Dua minggu yang lalu di hari Jumat, kawat gulung tiba dengan sukses di kantor. Walau terlihat besar, namun sebenarnya sangat ringan, jadi saya menentengnya pulang menggunakan MRT. Seharian di weekend yang tadinya akan digunakan untuk memasang kawat, malah berakhir dengan berleha-leha di kasur menikmati cuaca adem sambil menonton You Tube. Saya baru keluar ke halaman dan mengecek aneka tanaman di Minggu sore ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Saat sedang menyemprot anggrek dengan pupuk, si tikus keluar dari lubangnya dan berlari ke sudut halaman, membuat saya berteriak-teriak sendiri di depan rumah dan kabur ke teras menyelamatkan diri. Saya yakin si tikus pun sama takut dan shocknya dengan saya. Duduk diam mematung selama tiga puluh menit, kesabaran saya berbuah manis, tikus itu kembali muncul dan berlari ke gerbang, menghilang dari lubang di bawah pagar. Saya langsung berdiri dan beraksi dengan secepat kilat membongkar kawat ayam. Kawat ini ringan, lentur, kuat tetapi tajam, beberapa kali jemari saya tergores ketika mengguntingnya menjadi lembaran-lembaran yang cukup untuk menutup celah terbuka di bawah pagar.
Hari Selasa, bangun tidur di pagi hari, sebelum memulai hari hendak berangkat ke kantor, saya iseng mengintip dari jendela kamar yang memang letaknya tepat didepan halaman dimana lubang tikus berada. Betapa terperanjatnya saya kala melihat tikus gendut itu sedang menggali lubang disebelah tumpukan paving yang saya letakkan lebih banyak disana. Entah bagaimana caranya ternyata si tikus berhasil masuk ke halaman dan kini di pagi hari hendak kembali ke sarangnya. Saya berdiri mematung memandang aksi si tikus yang heboh bergerak cepat menggali, terkadang kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, terlihat waspada dengan sekelilingnya. Diantara aksi menggali, si tikus beberapa kali berlari ke sudut halaman, bersembunyi, setiap mendengar kendaraan lewat dijalanan didepan rumah.
Pantas saja semua usaha saya sebelumnya menutup lubang tidak ada hasilnya, tikus memiliki kemampuan menggali tanah yang luar biasa dan super cepat. Dalam tempo sepuluh menit lubang baru berhasil dibuat, kini setengah tubuhnya terlihat tenggelam didalam, saya yakin menit berikutnya dia berhasil menemukan lorong menuju sarangnya kembali. Diantara proses menggali itu, tampak seekor makhluk kecil berbulu hitam lebat berjalan keluar diantara tanah yang digali kaki-kaki si tikus. Terkadang bahkan makhluk hitam ini terlempar keluar bersama tanah, dan berjalan kembali terhuyung-huyung masuk kedalam lubang. Mata saya melotot sebesar piring kala menyadari makhluk itu adalah anak tikus seukuran jempol kaki manusia dewasa. Jadi benar feeling saya jika tikus di halaman ini adalah tikus betina dan memiliki anak bahkan cucu di dalam lubang, tak heran jika tikus ini begitu agresifnya hendak kembali ke sarangnya walau telah ditutup rapat. Saya tetap mematung di depan jendela hingga akhirnya si tikus benar-benar menghilang.
Seharian itu di kantor, saya lantas googling dan memulai riset mencari cara membasmi tikus didalam lubang. Semakin banyak membaca semakin saya bernafsu hendak mengenyahkan makhluk ini. Tikus betina akan beranak sekitar 3 sampai dengan 5 ekor setiap musimnya, dalam waktu 28 hari si anak akan menjadi tikus dewasa dan si emak dan masing-masing anak akan siap beranak pinak lagi. Bayangkan jika ada 4 ekor anak tikus di dalam sarang, dan sialnya semua betina, maka dalam waktu 28 hari akan beranak masing-masing empat lagi, ada berapa tikus yang akan saya miliki dihalaman?! Gubrak! Kepala saya terasa nyut-nyutan membayangkannya.
