Sejak teman saya, Lily, yang tinggal di Jerman berbagi foto-foto tanaman anggrek koleksinya, mendadak minat saya terhadap tanaman hias yang satu ini muncul kembali. Setelah hobi ini mati suri sekian lama, tepatnya sejak saya melakukan re-potting anggrek Cattleya yang justru berakhir zonk, kini saya tertantang kembali untuk mencoba (sekali lagi!) menanam anggrek. Saya kagum juga dengan kesuksesan Lily membudidayakan anggrek didalam apartemennya. Beberapa bahkan ditanam dalam kultur air yang sepertinya sedang ngetrend diterapkan pada anggrek. Saya melihat lingkungan apartemen Lily, dimana anggrek mendapatkan sinar matahari tidak langsung dari jendela kaca yang lebar, suhu yang stabil dan tidak terkena terpaan hujan atau cuaca lainnya, membuat habitatnya lebih terjaga dan terukur dibandingkan menanamnya langsung di halaman. Sayangnya rumah tempat saya tinggal, sinar matahari tidak bisa menjangkau tepian jendela, jadi anggrek harus diletakkan di halaman, terkena sinar matahari langsung, terhujani dan terserang hama.
29 November 2019
28 November 2019
Resep Mie Goreng Aceh
Saya sejujurnya kurang suka dengan mi Aceh, baik goreng maupun kuah. Bagi lidah Jawa saya, rasa mi yang dominan rempah dan asin, kurang cocok dengan selera. Mi goreng Jawa yang manis kecoklatan lebih menjadi favorit. Seingat saya, baru dua kali saya mencoba mi Aceh. Warung pertama di area terminal bis Blok M, warung ini sudah beroperasi sejak lama, bahkan sebelum penjual mi Aceh banyak tersebar dimana-mana di Jakarta. Penjualnya adalah orang Aceh asli, dan selain mi mereka menjual rujak buah khas Aceh. Warungnya selalu ramai, si Bapak meletakkan kompor dan wajan super besar didepan warung dan setiap kali dia memasak mi goreng saya jadi ngiler dibuatnya. Satu waktu saya pun iseng mampir dan menjajal mi goreng Acehnya, menurut saya not so special. Rempah, rasa pedas dan asin lebih mendominasi. Percobaan kedua mencicipi makanan ini di food court mall Ambassador, ada satu resto mi Aceh yang menjulnya bersama roti cane dan kuah kari. Rasanya tak jauh beda dengan versi di Blok M, hanya yang ini tidak terlalu banyak rempah sehingga lebih mild rasanya, tapi tetap saja tidak sesuai dengan taste saya. Saya suka dengan masakan Aceh, beberapa bahkan saya coba eksekusi di rumah, tapi khusus mi Aceh sepertinya saya mengibarkan bendera putih tanda menyerah.
Bubuk Kari |
Label:
Daging Sapi,
Masakan Aceh,
Mie,
Sayuran
Resep Turkish Sarma
Turkish Sarma
Untuk 20 buah
Bahan:
- 40 lembar daun anggur
Bahan isi:
- 2 sdm minyak untuk menumis
- 1 buah bawang bombay
- 250 gram daging sapi cincang
- 1 cup beras basmati
- 1 ikat peterseli, cincang
- 2 buah tomat
- 2 sdt cabai bubuk
- garam
- merica hitam tumbuk
- kaldu bubuk
Untuk saus, aduk jadi satu:
- 1 sdm pasta tomat
- 1 sdt cabai bubuk
- 1 sdm minyak
- 1 cup air
Saus yogurt:
- 5 sdm yogurt
- 2 siung garlic, cincang
- daun mint
- garam
Cara membuat:
Siapkan daun anggur, potong pangkal tangkainya, cuci bersih, sisihkan.
Siapkan panci, masukkan 500 ml air, tambahkan 1/2 sdm garam. Rebus hingga mendidih, masukkan daun anggur. Rebus selama 1 menit, angkat, tiriskan dan rendam daun dalam air dingin. Sisihkan.
Siapkan pan, panaskan minyak. Tumis bawang bombay hingga layu dan matang, masukkan daging cincang, aduk dan tumis hingga daging tidak pink lagi. Masukkan beras, aduk dan tumis hingga beras terlihat transparan permukaannya. Masukkan sisa bahan isi lainnya, aduk rata. Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya. Angkat.
Tiriskan daun, peras kuat-kuat.
Letakkan beberapa lembar daun dipermukaan talenan/meja. Letakkan 1 1/2 sdm adonan isi. Bungkus isi seperti membuat risol. Tata di pan dengan bagian lipatan disisi bawah. Lakukan pada semua bahan lainnya. Tuangkan bahan saus. Tutup pan, masak dengan api kecil hingga air habis dan mengering.
27 November 2019
Resep Ayam Panggang Taliwang
Walau sebenarnya ingin singgah sejenak di Lombok ketika berlibur ke Bali bulan lalu, namun karena begitu banyak tempat yang ingin dikunjungi di Bali niat itu urung dilaksanakan. Tapi bertahun nan lampau saya pernah ke Lombok bersama beberapa rekan kantor. Waktu itu kami menginap di seputaran pantai Senggigi. Sayangnya kami tidak mengunjungi beberapa gili yang terkenal disana. Tapi untungnya berkesempatan melihat-lihat pasar tradisional yang menjual kerajinan tangan masyarakat setempat bahkan berkunjung ke salah satu rumah penduduk yang menjadi pengarajin gerabah. Kala itu pariwisata Lombok sedang lesu, tidak banyak turis asing dan domestik yang berkunjung. Toko-toko yang menjual kerajinan rakyat bahkan tidak ada pengunjungnya sama sekali, barang-barang unik dari kayu, gerabah, kulit kerang dan logam tergolek berselimut debu. Walau saat itu saya belum terjun ke dunia blogging, tapi minat mengumpulkan aneka perabot makanan sudah merasuk jiwa. Beberapa mangkuk kayu saya bawa pulang dan kini sering dihadirkan di blog sebagai wadah makanan. Rekan kantor saya yang pintar memilih barang justru berhasil membawa pulang dua mangkuk besar berbahan kuningan yang saya ngiler berat hendak memilikinya, sayang si penjual tidak memiliki stoknya lagi.
