Saat ini anggrek tersisa hanya jenis Cattleya berbunga kuning yang saya tak tahu namanya, dan Cattleya mantini berbunga ungu yang sepertinya jenis Cattleya yang paling umum ditanam di halaman rumah. Dulu saya punya dua rumpun besar Cattleya mantini yang cukup sering berbunga, tanaman saya gantungkan di samping teras dan tampaknya lumayan happy walau daunnya menguning terkena terpaan sinar matahari. Iseng, satu rumpun saya pecah menjadi beberapa pot dan hasilnya adalah tak ada satupun tanaman yang dipisahkan tersebut survived dihajar musim kemarau panjang dan tentu saja karena kemalasan saya menyiram tanaman. Kini musim hujan mulai datang, waktunya menggugah semangat berkebun dan memulai kembali mengoleksi anggrek. Banyak video di You Tube yang membahas mengenai budidaya anggrek, saya berminat dengan teknik semi hydroponic. Jika water culture adalah menanam dalam media air, maka semi hydro menanam dengan media bukan organik dimana akar tanaman terbenam didalam media sementara sedikit air tersisa didasar pot. Karena water culture menurut saya lebih ribet dan agak sedikit berisiko maka semi hydro lebih diminati.
Pot untuk teknik semi hydro tidak berlubang dibagian dasarnya sehingga air masih sedikit tersisa didasar pot untuk menjaga media tetap lembab. Pot juga dilengkapi dengan dua lubang kecil disisi kiri dan kanan sehingga air siraman tetap bisa dibuang dengan mudah. Saya menggunakan gelas plastik tinggi bekas minuman Thai tea dan toples plastik bening tembus cahaya yang berguna untuk melihat pertumbuhan akar anggrek dari luar. Jika anda berminat dengan teknik ini, video You Tube seperti The Orchid Room dan Miss Orchid Girl bisa menjadi referensi, saya belajar cukup banyak dari video-video yang mereka sajikan.
Saya lantas browsing ke toko online untuk melihat-lihat anggrek murah, level psikologis saya ada di harga maksimal 50 ribu rupiah per tanaman. Membeli tanaman di online memang gambling, mengingat kita tidak bisa melihat dan memilih tanaman secara langsung, besar kemungkinan barang yang dikirimkan berbeda dengan yang terpampang di foto, jadi perlu ekstra hati-hati. Tapi membeli online memang menghemat waktu, tenaga dan tentu saja semua harga sudah tertera, jadi tinggal dibandingkan saja antara satu seller dengan lainnya. Sebelum memutuskan membeli saya biasanya membaca review yang diberikan, membandingkan tanaman sejenis yang dijual seller lainnya, harga murah bukan hanya menjadi satu patokan, karena mungkin saja selisih hanya 10 ribu rupiah kita bisa mendapatkan tanaman lebih bagus dan lebih besar di penjual lainnya.
Anggrek bulan hasil berburu online |
Tanaman anggrek yang saya putuskan beli adalah anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) berbunga putih besar. Anggrek ini sisa tanaman rental yang sudah selesai masa berbunganya. Kantor saya dulu menggunakan salah satu jasa rental anggrek seperti ini, kita bisa membeli anggrek yang sudah selesai masa berbunganya. Saya tahu, Phalaenopsis membutuhkan waktu lama usai berbunga seperti ini, memerlukan pupuk dan ekstra treatment agar tanaman mau berbunga lagi. Apalagi tanaman ini sudah dewasa dan terbiasa dengan pupuk khusus serta habitat nursery yang tentu saja ekstra dibandingkan dengan perawatan ala-ala saya yang abal-abal. Tapi hey, harganya hanya 40 ribu rupiah perpohon dewasa, jadi not so bad lah kalau nantinya berakhir zonk.
Tanaman saya beli dari nursery di Depok dan datang ke kantor menggunakan Gojek hari itu juga, daunnya segar, lebar, rimbun dan sehat. Anggrek ini ditanam dalam media sphagnum moss dalam pot plastik khas nursery. Saya juga sudah memesan media non organic-nya berupa LECA dan pumice di online shop, rencananya weekend ini mau saya tanam dengan teknik semi hydro dan saya letakkan di teras yang tidak terkena sinar matahari langsung. Jika cara ini sukses (semoga!), mungkin saya akan menambahkan koleksi lainnya. Untuk sementara anggrek saya masukkan ke dalam pot tanah liat dan gantungkan di pohon mangga di halaman. So far sih masih baik-baik saja.
