Kepala yang berat agak sedikit ringan ketika tubuh sudah diguyur dengan air dingin. Undangan wisuda hanya untuk dua orang, jadi hanya saya dan Ibu yang akan masuk ke dalam gedung wisuda menyaksikan Dimas diresmikan sebagai sarjana. Tertulis di undangan peserta wajib mengenakan pakaian resmi nasional, Ibu saya memutuskan berbusana batik sementara saya telah mempersiapkan selembar baju brokat panjang sedengkul yang bisa dikombinasikan dengan celana hitam. Sepatu dan tas tangan saya pinjam dari Wiwin, yang koleksi perlengkapan kondangannya lumayan lengkap. Di pukul lima pagi rumah menjadi riuh dan ramai dengan anggota keluarga yang mulai bersiap-siap mengantar. Ada Tedy, Diar dan kedua putrinya. Wiwin dan suaminya, Azy. Saya, Ibu dan tentu saja Dimas si wisudawan. Kami berangkat tepat pukul 6 pagi dalam 3 buah mobil menuju JCC.
Pagi itu di dalam Gelora Bung Karno super macet, karena bersamaan dengan acara lomba lari marathon yang diselenggarakan salah satu institusi. Mobil berderet panjang bercampur antara para undangan wisuda dan mereka yang hendak masuk ke GBK. Sialnya, jalan menuju ke JCC ditutup dan seorang polisi lalu lintas berjaga disana. Kami sempat panik melihatnya karena semua mobil dibuang ke kanan yang artinya kami harus keluar dari kompleks GBK, itupun dalam kondisi super macet.
Di tengah kemacetan dan kecemasan, saya memutuskan untuk putar balik dan masuk ke jalan menuju ke JCC kembali, jika alasan hendak ke JCC karena acara wisuda ditolak maka kami bermaksud jalan kaki saja kesana. Sebenarnya jaraknya lumayan jauh, tapi karena masih pagi dan matahari belum bersinar terik maka jarak tersebut tidak terlalu berat. Untungnya ketika mobil tiba didepan petugas, jalanan menuju JCC telah dibuka, sehingga saya, Ibu dan Dimas tiba di gedung tempat berlangsung acara wisuda dengan sukses. Tapi tidak dengan Wiwin dan Tedy yang berada didalam mobil terpisah. Mereka terjebak kemacetan dan terlempar kearah lainnya. Kami memutuskan jika memang karena faktor macet membuat mereka tidak bisa tiba di JCC maka cukup saya dan Ibu saja yang mendampingi Dimas.
Sesuai jadwal didalam undangan, sekitar pukul sebelas siang acara selesai. Saya dan Ibu duduk didalam salah satu kursi didalam aula JCC yang bentuknya seperti stadion. Barisan antar kursi super mepet, lutut nyaris menyentuh kursi didepan, alamat akan susah berjalan keluar jika hendak ke toilet. Perut saya yang tidak nyaman sejak malam hari, terasa melilit ketika jam menunjukkan pukul sepuluh, rasa bosan mulai mendera menyaksikan para wisudawan dan wisudawati yang jumlahnya mencapai seribuan orang dipanggil satu persatu ke podium. Perut yang melilit semakin tak tertahankan, padahal mati-matian saya menahan diri pergi ke toilet karena fakultas Dimas sebentar lagi dipanggil untuk berjalan ke depan. Walau panitia menyediakan fotografrer khusus untuk mengabadikan setiap momen wisudawan kala menerima ijasah dari rektor tetap saja saya ingin mengabadikannya juga di ponsel.
Akhirnya saya menyerah dan berjalan keluar, melewati deretan kursi berisi tiga perempuan muda yang melancarkan aksi protes kala saya berjalan didepannya. "Kenapa lewat sini sih? Mengapa nggak keluar dari arah sana?" Cetus salah satu mulut dengan nada kesal. Saya sebenarnya lebih kesal lagi dengan keegoisan mereka. Kursi di sisi berlawanan arah diisi dengan 4 orang paruh baya salah satunya Ibu saya, dan tubuh-tubuh mereka lumayan jumbo, artinya akan lebih susah untuk berjalan keluar dibandingkan melewati tiga perempuan yang bertubuh lebih kecil. Mereka toh cukup mengangkat kaki sedikit keatas agar saya bisa lewat dan tidak perlu harus berdiri keluar barisan.