Label:
Ayam,
Masakan Bali
Resep Plecing Kangkung
Plecing Kangkung
Untuk 2 porsi
Bahan:
- 2 ikat kangkung, siangi, rebus/kukus hingga matang
- 3 sdm kacang tanah goreng
Bahan sambal:
- 4 buah cabai merah keriting
- 5 buah cabai rawit merah
- 1 1/2 sdt terasi bakar
- 1 buah tomat merah
- 1/2 sdm gula jawa
- 1/4 sdt garam
- 1/2 buah jeruk nipis peras airnya
Cara membuat:
Siapkan cobek, masukkan semua bahan sambal, tumbuk lumat tapi masih agak sedikit kasar.Cicipi rasanya, sesuaikan asin dan manisnya. Guyurkan di permukaan kangkung, sajikan.
Untuk 2 porsi
Bahan:
- 2 ikat kangkung, siangi, rebus/kukus hingga matang
- 3 sdm kacang tanah goreng
Bahan sambal:
- 4 buah cabai merah keriting
- 5 buah cabai rawit merah
- 1 1/2 sdt terasi bakar
- 1 buah tomat merah
- 1/2 sdm gula jawa
- 1/4 sdt garam
- 1/2 buah jeruk nipis peras airnya
Cara membuat:
Siapkan cobek, masukkan semua bahan sambal, tumbuk lumat tapi masih agak sedikit kasar.Cicipi rasanya, sesuaikan asin dan manisnya. Guyurkan di permukaan kangkung, sajikan.
26 November 2019
Resep Sabzi Polo Mahi
Sabzi Polo Mahi
Untuk 4 porsi
Bahan nasi:
- 1 mangkuk beras
- 1 ikat kecil daun adas
- 1 ikat kecil daun peterseli
- 4 batang daun bawang
- 1 ikat kecil daun ketumbar
- air
- 3 sdm minyak
- 1/2 sdt garam
- sejumput saffron
Bahan ikan:
- fillet salmon
- garam
- merica
Sayur Bobor Daun Adas
Ternyata banyak juga yang kurang mengenal daun dill, atau daun adas. Banyak juga yang mengira daun ini sejenis tanaman hias pagar yang banyak ditanam di halaman. Terlihat dari komentar yang diberikan di postingan Instagram JTT beberapa waktu yang lalu. Daun dill atau daun adas adalah daun tanaman adas (Anethum graveolens) yang menghasilkan biji adas manis yang biasanya dipakai untuk rempah bumbu atau dalam pengobatan tradisional. Tanaman ini masih satu keluarga dengan wortel, peterseli, jintan, ketumbar, dan seledri. Adas biasanya suka tumbuh didaerah pegunungan atau dataran tinggi beriklim sejuk, dan yep bukan jenis tanaman hias pagar bernama Artemisia scoparia yang bisa tumbuh disuhu panas seperti di Jakarta. Daun kedua tanaman ini memang mirip hanya saja daun adas warnanya lebih hijau, teksturnya lebih lentur, lemas, lebih panjang lembarannya dan ketika diremas akan mengeluarkan aroma seperti minyak telon. Banyak yang tidak suka dengan aroma khas ini, ketika dipakai sedikit didalam masakan atau saus memang memberikan rasa dan bau yang unik, tapi ketika dipakai didalam sayuran atau menjadi bahan utama didalam masakan maka aromanya yang overwhelming membuat banyak orang tidak menyukainya.
25 November 2019
Cheesy Beef Curry Ramen
Cheesy Beef Curry Ramen
Untuk 3 - 4 porsi
Bahan dan bumbu kuah:
- 1 sdm minyak untuk menumis
- 1/2 sdm minyak wijen
- 4 siung bawang putih, cincang halus
- 1/2 siung bawang bombay rajang kasar
- 2 cm jahe, cincang halus
- 1 sdt cabai bubuk
- ½ sdm bubuk kari
- 800 – 1000 ml kaldu ayam/air biasa
- 6 buah jamur shiitake, iris tipis (optional)
- 150 gram keju Calf Cheese Filling 7000
- beberapa lembar wakame kering (rumput laut), optional
- 1 batang daun bawang, rajang halus
- 2 sdm kecap asin
- 1 sdt kaldu bubuk
- ½ sdm gula pasir
- 1 sdt garam
- ½ sdt merica bubuk
Bahan lain:
- 300 gram daging sapi sukiyaki atau irisan fillet ayam
- 250 gram mi kuning kering
- 1 ikat baby pakchoy, rebus setengah matang
- 2 butir telur rebus
- 1 batang daun bawang, rajang kasar
- irisan cabai rawit
Cara membuat:
Siapkan semua bahan, rendam wakame (jika pakai) hingga lunak, tiriskan. Rebus mi hingga matang, tiriskan, sisihkan.
Siapkan panci, panaskan minyak dan minyak wijen, tumis bawang putih, bawang bombay, jahe hingga harum. Masukkan bubuk cabai dan bubuk kari, aduk dan tumis beberapa detik. Tuangkan kaldu ayam / air biasa. Rebus hingga mendidih. .
Masukkan keju Calf Cheese Filling 7000, jamur, kecap asin, kaldu bubuk, gula, garam, merica, wakame, irisan daging, aduk dan masak hingga semua bahan matang. Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya. Angkat.
Siapkan mangkuk, tata mi diatasnya. Siram dengan kuah ramen, tata pakchoy rebus, irisan daging dan telur rebus di permukaan ramen. Taburi dengan daun bawang dan irisan cabai rawit. Sajikan panas.
21 November 2019
Jalan-Jalan ke Bali: Ubud (Part 2)
Banyak hal yang bisa diceritakan selama di Ubud, Bali, hasil traveling saya kesana bulan lalu. Cerita bagian pertamanya bisa diklik pada link disini. Satu destinasi wisata terkenal di Ubud tentu saja adalah Monkey Forest. Hutan lindung ini membentang luas di satu sisi Jalan Raya Monkey Forest, pepohonan besar menaungi mulai dari gerbang masuk hingga ke ke seluruh hutan. Suasananya lembab, teduh dan sedikit remang-remang. Saya tidak berminat memasuki hutan ini, alasan utama karena monyet-monyet yang berada disana. Sesuai namanya maka hutan ini berisikan banyak monyet. Tidak perlu hingga masuk kedalam hutan, dari tepian pagar di pinggir jalan pun kita bisa melihatnya. Binatang ini duduk manis berderet diatas tembok pagar, beberapa induk tampak menggendong baby monyet yang menggelayut di pundaknya.
