Salah satu tujuan saya ketika tiba di Bali dua minggu yang lalu selain berlibur dan berwisata kuliner adalah berburu perlengkapan food photography. Yep, walaupun pernak-pernik penunjang foto makanan cukup banyak bergeletakan dirumah, tetap saja jika melihat perlengkapan makan baru dari bahan berbeda mata ini menjadi kalap. Karena Bali surganya kerajinan tangan kayu dan tembikar maka dua bahan itulah yang saya cari. Saya baru tahu dari pemilik hotel dan supir online bahwa ternyata kerajinan kayu ini bukanlah dibuat di Bali melainkan dari Jepara. Well, Jepara memang terkenal sebagai sentra penghasil kerajinan kayu mulai dari mebel, dan perlengkapan dapur. Umumnya kerajinan Jepara di ekspor ke mancanegara, tapi di Bali kerajinan ini mudah ditemukan dan tentu saja harganya menjadi terdongkrak naik.
Aneka kerajinan anyaman bambu di Pasar Badung, Denpasar, Bali |
Aneka gerabah di Pasar Badung, Denpasar, Bali |
Lokasi berburu perlengkapan food photography lainnya yang terjangkau harganya adalah di Pasar Badung dan Pasar Kumbasari. Kedua pasar ini di bagian lantai atasnya banyak yang menjual kerajinan anyaman bambu, perabotan dapur dari kayu dan batu. Harganya murah jika kita bisa menawarnya. Di Pasar Badung, saya membeli sebuah mangkuk kayu kecil seharga 20 ribu rupiah. Sayangnya tidak terlalu banyak peralatan kayu ukuran besar disini, kebanyakan adalah anyaman bambu seperti keranjang dan kukusan. Tapi di Pasar Kumbasari di satu toko yang menjual kerajinan kayu dan keramik, saya membeli dua buah mangkuk batok kelapa masing-masing seharga 20 ribu rupiah, sendok-sendok kecil untuk ice cream, sebuah teko untuk saus dari keramik, dan sebuah mangkuk yang terbuat dari lembaran rotan utuh yang disambung melingkar seharga 70 ribu (saya pikir pasti bagus untuk proofing adonan roti). Toko ini memiliki harga pasti jadi tidak perlu capek-capek lagi melakukan tawar menawar.
Toko lainnya yang bisa juga dijadikan alternatif di Denpasar adalah toko Erlangga. Walau koleksi perabot dapur dan peralatan makannya kurang banyak tetapi mereka punya nampan-nampan cantik berbahan kayu yang harganya sangat terjangkau. Sayang ukurannya relatif besar sehingga kurang cantik ketika dipakai menyajikan makanan untuk keperluan foto. Sebagaimana tips food photography umumnya, maka perabot saji yang berukuran kecil memang lebih disarankan agar terlihat lebih pas didalam sebuah foto makanan.
Produk kayu keren di toko di sepanjang jalan di Batuan, dari Gianyar menuju Ubud |
Menuju ke arah Ubud, di sepanjang jalan di daerah Batuan menuju ke Patung Bayu Ubud terdapat banyak sekali pengrajin kayu. Disini toko-tokonya skala ekspor artinya kebanyakan adalah perabotan berat seperti mebel, dan lembaran kayu jati utuh yang biasanya dipakai untuk meja. Saya dan Lily menemukan sebuah toko yang khusus menjual perabotan dapur dan peralatan makan. Koleksinya luar biasa banyak hingga bingung memutuskan hendak membeli yang mana. Walau daerah ini termasuk sentra pengrajin kayu jangan berharap harganya lebih murah, menurut saya tak jauh berbeda dengan di Sanur didalam toko yang ber-AC. Kelebihan berbelanja disini adalah varian dan jumlahnya tobat banyaknya. Ratusan jenis talenan dalam aneka bentuk, mangkuk-mangkuk kayu aneka ukuran, piring, nampan, gelas, sendok, apapun perabotan makan ada disini, semuanya terbuat dari kayu jati asli. Jika anda pecinta perabotan makan kayu saya jamin akan kalap melihatnya!