Sungguh, dalam situasi seperti ini dimana kondisi serba pas-pasan di tempat umum masih ada manusia egois yang hanya memikirkan kenyamanan diri sendiri. Jika saya bisa meloncat, rasa-rasanya saya ingin meloncati kepala mereka satu persatu agar lebih dramatis, dibandingkan hanya sekedar memohon, "Permisi ya, maaf ya," sambil berusaha mengempiskan diri sekecil mungkin agar bisa melewati. Tapi memang, pada acara-acara seperti ini selalu ada manusia-manusia yang tak peduli dengan orang lain, contohnya mengenai kursi. Di saat para undangan yang datang belakangan bingung mencari kursi kosong, banyak yang sudah tiba lebih awal seenaknya meletakkan tas atau box snack mereka di kursi disebelah yang belum terisi, ketika ditanya apakah kursi tersebut kosong dengan tega berkata, "Ada orangnya." Padahal hingga acara berakhir tak ada satupun keluarga mereka yang menduduki kursi tersebut. Tobat! Apakah ini tipikal orang Indonesia ya?
Selesai dari toilet, sialnya fakultas Dimas mulai dipanggil untuk maju kedepan satu persatu. Saya pontang-panting berlari tapi sepatu kondangan dengan tumit pendek ini cukup menghambat. Ketika tiba di aula, saya tidak sempat memotret saat Dimas dipanggil untuk mendapatkan pengesahan rektor. Memaki-maki sendiri akhirnya saya berjalan kembali ke kursi Ibu, kali ini saya enggan menghabiskan waktu hingga acara selesai didalam aula. No way lah jika harus melewati kursi tiga perempuan bawel tadi. Saya lantas mengajak Ibu keluar aula dan menunggu acara wisuda di kafe JCC yang terletak didepan gedung. Kami nongkrong di kursi nyaman kafe sambil menyeruput secangkir cappuccino dan coklat panas hingga Dimas berjalan keluar aula di pukul setengah dua belas siang. Dulu ketika menjadi peserta wisuda, walau acara berlangsung seharian saya merasa tak bosan dan tak capek, tapi kini menonton peserta wisuda ditahbiskan walau hanya tiga jam rasanya alamak begitu membosankannya.
Wokeh menuju ke resep lasagna kali ini. Resepnya mirip-mirip dengan lasagna meleleh ala Sintya yang pernah saya share sebelumnya, link disini. Setelah banyak melihat video resep lasagna yang dimasak oleh nonna (nenek) Italia, saya baru tahu bahwa lasagna disana menggunakan saus bechamel alias saus putih yang terbuat dari roux (tepung terigu yang ditumis dengan mentega hingga matang) dan dimasak dengan susu cair. Hasilnya adalah tekstur lasagna yang lembut, creamy dan meleleh dimulut. Ini berbeda dengan lasagna Amerika yang banyak menggunakan keju mozarella parut disetiap layer-nya. Kalau disesuaikan dengan kondisi disini dimana keju mahal harganya maka versi Italia tentu saja lebih sesuai bagi kocek saya.
Saya menambahkan keju filling di saus putihnya, tapi tanpa keju filling (sejenis keju spread) hanya menggunakan keju cheddar parut saja juga sedap. Untuk saus dagingnya, penambahan telur akan membuat tekstur lasagna lebih padat sehingga mudah dipotong dan menghasilkan irisan yang bagus, tapi tanpa telur pun bisa ya.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Resep modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep Italia lainnya? Silahkan klik link berikut ini:
Creamy Fettuccine Alfredo
Spaghetti alla Carbonara
Spaghetti Meatballs
1 sendok teh merica hitam tumbuk
Bahan lain:
Cara membuat saus:
Note: saus keju dan keju parut terasa asin, jadi jangan terlalu banyak menambahkan garam di saus daging.