Seusai melepas dahaga di Bali Kopi House yang letaknya tidak jauh dari Monkey Forest, saya dan Lily, rekan selama di Bali, lantas kembali ke Venezia Spa. Kami telah memesan tempat untuk pijat disana sejak 2 jam yang lalu, kini waktu giliran telah tiba. Spa ini terletak di Jalan Monkey Forest, tak jauh dari kafe tempat kami nongkrong. Satu jam spa dibandrol 120 ribu rupiah, saya memilih back and shoulders saja dan harganya 140 ribu rupiah. Saya memang lebih suka bagian punggung dan bahu lebih lama dipijat dibandingkan bagian tubuh lainnya. Kami diletakkan dalam satu ruangan yang sama, kamar terlihat bersih dilengkapi dengan kamar mandi didalamnya, lokasinya langsung menghadap ke arah persawahan. Sayangnya hari itu tanaman padi telah usai panen meninggalkan sisa batang berwarna coklat dan tanah kering. Si Mbak yang memijat saya ternyata berasal dari Nongkorejo, Ngawi, tak jauh dari Paron, kampung halaman saya. Kami tertawa ngakak ketika tahu mengenai daerah asal masing-masing. Pijatannya enak, pas dan tidak terlalu strong. Walau bertubuh pendekar (pendek dan kekar), saya tidak terlalu tahan dengan pijat yang terlalu keras.
Satu jam pijat cukup membuat badan terasa lebih fresh dan nyaman, kami kemudian duduk di kursi-kursi taman menikmati sepiring buah-buahan segar dan secangkir teh jahe yang nikmat. Saat sedang asyik mengobrol itulah saya melihat beberapa ekor monyet muncul diatas atap bangunan spa. Awalnya hanya seekor, dilanjutkan dengan rekan lainnya, dan akhirnya lima ekor monyet nangkring disana tampak bersiap-siap hendak meloncat ke atas meja. Saya langsung berteriak memanggil Mbak petugas spa. Mbak -mbak yang bertugas di spa ini rupanya sudah terbiasa dengan serbuan monyet, salah seorang membawa ketapel dan menembakkan batu-batu kecil ke atas atap membuat monyet-monyet ini lari tunggang langgang. Ternyata aroma potongan pepaya, semangka dan nanas dimeja mampu dideteksi monyet dan membuat mereka datang dengan cepat.
Selepas dari Venezia spa, jam makan siang sudah lama berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan perut kami sudah kelaparan berat. Ada satu resto ayam betutu terkenal yang direkomendasikan di TripAdvisor, yaitu ayam betutu Pak Sanur di jalan Arjuna. Walau mbak yang betugas di spa Venezia mengatakan resto itu kemungkinan sudah tutup karena terlalu siang, kami tetap meluncur kesana menggunakan motor. Tidak susah menemukannya, tapi apesnya restoran ini telah tutup. Kami pergi ke pasar Ubud, Lily memarkirkan motornya di tempat parkir didepan pasar yang padat. Waktu kemudian dihabiskan dengan berjalan menyusuri pasar, tidak terlalu berminat membeli aneka barang yang dijual disana karena terkenal dengan harganya yang mahal. Saya hanya melihat-lihat sambil sesekali mengambil foto. Haus yang menyengat akhirnya membawa saya dan Lily mencari kafe yang enak buat nongkrong. Terus terang, walau sepanjang jalan raya Ubud dipenuhi dengan aneka kafe tapi tidak ada satupun yang menarik minat saya. Makanan yang disajikan adalah menu internasional, atau makanan biasa seperti seperti sapi lada hitam, mi goreng, atau nasi goreng. Susah menemukan masakan Bali lokal di kafe-kafe sepanjang jalanan ini.
Kami akhirnya masuk ke satu kafe yang terletak di sebelah restoran Italia, berseberangan dengan Starbucks, saya lupa dengan nama kafenya. Kebetulan meja yang diincar tidak ada yang menduduki, letaknya pas ditepian jalan sehingga mudah memandang turis berlalu lalang. Memutuskan tidak makan - tidak ada menu menarik yang membuat saya ingin mencoba dan harga makanannya tobat mahalnya - jadi kami hanya memesan dua gelas es kopi. Pelayannya luar biasa ramah, menawarkan promo diskon untuk pembelian tertentu, dan memberikan kartu namanya. Saya impressed dengan gayanya yang menghargai turis domestik seperti kami, walau hanya hanya membeli dua gelas es kopi saja. Di Bali, es kopi yang disajikan umumnya berbentuk milk shake dengan es krim sebagai toppingnya. Lumayan berat kalorinya jadi makanan sama sekali tidak diperlukan. Selama di Bali, jalan kaki, aktifitas yang padat, makan yang tidak berlebihan membuat berat badan saya turun sebanyak 3 kg dengan cepat. Luar biasa!
Duduk di kafe memandang turis-turis asing berlalu-lalang dengan aneka busana dan gaya mereka menjadi cara membunuh waktu yang menyenangkan. Turis Western biasanya mengenakan pakaian musim panas dengan bahan sesedikit mungkin menempel di badan, kaki beralaskan sepatu kets atau sandal tipis, dengan tas punggung atau tas selempang simple. Turis Korea dan China biasanya kebalikannya, mereka justru mengenakan pakaian berenda-renda yang panjang hingga menyentuh mata kaki, sepatu berhak tinggi, full make up dengan topi lebar ala-ala Little Missy. Turis domestik seperti saya biasanya mengenakan pakaian full tertutup, mulai dari celana jeans panjang, kemeja lengan panjang atau jaket untuk menghalau sinar matahari
Selepas dari Venezia spa, jam makan siang sudah lama berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore dan perut kami sudah kelaparan berat. Ada satu resto ayam betutu terkenal yang direkomendasikan di TripAdvisor, yaitu ayam betutu Pak Sanur di jalan Arjuna. Walau mbak yang betugas di spa Venezia mengatakan resto itu kemungkinan sudah tutup karena terlalu siang, kami tetap meluncur kesana menggunakan motor. Tidak susah menemukannya, tapi apesnya restoran ini telah tutup. Kami pergi ke pasar Ubud, Lily memarkirkan motornya di tempat parkir didepan pasar yang padat. Waktu kemudian dihabiskan dengan berjalan menyusuri pasar, tidak terlalu berminat membeli aneka barang yang dijual disana karena terkenal dengan harganya yang mahal. Saya hanya melihat-lihat sambil sesekali mengambil foto. Haus yang menyengat akhirnya membawa saya dan Lily mencari kafe yang enak buat nongkrong. Terus terang, walau sepanjang jalan raya Ubud dipenuhi dengan aneka kafe tapi tidak ada satupun yang menarik minat saya. Makanan yang disajikan adalah menu internasional, atau makanan biasa seperti seperti sapi lada hitam, mi goreng, atau nasi goreng. Susah menemukan masakan Bali lokal di kafe-kafe sepanjang jalanan ini.
