya karena filling yang basah akan membuat kulit tart menjadi lembab, jika tekstur kulitnya terlalu empuk maka bentuknya tidak akan bertahan bagus. Membuat cheese tart sangat mudah, skip penggunaaan bahan pewarna jika tidak suka, dan oles permukaannya dengan kuning telur agar tampak shiny.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Red Velvet Hokkaido Cheese Tart
Tertarik dengan resep pie / tart lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Fudgy Chocolate Pie
Pie Labu Kuning
Pie Susu a la Veggy
Panggang tart di oven yang telah dipanaskan sebelumnya suhu 180'C api atas saja hingga isi terlihat mengeras dan agak terbakar permukaannya. Sekitar 15 - 20 menit atau tergantung jenis oven masing-masing. Keluarkan dari oven, dan sajikan.
Hi mba endang.. Aku komentator pertama nih .. senyum2 sendiri baca Makan untuk hidup & Hidup untuk makan.. Sayangnya aku juga Hidup untuk makan.. huhuhu syedihh ,kyny ga sanggup ya Makan untuk hidup.. Btw mba ,keren bgt hokaido nya.. warna nya keren.. dijamin warna dan tampilan mewakili rasa yg super sedap 😍😍 Sukses terus mba endang
BalasHapuswkaakak kita sama Mba, pengen banget merubah mindset hidup untuk makan ke makan untuk hidup, tapi kok susaaaah
HapusMbak sekarang pukul 01.28 dinihari dan saya kelaparan dan barusan ngemil beberapa biskuit regal, baca cerita soal kakek kakek diatas bikin aku feeling guilty udah makan regal 🥺🥺 tega kamu mbak..huhuhu
BalasHapuswkakkaka, saya sering begitu, cuman ngemil kacang goreng, hadoooh nyesel habisnya
HapusMbak, kalo cream cheesse di fillingnya diganti full cheddar apa bisa ya?. Kalo bisa, bahan filling apa yg di skip/ditambahkan?
BalasHapusbisa Mba, ya skip saja cream cheese, tambah cheddar dan susu, mungkin sedikit maizena agar kental
Hapusmba endang. kalau panggangnya pake oven kompor. oke ga ya?
BalasHapusbisa, tapi saya belum pernah coba
Hapusmbak ini bs pake cetakan kue biasa ga yg utk pie... ? kan punya mba sptnya cetakannya bisa dilepas yah?
BalasHapus