Aneka talenan di toko di sepanjang jalan di Batuan, dari Gianyar menuju Ubud |
Saya tadinya berminat mencari talenan yang lebar, namun berubah pikiran karena bentuk talenan kotak persegi panjang ukuran besar tidak ditemukan. Akhirnya saya membawa pulang sebuah mangkuk kayu ukuran agak besar, sumpit kayu dan sendok bulat bergagang panjang. Mangkuk kayu harganya 75 ribu rupiah, sementara sumpit dan sendok masing-masing dihargai 15 ribu rupiah. Sayang saking bersemangatnya, saya sampai lupa bertanya nama tokonya, yang jelas jika anda berjalan ke arah Ubud, disepanjang jalan didaerah Batuan dari Gianyar menuju ke Patung Bayi Ubud, maka toko-toko peralatan kayu banyak terhampar disepanjang jalannya.
Tempat berburu perabotan lainnya yang saya datangi adalah Pasar Raya Ubud. Jika berbicara harga di Ubud, maka daerah destinasi wisatawan mancanegara paling top di Bali ini sudah pasti harganya lebih mahal dibandingkan lokasi lainnya. Bahkan Starbucks menjual kopi dan makanan dengan harga yang lebih tinggi. Jadi jangan berharap akan menemukan barang murah meriah disini, tapi tentu saja diimbangi dengan kualitasnya. Karena mayoritas konsumen di Ubud adalah turis asing maka barang-barangnya pun berkualitas baik. Lily sudah berpesan ke saya, jika "Disini harganya jauh lebih mahal dibandingkan lokasi lainnya. Kalau sudah ditawar kemudian dbatalkan si penjual bisa ngamuk-ngamuk." Saya ngeri juga dengan informasi itu, dan sepanjang jalan melihat-lihat penjual souvenir saya tak berani menanyakan harga. Para penjual juga sepertinya tidak tertarik dengan turis domestik berkulit coklat seperti kami, mereka tampak lebih bergairah dengan para bule berkulit sewarna susu dan krim. Sepanjang perjalanan menyusuri jalan tak ada penjual yang menawarkan kami dagangannya.
Ubud, Bali |
Di Pasar Ubud ini banyak yang menjual perabotan dapur dan perlengkapan makan kayu atau kulit kerang. Aneka talenan berbagai jenis, bentuk dan ukuran digantung disetiap toko, tapi saya jatuh cinta dengan sebuah talenan kayu solid (yang katanya jati, walau bisa saja mahoni atau jenis kayu lainnya). Talenan ini berukuran besar, persis seperti yang saya inginkan selama ini. Harganya 300 ribu rupiah, saya terus terang bingung hendak menawarnya menjadi berapa rupiah. Mulai dari awal jalanan pasar dimulai hingga ke ujung jalan berakhir, disetiap penjual yang saya datangi, harga terendah yang diberikan mentok di 150 ribu rupiah. Pada kesempatan pertama kali datang ke Ubud talenan tersebut batal dibeli, tapi kedua kalinya kami kesana, akhirnya saya menyerah juga dengan harga yang diberikan ke si penjual. Si talenan saya bawa pulang ke hotel dengan harga 150 ribu rupiah.
Tempat belanja tradisional yang beken lainnya di seputar ini adalah pasar Sukawati, sayangnya ketika kesana pasar ini sedang dipugar dan rata dengan tanah. Di depan lapangan kosong itu terpampang tulisan besar-besar di papan jika pasar dipindahkan sementara ke lokasi lainnya. Saya kurang berminat untuk datang di pasar relokasi dan cukup puas dengan hasil belanja perabotan yang so far menurut saya cukup menunjang food photography di rumah.
Nantikan cerita jalan-jalan saya di Bali di postingan berikutnya ya.
Cerita perjalanan ke Bali lainnya bisa di cek pada link dibawah ini:
Berburu Oleh-Oleh di Bali (Part 1)
Berburu Oleh-Oleh di Bali (Part 2)
😍😍😍
BalasHapussore mba endang...
liat mangkok kayu dan perkakas kayu lainnaya itu lho mba endang jadi
pinginnnnn.....
ok mba saya tunggu cerita ke bali selanjutnya
👍👍😘
iyaa, seru belanja mangkok2 di bali hahahaha
HapusWOWW JADI PENGEN
BalasHapusseruuuu
HapusMet berweeken mbak endang...dari perlengkapan foodphotograpy yg mbak endang beli semua hbs 475rb blm termasuk teko dan sendokkecil untuk es krim...maaf lancang dah berani nebak#semoga salah...hehe
BalasHapusNur_padasan
wakakkaak iyaa, yang mahal itu talenan lebarnya 150 rb hadoooh
Hapus