Kami akhirnya masuk ke satu kafe yang terletak di sebelah restoran Italia, berseberangan dengan Starbucks, saya lupa dengan nama kafenya. Kebetulan meja yang diincar tidak ada yang menduduki, letaknya pas ditepian jalan sehingga mudah memandang turis berlalu lalang. Memutuskan tidak makan - tidak ada menu menarik yang membuat saya ingin mencoba dan harga makanannya tobat mahalnya - jadi kami hanya memesan dua gelas es kopi. Pelayannya luar biasa ramah, menawarkan promo diskon untuk pembelian tertentu, dan memberikan kartu namanya. Saya impressed dengan gayanya yang menghargai turis domestik seperti kami, walau hanya hanya membeli dua gelas es kopi saja. Di Bali, es kopi yang disajikan umumnya berbentuk milk shake dengan es krim sebagai toppingnya. Lumayan berat kalorinya jadi makanan sama sekali tidak diperlukan. Selama di Bali, jalan kaki, aktifitas yang padat, makan yang tidak berlebihan membuat berat badan saya turun sebanyak 3 kg dengan cepat. Luar biasa!
Duduk di kafe memandang turis-turis asing berlalu-lalang dengan aneka busana dan gaya mereka menjadi cara membunuh waktu yang menyenangkan. Turis Western biasanya mengenakan pakaian musim panas dengan bahan sesedikit mungkin menempel di badan, kaki beralaskan sepatu kets atau sandal tipis, dengan tas punggung atau tas selempang simple. Turis Korea dan China biasanya kebalikannya, mereka justru mengenakan pakaian berenda-renda yang panjang hingga menyentuh mata kaki, sepatu berhak tinggi, full make up dengan topi lebar ala-ala Little Missy. Turis domestik seperti saya biasanya mengenakan pakaian full tertutup, mulai dari celana jeans panjang, kemeja lengan panjang atau jaket untuk menghalau sinar matahari
20 November 2019
Resep Kimbap Telur
Gara-gara mengikuti tayangan reality show Korea berjudul The Return of Superman (TROS) di You Tube, saya jadi ngiler dengan aneka makanan yang sering dicoba anggota keluarga yang menjadi bintang TROS. Acara ini menampilkan bagaimana seorang ayah mengasuh putra putrinya tanpa bantuan sang ibu. Penuh dengan cerita, kocak dan seringkali membuat saya terkagum-kagum dengan smart-nya bocah-bocah Korea yang menjadi bintang diacara tersebut. Saat ini saya sedang suka dengan keluarga Park Joo-Ho yang memiliki dua anak, Naeun dan Gun Hoo yang super imut dan lucu. Apalagi mereka termasuk suka jajan di berbagai resto enak di Korea, beberapa diantaranya adalah kimbab telur dan ayam goreng crispy yang terlihat amazing. Saya terus terang masih penasaran dengan ayam gorengnya, tumpukan ayam bersalut adonan tepung yang crispy itu begitu menggoda, ketika digigit suara renyahnya membuat saya seakan ingin meraih potongan ayam di piring saat itu juga. Sayang saya belum menemukan resep tokcer adonan ayam seperti yang ditampilkan di TROS, kecuali menggunakan tepung instan yang banyak kandungan 'micin' nya. Beberapa kali dicoba dengan aneka komposisi berbagai jenis tepung hasilnya masih kurang garing.
ceirta
elecehan seksual, satu topik sensitif yang sering membuat kita terjengit kala mendengarnya, enggan mendiskusikannya, pura-pura tak tahu atau tak mau tahu ketika kejadian itu terjadi disekitar kita. Wanita, rentan menjadi korban pelecehan seksual, walau kemungkinan terjadi juga pada pria hanya jarang diberitakan. Kian hari kian banyak berita mengenai pelecehan seksual terjadi, bentuknya pun bermacam-macam. Mulai dari hanya sekedar memandang dari atas ke bawah dan bawah ke langit, secara verbal, hingga menyentuh secara fisik atau bahkan lebih dari itu. Dimanapun, dinegara manapun pelecehan seksual selalu ada. Saya akui saya sendiri pernah mengalami pelecehan seksual beberapa kali, terutama ketika masih sekolah. Saat itu saya masih terlalu bodoh, terlalu malu dan terlalu tak berdaya untuk fight back ke pelaku pelecehan dan membiarkan begitu saja pergi, berlalu dan berusaha melupakannya. Tapi sejujurnya didalam hati relung terdalam kejadian itu tak pernah bisa dilupakan, menggores kuat hingga setelah puluhan tahun berlalu kejadian tersebut masih saya ingat dengan detail seakan masih fresh baru saja terjadi. Percayalah, 'seringan' apapun bentuk pelecehan tersebut (walau tidak ada satu bentuk pun pelecehan seksual yang bisa dianggap ringan), secara psikologis sangat berat bagi korban.
di sekolah, saat saya masih duduk di SMP, ada satu anak tengil yang suka menarik tali bra teman perempuah sekelasnya. Entah apa yang ada didalam kepala bocah ini, seakan menarik tali bra adalah hobi paling mengasyikkan yang baru dia temukan ketika tahu anak perempuan ternyata mengenakan pakaian dalam yang berbeda dengan laki-laki. Setiap kali dia beraksi akan terdengar jeritan suara korban, ada yang kemudian berteriak kesal, komplain berat, ngamuk-ngamuk, dan yep hanya sebatas itu saja, dan bocah ini akan berlalu sambil tertawa cengengesan penuh kemenangan. Saya benci melihat tingkah lakunya.