Photos courtesy of Lily Anggrek koleksi Lily |
Wokeh menuju ke resep. Horenso atau biasa juga disebut dengan bayam Jepang adalah sayur berdaun hijau favorit saya saat ini setelah daun ubi jalar dan siomak. Sayangnya jenis sayuran ini tidak umum ditemukan di pasar Blok A, dan walau toko buah sayur disebelah kantor sering menjualnya namun harganya mahal untuk ikatan sayur yang sangat sedikit. Horenso berdaun dan berbatang lemas, ketika dimasak akan menyusut drastis. Sayuran ini bersama dengan siomak, kailan dan caisim adalah jenis sayuran yang umum ditemukan di pasar-pasar yang menjual bahan makanan untuk masakan China, ketika saya pergi ke pasar Glodok beberapa waktu yang lalu saya melihatnya banyak dijual pedagang disana. Ada yang ukuran batangnya panjang, ada juga yang lebih pendek dan kompak. Saya sendiri suka jenis yang pendek, karena sayuran ini dijual dalam ukuran kiloan maka tanaman yang berukuran pendek akan mendapatkan daun yang lebih banyak. Untungnya teman kantor saya, Pak Kustandi, yang rumahnya didekat pasar Jatinegara punya langganan penjual sayur andalan dan horenso selalu ada. Sekilo horenso sekitar 35 ribu rupiah, saya biasanya memesan satu atau dua kilo.
Resep ini terinspirasi dari menu yang pernah saya santap di sebuah resto Chinese food di sebuah mal di Kelapa Gading. Siraman telur asin bebek di permukaan horenso yang lembut sungguh sempurna. Berikut resep dan prosesnya ya.
Horenso Siram Telur
Resep modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep sayuran lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Tumis Brokoli Bawang Putih
Brokoli Siram Jamur Bawang Putih
Sapo Tahu dan Jamur
Bahan:
- 1 butir telur asin mentah
- 300 ml air kaldu ayam / air biasa
- 1/2 sendok teh merica bubuk
Siapkan panci, isi dengan 500 ml air dan rebus hingga mendidih. Masukkan horenso, rebus selama 1 menit. Horenso sangat mudah matang dan lunak, jangan merebusnya terlalu lama.
Siapkan pan, panaskan 1 sendok makan minyak. Tumis bawang putih, jahe, dan ebi hingga harum. Masukkan saus tiram, kecap asin, aduk rata. Tuangkan air kaldu, masak hingga mendidih.
Masukkan larutan maizena sedikit demi sedikit hingga tercapai kekentalan yang diinginkan. Rebus dengan api kecil hingga kuah mengental. Jika kuah kurang kental tambahkan larutan maizena lagi, Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya. Tuangkan telur dan kuah ke permukaan horenso, sajikan.
Hai mbak endang. Daun ini teksturnya gak berlendir yha seperti kangkung?saya punya daun gingseng jawa se kresek besar (tobat) oleh2 dar ibu hasil memetik dari depan rumah. Kalau di buat seperti ini enak nggak ya?mengingat daun gingseng jawa jika di rebus agak berlendir. Atau mba endang punya ide masakan untuk daun gingseng?
BalasHapusnggak berlendir mba, bukan seperti ginseng jawa atau kangkung. Daun ginseng saya jarang masak, pernah sekali duluuuu banget, gak suka sama tekstur lendirnya hiks
Hapuswao enak ini mbak horenso, direbus aja dimakan cocol sambal juga enak. aku juga sering dibuat jus hijau seger
BalasHapusiya, dijus juga maknyus enaak
Hapus😍😍😍
BalasHapusSelamat siang mba endang...... aduhhh bunga anggreknya cantik say...
Mbak endang, horenso itu apa ya saya kok belum pernah liat dipasar tradisional daerahku... apa belinya harus di supermarket ya..🙄🙄
ok dech mba sebelum praktek aku tak ke mall dulu cari daun 👆
horenso kalau di luar negeri sih biasa disebut spinach (bayam), bayam dikita sebenarnya adalah amaranth bukan spinach yg sebenarnya. Horenso daun dan batangnya lembut, tidak seperti sawi, jarang ada tapi di jakarta sih pasar tradisional yang banyak menjual bahan makanan china suka dijual, dan supermarket,
HapusHalo mba endang, kayanya horenso bisa diganti sayur yang lain neeh karena melihat harganya.. Wakakakkaka
BalasHapusOiya mba endang, kalo boleh nih.. Boleh request olahan otak sapi ga? Maaf ya mba endang jadi ngelunjak sayanya..
Btw terimakasih banyak mba endang atas resep2nya, karena sering nyobain resep mba endang, bos kecil dirumah jd doyan masakan rumah dan jajannya berkurang drastis tis tis
Salam hangat dari kami di bandung ^_^
-susan-
Hai Mba Susan, bisa ganti dengan sayur lainnya Mba, enak juga kok. Nah olahan otak sapi memang saya belum pernah share, selain susah didapat juga kolesterol tinggi wakakka
Hapus