Membuat saus keju / bechamel sauce:
Tuangkan susu cair sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat hingga adonan tercampur baik. Jangan masukkan susu cair secara sekaligus banyak karena adonan agak menggumpal dan bergerindil. Gunakan spatula balon untuk memudahkan mengaduk. Lakukan gerakan aduk dan menuangkan susu bersamaan agar tepung tidak menggumpal. Gunakan api kecil selama memasak saus agar bagian dasar saus tidak cepat gosong dan mengeras. Masak hingga saus kental.
Masukkan keju spread dan keju cheddar parut, aduk dan masak dengan api kecil hingga keju meleleh sempurna. Tambahkan gula, garam, merica, kaldu janur dan Italian seasonings, aduk rata. Masak hingga muncul letupan, cicipi rasanya, sesuaikan asinnya, angkat. Sisihkan.
Jika saus daging tidak terlalu panas, masukkan telur kocok, aduk rata. Tahap ini optional, telur membut lasagna sedikit lebih padat sehingga mudah dipotong.
Lapisan paling atas adalah saus daging, saus keju dan taburan keju parut yang banyak hingga menutupi permukaan lasagna. Panggang di oven suhu 200'C api atas bawah hingga lasagna terlihat mendidih, permukaan keju tampak mulai kecoklatan. Angkat, biarkan hingga lasagna agak dingin sehingga sedikit mengeras teksturnya dan mudah dipotong. Sajikan dengan saus sambal.
Selamat siang mba endang.....
BalasHapuswah liat lasagna nya yang udah jadi rasanya pingin nyicip ...👍👍👍
tapi....liat cara pembuatanya aduhhhhh rumit tahapnya banyak banget
jadi mo bikin kayaknya hanya angan angan aja dech......
mba endang kali ini aq hanya liat aja dech .......🙏🙏😍😍
wakkakak iya, memang ribet, ngumpulin semangat dulu, saya sendiri mungkin buat setiap 5 tahun sekali saja hahhahah
HapusOh... paling bawah saus ya mbak. Saya biasanya lasagna... makasih mbak. Btw itu keju spread apa ya? Biasa pake cheddar aja
BalasHapuskeju spread kaya cream cheese hanya lebih smooth teksturnya mab, bs pakai cheddar saja
HapusJadi kangen wisuda lagi...haha..
BalasHapusBtw suka ngencess liat lasagna, pernah nyoba bikin tp kata suami ”kok jauh beda ama yg digambar”hehe... butuh konsentrasi dan skill tingkat tinggi ini.. tp thanx resepnya keep dulu.
Tati, kendari
memang bikin lasagna itu butuh perjjuangan panjang Mbak Tati, hehhehe, saya sendiri actually males banget kalau diminta bikin ini hahhaha
HapusMakanan kesukaan saya niich. semoga diberikan tekad dan semangat utk segera eksekusi. Makasih resepnya mba Endang. Salam kenal dari Port Harcourt, Nigeria.
BalasHapussalam kenal Mbak Okti, senang resepnya disuka ya
HapusHai mba Endang... mau tanya donk antara resep Lasagna yang ini sama yang lasagna meleleh ala sintya lebih enak mana?... mba Endang lebih suka yang mana?...
BalasHapuspengen coba salah satu resep Lasagna ny.
By_Fitri.
Halo mbak endang salam kenal saya asky.. ak salah satu penggemar resep2 nya mbak yg anti gagal.. pokonya top bgt deh.. berhubung saya masi amatiran dan sy mau coba eksekusi lasagna ala mbak endang ini, mau nanya kira2 butuh brp lama buat manggangnya ya mbak? Makasiii
BalasHapussalam kenal Mbak. Kira2 sekitar 30 menitan ya, lihat saja kalau mendidih dan permukaannya mulai coklat berarti sudah bs dikeluarkan
HapusMbak endang, italian sesioning bisa diganti apa yaa, penggunaannya hanya sedikit sekali, khawatir terbuang karena belum tentu rajin bikin hihiii
BalasHapusoregano dan basil bs Mbak
Hapus