Usia belasan tahun kala remaja adalah usia transisi dari anak-anak menjadi manusia dewasa, usia yang sangat complicated, dan bagi anak perempuan usia ini juga dimana organ reproduksi mulai menunjukkan pertumbuhan dan perubahan. Urusan organ tubuh yang mulai menunjukkan perbedaan dan siklus menstruasi bulanan adalah topik memalukan yang jarang didiskusikan, itu bagi saya, entah dengan teman lainnya. Apesnya, kedua orang tua saya adalah sosok-sosok kuno yang tidak menjelaskan dan tidak mempersiapkan mengenai pendidikan seksual ke anak-anak perempuannya sejak dini. Ibu saya tidak pernah menjelaskan mengenai siklus reproduksi bulanan dan bagaimana menghadapinya. Saya menjalaninya sendiri, menebak-nebak sendiri, bertanya ke teman perempuan lainnya, dan menganggap hal tersebut memalukan untuk dibicarakan. Sialnya waktu itu tidak ada internet yang bisa menjelaskan semua ingin tahu dan pertanyaan besar dikepala saya.
i kantor yang diisi dengan manusia-manusia berpendidikan dan rata-rata melek mengenai etika, pelecehan seksual pun terjadi termasuk di kantor tempat saya bekerja. Beberapa waktu belakangan ini kami diresahkan dengan sikap satu makhluk arogan.
19 November 2019
Resep Tekwan
Bulan ini sudah memasuki musim penghujan, tapi menurut saya curahnya di Jakarta sangat rendah. Dalam 1 minggu mungkin hanya 2 kali saja turun hujan. Langit mendung memang selalu menaungi Jakarta setiap hari, tapi apakah itu awan yang sarat air ataukah asap polusi yang menyelubungi, susah untuk dibedakan. Sudah lama saya tak melihat langit biru di ibukota, bahkan saya tak pernah melihat gumpalan awan berarak! Disini langit selalu terlihat tertutup kabut putih. Kondisi ini terjadi sejak tahun lalu, diikuti dengan kemarau panjang tahun ini dan awal musim penghujan kali ini, kabut putih itu tetap ada disana. Warga Jakarta basicnya hidup, bernafas dan tenggelam dalam kabut polusi.
Bagi yang bekerja didalam gedung tertutup rapat mungkin tidak terlalu terasa, tapi bayangkan mereka yang setiap hari ada di jalanan, betapa mengerikannya paru-paru setiap hari terisi dengan asap polusi. Ketika berlibur ke Bali bulan lalu dan nongkrong sejenak di sebuah kafe di tengah sawah di Ubud, saya takjub memandang langit nan biru dengan awan putih dalam aneka bentuk tercetak disana. Tidak ada kabut asap seperti di Jakarta yang membuat matahari seakan bersusah payah memancarkan sinarnya. Tobat, betapa saya merindukan masa-masa lalu kala langit masih terlihat biru dan awan berbentuk teddy bear tampak menghiasinya. Kapan itu akan kembali lagi ya?
15 November 2019
Resep kari kambing/ayam/sapi
Resep dari Umul Huda Alchair, Padang
Bahan :
1kg daging kambing/sapi atau 1 ekor ayam berat 1,2kg
Bumbu iris:
75 gr bawang merah
40 gr bawang putih
Bumbu halus:
75gr bawang merah
40 gr bawang putih
35 gr jahe
75 gr cabe keriting
10 gr kunyit
Tumisan:
5 btr cengkeh
5 btr kapulaga india
5cm kayu manis
3 buah pekak
2-3 sdm bumbu kari
1/2 butir kelapa ambil 1 gelas kentalnya. 2 gelas encer
2 buah tomat potong 4
10 tangkai cabe hijau keriting
3 tangkai daun kari
Minyak goreng secukupnya
Minyak samin/ margarin 1 SDM
Cara membuat:
Tumis bumbu iris dan tumisan tambah daun kari, setelah bawang kuning tambahkan bumbu halus dan bumbu kari,masak sampai hilang bau mentahnya.. kalau perlu tambahan air. Setelah wangi dan tanak tambahkan daging,masak sampai daging berubah warna,tambahkan santan kental/air..masak sampai daging empuk, masukkan santan kental..masak sampai mendidih, kecilkan api, tambah garam, kaldu sapi jika suka. Masukkan tomat dan cabe hijau, koreksi rasa. Matikan api.
Nb:
Jika suka bisa ditambahkan kentang sewaktu daging 3/4 matang.
Resep Cream Cheese Brownies
Apa yang paling menjadi obstacle ketika hendak traveling ke negara maju, terutama jika dana pas-pasan, dan saldo di rekening tidaklah besar-besar amat? Apalagi jika bukan pengurusan visanya! Tiket murah bisa dipersiapkan jauh-jauh hari, akomodasi bisa dishare dengan rekan lainnya, tapi mendapatkan approval visa tidak semua orang bisa lolos dengan mudah. Susahnya menjadi warganegara dunia ketiga seperti Indonesia adalah betapa tidak berdayanya paspor hijau kita kala menghadapi seleksi ketat imigrasi dari negara-negara seperti US, Inggris, Eropa atau Australia. Agar bisa lolos sensor maka segepok dokumen dan aneka data pendukung diperlukan, untuk menunjukkan bahwa secara finansial kita mampu selama tinggal dinegara tersebut, dan untuk menunjukkan bahwa itikad kita hanya ingin berlibur disana selama beberapa hari dan pasti kembali ketika masa berlibur itu usai.
Inilah yang terjadi pada saya kala melakukan pengurusan visa di Kedutaan Australia beberapa minggu belakangan ini. Kakak saya, Mbak Wulan, dan keluarganya akan berlibur ke Australia akhir tahun ini, mengajak saya dan adik bungsu, Dimas, ikut serta. Ajakan kali ini akhirmya saya terima, setelah 2 tahun lalu saya tolak ketika kakak saya dan keluarganya berlibur pertama kalinya disana.
