Manusia kian hari kian aneh tingkahnya. Nyawa begitu murah harganya, hanya dengan uang ratusan ribu rupiah saja tega menghabisi nyawa orang lain. Atau korupsi yang semakin marak seakan-akan dosa dan moralitas bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Artis yang nyeleneh dengan tingkah tidak mendidik justru mendapatkan perhatian lebih dan ditayangkan beritanya setiap hari. Kadang saya hanya bisa garuk-garuk kepala sendiri mengamatinya. Jaman medsos memang jaman edan, seakan-akan jika tidak ikutan gila maka tidak akan terkenal. Tapi apakah harus seperti itu agar bisa eksis di dunia yang fana ini? Seakan mati tidak akan pernah menghampiri padahal kematian adalah satu hal yang pasti terjadi pada semua makhluk bernyawa. Tobat!
Sudah lama saya juga tidak menonton televisi, mungkin lebih dari lima tahun yang lalu. Hingga saya sendiri lupa bagaimana caranya menghidupkan televisi berdebu yang nangkring disebuah meja didepan ranjang. Kemarin iseng saya coba, tapi tidak ada gambar apapun yang muncul walau aneka tombol di remote sudah berkali-kali dipencet. Sejak saya merasa acara televisi lokal tidak ada yang menarik dan mendidik, buat apa membuang waktu menontonnya bukan? Untungnya dijaman internet ini ada banyak sekali video menarik di You Tube dan artikel yang asyik untuk dibaca. Tema traveling, gardening, komedi, interior, cooking, dan banyak hal seru atau unik lainnya yang bisa ditemukan. Bagian terpenting adalah bijak memilah jenis video atau artikel yang tepat, tidak tejebak dengan berita hoax atau hal-hal berbau rasis dan radikal.
Masalahnya, akhir-akhir ini saya mulai merasa kecanduan You Tube dan internet berbahaya juga, sebagaimana berbahayanya mereka yang kecanduan video game. Anda pernah membaca seorang pria yang hilang kewarasannya atau buta matanya karena begitu seringnya bermain video game? Nah beberapa waktu yang lalu berita ini ditayangkan di internet. Pria muda yang menjadi gila karena kecanduan video game ini duduk dengan tatapan kosong, bibirnya tersenyum-senyum sendiri sementara kesepuluh jemari tangannya tak henti-hentinya bergerak seakan sedang memencet tombol di joy pad. Tubuhnya kurus kering karena seharian dia hanya melakukan kegiatan ini tanpa makan, minum, tidur atau mandi. Jika petugas yayasan tidak menyuapinya makanan atau memaksanya tidur, maka dia tidak akan bergerak dari tempat duduknya dan khusyuk dalam khayalan game di kepalanya.
Pemuda lainnya buta karena bermain game lebih dari 12 jam setiap harinya. Bermain video game entah di handphone, laptop atau menggunakan televisi sebagai layar biasanya dilakukan dalam jarak dekat. Berbelas jam dalam sehari, puluhan jam dalam seminggu dan ratusan jam dalam sebulan, mata dihajar dengan sinar radiasi dari layar, tak heran jika organ penglihatan menjadi error. Saya sendiri merasakan mata ini mulai berkurang fungsinya sejak dua tahun belakangan ini. Sejak smartphone semakin asyik menjadi alat baca pengganti buku, browsing, dan menonton, maka intensitas saya menggunakannya menjadi lebih tinggi. Benda ini kecil, ringan, bisa dibawa kemana-mana bahkan hingga ke toilet sekalipun. Nyaman dipakai menonton sambil rebahan diatas kasur, bahkan sejak makin banyak website yang menyediakan e-book gratis, maka aneka novel pun menjadi mudah dibaca tanpa harus membeli buku fisiknya.
Akhirnya saya pun menjadi seperti para pecandu video game umumnya, malas melakukan apapun kecuali makan (sayangnya makan tetap tidak bisa dilupakan!), minus dan silinder dimata menjadi semakin bertambah dan jam tidur berkurang. Jika dulu saya tidak memerlukan kacamata ketika bekerja didepan laptop, kini benda itu wajib karena tulisan mulai terlihat buram. Jika dulu sebelum jam dua belas sudah nyenyak tertidur, kini walau berulang kali berjanji pada diri sendiri, sepulang kantor akan segera mandi dan naik ke kasur untuk tidur, kenyataan yang terjadi saya justru tenggelam dalam sebuah novel dan baru tidur dipukul dua pagi, itupun setelah mata terasa sepat dan berat untuk dipakai membaca. Padahal dikantor seharian saya telah duduk didepan layar laptop! Bagaimana cara mengurangi ketergantungan pada internet ya? Mungkin harus kembali ke jaman dulu dimana orang lebih banyak melakukan kegiatan outdoor dibandingkan hanya duduk didalam ruangan saja. Tobat dah.
Menuju ke resep mi goreng ini. Saya suka shirataki karena kalorinya yang hampir zero dan teksturnya yang lembut. Mi ini tidak memiliki rasa sama sekali, tapi untungnya mampu menyerap bumbu dengan baik ketika diolah dalam satu resep masakan. Baik digoreng atau dalam hidangan berkuah, shirataki sangat lezat. Teksturnya yang kenyal karena terbuat dari umbi iles-iles (konyaku, yang menjadi bahan dasar jeli) membuat shirataki lezat sebagai campuran salad, isi salad roll yang biasanya menggunakan mi beras sejenis bihun, atau bahkan didalam kuah soto. Saya biasanya membeli shirataki basah dalam rendaman air. Shirataki versi ini siap pakai, cukup ditiriskan, cuci bersih dengan air matang dan siap digunakan didalam masakan. Tetapi sekarang saya menggunakan shirataki kering yang banyak dijual di online shop. Kendala shirataki kering adalah memerlukan waktu yang lama untuk merebusnya hingga lunak.
Mi kering shirataki menyerap air sangat banyak ketika direbus, jadi pastikan air rebusan melimpah sehingga tidak perlu berkali-kali menambahkan air hingga mi menjadi benar-benar matang dan lunak teksturnya. Saat ini saya memilih merebusnya didalam panci presto. Cukup masukkan mi kering didalam panci, tambahkan air hingga mi terendam dan masak hingga terdengar desisan pertama. Langsung matikan kompor, biarkan hingga penutup panci terbuka sendiri dan mi lunak dengan sukses.
Berikut resep dan proses mi goreng shirataki ya.
Waah TVku jg udah lama mati mba'e, gak niat beli lg soalnya udh gak nafsu nonton tv nasional. Capek lihat berita yg isinya cuma berita dr kubu/golongan orang2 yg gak terima kekalahan. Ke-pesimis-annya mempengaruhi kejiwaan sluruh pelosok negeri. Ini mie dibuat mie rebus yg pedes pasti mantep y mba, soalnya aku udh jarang lg makan nasi putih. Selama ini paling pake bihun beras/soun/bihun jagung..
BalasHapusHahhaa, samaa, toss Mbak Herlina.
HapusYep, enaak mba, diapa2in juga maknyuss.
jadi laper..
BalasHapusAn interesting and useful article...
thanks ya
HapusSaya juga sudah bertahun-tahun tidak punya TV. Tidak tertarik melihat dan mendengar berita TV/radio... lebih real melihat fakta di sekitar...
BalasHapusBtw resep mie ternyata gampang2 susah ya... soale bikin mie gak seenak beli...
saus2nya Mbak Nina, tukang jualan itu pakai merk tertentu bukan yang biasa di spm
HapusPakai mie shirataki basah bisa ya mba endang?
BalasHapusbisa Mba Zona
Hapus