Label:
Brownies,
Cake,
Cream Cheese
13 November 2019
Resep Kiriman Pembaca JTT - Ketupat Kandangan
Resep ketupat Kandangan ini saya peroleh dari Mas Wahyuda Akbar di Banjarmasin, dia adalah salah satu pembaca JTT yang sering memberikan komentar di blog maupun IG. Resep ini diemail sejak tahun 2017 bersama beberapa resep masakan khas Kalimantan lainnya seperti wadai ipau basumap, akhirnya salah satu resep yang diberikan berhasil diwujudkan minggu ini. Ketupat Kandangan ini sebenarnya sudah lama masuk kedalam rencana untuk dibuat, apalagi sejak tiga rekan kantor melakukan wisata kuliner ke Banjarmasin tahun lalu. Mbak Fina, salah satu rekan yang berangkat, sempat mencicipi ketupat Kandangan dan langsung meminta saya segera mencari resepnya. Tentu saja itu request yang mudah mengingat resep asli langsung dari Kalimantan sudah mendekam di bank recipes di blog, tapi masalahnya ketupat Kandangan menggunakan ikan gabus yang susah diperoleh di pasar atau supermarket di Jakarta, khususnya diseputaran tempat saya tinggal. Jadi saya pun menunggu, menunggu hingga ikan gabus muncul ke permukaan dan mendarat di meja tukang ikan. Penantian itu pun akhirnya berakhir ketika minggu lalu saya menemukannya di TransMart, ITC Ambassador. 😃
12 November 2019
Jalan-Jalan Ke Bali: Ubud (Part 1)
Sepertinya saya memang kurang berbakat menjadi travel blogger atau jurnalis, begitu banyak objek yang seharusnya bisa diabadikan dalam foto dan menunjang tulisan, tapi hal tersebut tidak dilakukan. Saya terlalu terpana, atau terlena dengan hal baru disekitar hingga memotret tidak terlintas sama sekali dikepala. Contohnya saat hendak menulis cerita mengenai Ubud seperti kali ini. Saat itu saya memperhatikan betapa banyaknya turis asing berlalu-lalang dengan motor, menurut saya itu adalah hal unik, tapi tangan ini tak bergerak meng-capture gambar, kini saya hanya bisa bercerita tanpa bukti foto yang nyata. Jadi jika begitu banyak tulisan dibawah tidak disertai dengan foto-foto yang menunjang maka memang karena saya lupa menjepretnya saat itu, dan bukan berarti cerita ini hanya hasil daya khayal semata 😅.
Wokeh, lanjut ke postingan saya mengenai cerita kala berlibur di Bali beberapa waktu yang lalu (again!) yang sepertinya tak usai diurai (saya memang 'ember' tingkat tinggi). Kali ini spesial mengenai Ubud ya, karena begitu banyak kisah unik yang terjadi disini. Ubud adalah destinasi wisata yang sepertinya kudu, wajib, dan harus dikunjungi ketika kita pergi ke Bali. Seakan jika ke pulau Dewata dan tidak singgah di Ubud maka belumlah datang ke Bali rasanya. Di hari ketiga saya di Bali, Lily, sahabat dan host saya selama disana, mengajak untuk pergi ke Ubud. Karena dia ragu dengan taksi online yang dilarang memasuki hampir sebagian besar obyek wisata di Bali, maka kami lantas pergi menaiki motor. Walau dulu saat kuliah saya selalu menyetir motor ketika berangkat ke kampus, namun selama tinggal di Jakarta semua keberanian itu lenyap. Apalagi sejak SIM C mati dan tak pernah diperbarui kembali maka keinginan menyetir motor dikubur dalam-dalam. Waktu masih kuliah di Jogya, menjelajah hingga ke Bantul, Kopeng dan Prambanan dengan motor adalah hal biasa, kini saya beranggapan motor adalah moda transportasi yang sangat berisiko tinggi apalagi dengan tingkat lalu lintas yang super padat di Jakarta, ditambah kelakuan supir metromini dan angkot yang main serobot seenak jidat. Saya bahkan tidak berani naik ojek dan memilih naik angkutan umum lainnya walau lebih lambat jalannya.
Label:
Bali,
Jalan-Jalan,
Traveling
11 November 2019
Gabus Asam Pedas
Gabus Asam Pedas
Untuk 1 ekor ikan
Bahan:
- 1 ekor ikan gabus
- garam
- asam
Bumbu dihaluskan
- bawang merah
- bawang putih
- cabai rawit
- serai
- jahe
- kunyit
Bumbu lain:
- daun jeruk
- daun kari
- air asam
- garam
- gula
- kaldu
- air
Resep Rigatoni dan Ayam dengan Pesto Brokoli
Akhir-akhir ini saya agak malas menerima endorsement. Alasan pertama karena ada rasa tidak nyaman memaksakan diri mengolah resep menggunakan satu produk, terutama jika produk tersebut menurut saya tidaklah oke-oke amat. Alasan kedua adalah terkadang tuntutan yang macam-macam dari klien - yang sebenarnya wajar diajukan karena mereka membayar pekerjaan tersebut - seringkali tidak sesuai dengan ide saya. Misal background foto dengan warna tertentu (ada yang meminta warna pink!), produk yang harus terlihat super besar dilayar, menampilkan wajah diri atau melakukan satu aktifitas yang berhubungan dengan produk yang akan dipromosikan. Jiwa kreatifitas saya yang ingin merasa bebas mengekspresikan diri terasa terkekang dengan segala macam syarat yang diajukan, hingga seringkali pengajuan endorse saya tolak. Jika harus mengerjakan aktifitas masak-memasak yang sebenarnya hanyalah hobi ini dengan rasa tertekan sebagaimana saya bekerja di kantor yang digaji setiap bulan, maka lebih baik tidak saya kerjakan sama sekali. Saya akui saya tidaklah terlalu idealis untuk banyak hal, tapi urusan kreatifitas saya enggan diatur. Mungkin itu yang membuat saya susah berkembang di dunia kuliner dan medsos ini. 😅
Label:
Ayam,
Masakan Italia,
Pasta,
Saus,
Sayuran
07 November 2019
Berburu Perlengkapan Food Photography di Bali
Salah satu tujuan saya ketika tiba di Bali dua minggu yang lalu selain berlibur dan berwisata kuliner adalah berburu perlengkapan food photography. Yep, walaupun pernak-pernik penunjang foto makanan cukup banyak bergeletakan dirumah, tetap saja jika melihat perlengkapan makan baru dari bahan berbeda mata ini menjadi kalap. Karena Bali surganya kerajinan tangan kayu dan tembikar maka dua bahan itulah yang saya cari. Saya baru tahu dari pemilik hotel dan supir online bahwa ternyata kerajinan kayu ini bukanlah dibuat di Bali melainkan dari Jepara. Well, Jepara memang terkenal sebagai sentra penghasil kerajinan kayu mulai dari mebel, dan perlengkapan dapur. Umumnya kerajinan Jepara di ekspor ke mancanegara, tapi di Bali kerajinan ini mudah ditemukan dan tentu saja harganya menjadi terdongkrak naik.
Sasaran saya adalah mangkuk kayu dan talenan, walaupun sebenarnya bisa dengan mudah ditemukan di Tokopedia, namun selagi di Bali saya sempatkan untuk berburu kedua barang ini disetiap toko kerajinan yang saya masuki. Tidak susah mencari yang saya butuhkan karena hampir disetiap sudut Bali banyak toko yang menjualnya. Bentuknya beraneka ragam dan bahan yang digunakannya pun bervariasi. Tapi khusus untuk talenan besar dari kayu utuh agak susah ditemukan, tidak semua toko memilikinya.
Label:
Bali,
Jalan-Jalan,
Traveling
Udang dan Mangga Scampi
Udang dan Mangga Scampi
Untuk 5 porsi
Bahan marinade udang:
- 2 siung bawang putih cincang halus / parut
- 1/4 sdt garam
- 1/4 sdt merica hitam tumbuk
- 2 sdm minyak zaitun
- 500 gram udang jerbung kupas kulitnya
Bahan tumisan:
- 3 sdm mentega
- 3 siung bawang putih cincang halus
- 1/2 sdt cabai kering cincang kasar
- 1 sdm jus lemon
- 100 ml air
- 3 sdm daun peterseli cincang
- 1/4 sdt garam
- 1/4 sdt merica hitam tumbuk
- 1 buah mangga gedong gincu, kupas, potong dadu
panaskan mentega, tumis bwang putih, masukkan cabai kering, jus lemon dan air, masak hingga mendidih dan kental. masukkan udang, daun parsley aduk rata, tambahkan mangga, aduk, angkat dan sajikan dengan nasi
06 November 2019
Resep Rujak Kuah Pindang Mangga
Sudah lama saya penasaran dengan rasa rujak kuah pindang a la Bali yang cukup beken. Tampilannya di net sangat menggiurkan dan kuah pindangnya membuat saya membayangkan bagaimana rasanya sih kuah rujak dari rebusan ikan. Beberapa kali berniat mencobanya tanpa mencicipi si rujak kuah pindang aslinya namun terkendala dengan rasa ragu apakah akan muncul jejak rasa amis di dalam kuah. Selian itu, pisau yang dipakai untuk mengiris buah rujak ini tidak sama dengan pisau umumnya. Irisan buah pada rujak kuah pindang biasanya tipis dan bergelombang, katanya sih menggunakan pisau gobed untuk memang khusus mengiris buah untuk rujak. Saya sudah mencari pisau ini di online shop tetapi tidak ada yang menjualnya. Akhirnya saya menyerah dan keinginan hendak mengeksekusi makanan ini pun luntur hingga saya datang ke Bali beberapa minggu yang lalu.
Label:
Buah,
Hidangan Berkuah,
Mangga,
Masakan Bali
05 November 2019
Resep Rujak Pindang Mangga
Rujak Pindang Mangga
untuk 2 buah mangga indramayu
bahan rebusan kuah:
- 3 ekor ikan kembung
- garam
- air asam jawa
- 80o ml air
rebus ikan dengan air hingga mendidih, diamkan 1 menit, buang airnya. Cuci ikan dengan air mengalir, tiriskan
masukkan ikan ke panci tambahkan daun salam, serai, lengkuas, 2 sdm air asam jawa dan 1 liter air, rebus hingga mendidih dan tambahkan waktu 2 menit sejak air mendidih. matikan api, saring, sisihkan air rebusannya.
bahan sambal rujak:
2 buah cabai, 1 sdt terasi bakar, 3 sdm gula pasir, 1 sdm gula jawa, dihaluskan, masukkan ke kuah pindang. Rebus hingga gula larut, angkat, cicipi rasanya, sesuaikan asin, dan manisnya
serut mangga, siram dengan kuah pindang
Resep Ayam Panggang Bumbu Rujak
Terburu-buru, mengapa ya kita selalu terburu-buru dalam hidup? Pagi ini ketika berangkat ke kantor saya menyadari betapa saya selalu melakukan aktifitas dengan terburu-buru. Entah itu ketika menyelesaikan pekerjaan di rumah, di kantor atau hanya melakukan kegiatan simple seperti berjalan keluar dari stasiun MRT. Saya memperhatikan bukan hanya saya yang seperti itu, banyak orang melakukan hal yang sama. Ketika stasiun tujuan sudah mendekat, atau bahkan belum tiba didekat stasiun pun, banyak yang berpindah ke arah pintu, berjubelan didepannya, seakan takut ketika kereta berhenti tidak ada kesempatan untuk keluar. Penumpang kemudian berjalan cepat, seringkali berlari seakan dikejar setan kearah lift atau eskalator, berlomba menuju tangga yang mengarah ke lantai diatasnya.
Saya pun seperti itu! Seakan ada kebanggaan bisa menjadi orang pertama yang mencapai ekskalator, dan orang pertama yang menempelkan kartu ke pintu keluar. Terkadang eskalator terasa lambat jalannya hingga harus berlari mendaki seiring dengan gerakan tangga keatas. Mungkin mereka memang dikejar waktu atau dikejar masa lalu, yang jelas seringkali saya tidak dikejar apapun. Tidak ada bedanya saya berlari terpontang-panting, atau berjalan sesantai mungkin, saya akan tetap tiba di kantor. Entah terlambat, tepat waktu atau justru kepagian, tak ada yang signifikan. Tapi mengapa ya selalu saya lakukan setiap hari ? Tobat!
Saya pun seperti itu! Seakan ada kebanggaan bisa menjadi orang pertama yang mencapai ekskalator, dan orang pertama yang menempelkan kartu ke pintu keluar. Terkadang eskalator terasa lambat jalannya hingga harus berlari mendaki seiring dengan gerakan tangga keatas. Mungkin mereka memang dikejar waktu atau dikejar masa lalu, yang jelas seringkali saya tidak dikejar apapun. Tidak ada bedanya saya berlari terpontang-panting, atau berjalan sesantai mungkin, saya akan tetap tiba di kantor. Entah terlambat, tepat waktu atau justru kepagian, tak ada yang signifikan. Tapi mengapa ya selalu saya lakukan setiap hari ? Tobat!
Salad ayam dengan mango dressing
Salad ayam dengan mango dressing
Mango dressing:
- 1 buah mangga gedong gincu
- 1 ikat kecil daun ketumbar
- 1 buah cbaai rawit merah
- 3 siung bawang putih
- 1/2 buah jus lemon
- garam, merica
- 100 ml minyak zaitun
Bahan salad:
2 potong dada ayam, iris melebar tipis
1/2 bagian mango dressing
lettuce
ketimun
paprika
Cara membuat
Masukkan bahan dressing dalam blender, proses hingga halus,cicipi
pukul2 ayam, tambahkan 1/2 mango dressing, diamkan 20 menit di kulkas. Panggang di pan, angkat, irs
Dori dan Mangga
Dori dan Mangga
Untuk 3 porsi
Bahan:
- 2 fillet ikan dori
- aduk jadi satu: jintan, merica, ketumbar, cabai bubuk, garam dan jus lemon, minyak zaitun
Bahan tumisan mangga:
- 1 sdm minyak
- 2 siung bawang putih cincang halus
- 1/2 bh bw bombay, rajang kasar
- 1 cm jahe cincang
- 2 buah cabai hijau besar rajang kasar
- 2 buah cabai merah besar, rajang kasar
- 3 buah cabai rawit cincang kasar
- 100 ml air
- merica
- garam
- 1 sdm jus lemon
- 1 buah mangga gedong gincu, kupas, potong dadu
Cara membuat:
Siapkan fillet dori atau ikan berdaging putih lainnya. Lumuri permukaanya dengan bumbu. Siapkan pan, panaskan pan dan letakkan ikan dori, panggang dipan hingga matang satu sisinya, balikkan dan panggang sisi lainnya hingga matang. Angkat.
Tuangkan 1 sdm minyak di pan bekas memanggang dori. Tumis bawang putih, bawang bombay, jahe dan cabai hingga harum, matang dan layu. Masukkan air, merica garam dan jus lemon. Aduk dan tumis hingga mendidih dan matang. Masukkan mangga, aduk dan masak selama 1 menit. Cicipi rasanya sesuaikan asinnya angkat.
Tata ikan di piring, siram dengan sausnya. Sajikan dengan nasi hangat.
04 November 2019
Resep Tude Kukus Kuah Asam
Ikan kembung sebenarnya bukan jenis ikan yang saya suka, saat baru saja dimasak teksturnya memang lembut dan terasa gurih, tetapi lama kelamaan menjadi kasar dan keras. Terkadang jika dimasak dalam kuah sup, saat sup dihangatkan kembali rasa ikan berubah tidak selezat ketika pertama kali matang. Tapi, ikan ini harganya terjangkau, selalu ada di pasar dan kondisinya sering kali lebih fresh dibandingkan jenis ikan lainnya. Jadi walau rasanya kurang mantap, saya sering menyetoknya dalam jumlah banyak di freezer. Ikan memang protein hewani yang lebih saya pilih dibandingkan ayam, daging sapi atau seafood lainnya.
Sejujurnya, jika menilik teksturnya, maka ikan nila lebih menjadi pilihan. Daging putihnya sangat lembut, dan biasanya bisa dibeli saat masih hidup di pasar atau supermarket, jadi kondisinya super fresh. Sayangnya ikan nila masih ada sedikit jejak rasa lumpur pada dagingnya, walau pun sudah dipermak dengan aneka bumbu. Apalagi jika hanya dikukus dan diguyur dengan kuah asam simple seperti resep kali ini.
Label:
Ikan Air Laut,
Sambal
Berburu Kuliner Lokal di Bali (Part 2)
Rujak pindang, Warung Men Runtu, Sanur |
Rujak pindang Bali. Sudah lama saya penasaran dengan rasa makanan ini tapi semakin penasaran dan menggebu kala Mbak Fina, rekan kantor saya yang baru saja kembali dari Bali bulan lalu, mengirimkan foto rujak pindang yang dicobanya disalah satu resto disana. Ketika saya berkunjung ke Bali minggu lalu, makanan ini salah satu target utama kuliner yang harus dicoba. Saya sudah membuat list makanan lokal yang hendak dijajal selama stay di Bali, diantaranya adalah ayam betutu, sate lilit, dan rujak pindang, makanan diluar itu saya anggap sebagai bonus. Saya mencari infonya di Trip Advisor dan menemukan resto Warung Men Runtu, jalan Sekuta No.32 C, Sanur. Jaraknya cukup dekat dari hotel, bisa dijangkau dengan motor atau dengan taksi online hanya sekitar 25 ribu rupiah saja.
Rujak pindang Bali berupa irisan rujak buah-buahan seperti mangga mengkal, pepaya mengkal, jambu biji, jambu air, nanas dan bengkuang yang diguyur dengan kuah pindang ikan. Menurut Mbak Fina, cita rasanya sama sekali tidak amis. Saya percaya dengan teman saya ini, karena dia termasuk picky eater dan akan menolak mentah-mentah jika ada sedikit aroma atau rasa yang kuat pada makanan. Ketika makanan ini saya ajukan ke Lily, teman saya selama berlibur di Bali, dia agak sedikit skeptis dengan cita rasa makanan bernama rujak pindang. "Ah apa nggak amis itu Ndang, soalnya kan dia pakai kuah pindang dari rebusan ikan?" komentarnya ragu. Bagi saya si penyuka ikan dan seafood, sedikit rasa amis pada makanan berbahan dasar ikan masih bisa diterima oleh lidah, asalkan tidak keterlaluan. Menurut saya rasa kuah rujak pindang ini masih bisa diterima dengan indra pencecap.
Bulung boni kuah pindang |
Label:
Bali,
Jalan-Jalan,
Kuliner,
Masakan Bali,
Traveling
Langganan:
Postingan (Atom)