Teman saya di kantor bernama Samun, yang berasal dari Brebes dan punya pengalaman dengan tikus di sawah, memberi saran memasukkan benda-benda berbau didalamnya mulai dari jengkol, karbit hingga belerang. "Tikus nggak suka bau-bauan Mbak Endang. Masukkan saja jengkol ke dalamnya, pasti dia kabur," saya merenung sebentar berusaha mencerna saran itu. "Yakin jengkol mempan? Gimana ntar kalau tikusnya malah komplain dan tanya, sambal baladonya mana, masa jengkolnya saja?" Samun ngakak dengan jawaban saya. Tapi ide memasukkan aneka bebauan sepertinya tips jitu, saya menemukan artikel itu di internet, pengalaman petani di Musi Rawas yang kewalahan dengan hama tikus. Menurut para petani, sistem pengasapan, racun, dan perangkap sudah tidak bisa diterapkan lagi, mereka kini menggunakan bensin yang digelontorkan kedalam lubang. Bensin yang berbau menusuk dan menguap ketika suhu panas akan membuat tikus mati didalam lubangnya. Ide bensin ini sebenarnya sudah pernah diberikan rekan kantor lainnya, hanya waktu itu dia menganjurkan selain digelontorkan juga dibakar, berharap tikus mati terbakar. Membakar bensin inilah yang saya hindari.
Pulang kantor berbekal sebuah botol air mineral kemasan besar yang telah kosong saya membeli 1 liter bensin eceran di belakang gedung. Weekend lalu, saya kemudian menyingsingkan lengan baju, mengenakan sarung tangan, dan membongkar lubang tikus. Setelah aneka paving dan batu disingkirkan, saya terkaget-kaget menemukan lubang besar disana. Didalam lubang menganga ini tampak disalah satu sisinya sebuah lubang lainnya yang sepertinya menuju ke sarang si tikus. Jadi sebenarnya aksi saya menutup lubang selama ini hanyalah menutup permukaannya saja, sedangkan lubang sebenarnya yang terdapat didalam tanah sekitar 30 cm dari permukaan sama sekali tidak tersentuh. Setengah liter bensin saya gelontorkan ke dalam lubang, sebuah kain lap terjelek yang saya miliki didapur disumpalkan ke lubang dan bensin kembali digelontorkan hingga kain basah. Kain akan membuat bensin tidak langsung terserap ditanah sehingga aromanya tidak langsung menghilang. Lubang saya tutup dengan beberapa buah paving, kerikil dan terakhir ditimbun tanah. Tak puas, saya lantas pergi ke toko bangunan di dekat rumah membeli semen mortar! Jika harus berperang habis-habisan, maka ini adalah the last war.
Sebelum membeli mortar, saya telah melihat aneka jenis dan harga semen mortar di Tokopedia. Saya memerlukan mortar untuk plester. Walau harga di online lebih murah, sayangnya toko-toko penjual semen di Tokopedia menetapkan minimal pemesanan yaitu 50 sak semen. Lima puluh sak semen lebih tepat untuk mengubur diri saya sendiri, bukan mengubur lubang tikus! Si Cici pemilik toko terkenal galak, terutama jika yang membeli perempuan. Beberapa kali pengalaman membeli di toko ini saya terkena damprat karena susah menjelaskan benda yang saya inginkan. Kini pun sama, "Mortar buat apa? Macam-macam jenisnya," tukasnya ketus. "Buat plester dinding," jawaban ini salah, dan saya sendiri sebenarnya ragu. "125 ribu", jawabnya singkat. Mengapa harganya mahal benar, jauh sekali dengan harga di online yang hanya 45 ribu rupiah? "Ci, ini mortarnya bukan yang putih warnanya, yang buat pasang batu-bata," jelas saya kembali berusaha sabar dan tidak balik mendamprat. "Makanya tadi saya tanya, buat keperluan apa? Mortar macam-macam! Kalau buat pasang batako 75 ribu per saknya," dan dia menyebutkan jenis mortar MU nomor sekian-sekian. Hell, how do I know?
Saya beli 6 sak, sekalian buat menutup semua halaman tanah dengan semen sehingga tidak ada rumput yang akan tumbuh disana. Pikir saya, jika harus berkutat dengan semen maka sekalian semua pe-er yang berhubungan dengan itu dibereskan. "Ini bisa pakai bajaj bawanya?" Tanya saya polos. Swear saya tidak bisa membayangkan seberapa berat 6 sak semen mortar. Si Cici hanya diam saja tidak menjawab. "Ci, apa bisa diantar saja ya ke rumah?" Dia melirik, "Rumahnya mana?" Saya menyebutkan alamat. Jarak rumah saya dengan toko bangunan ini super dekat, tak ada 5 menit berjalan kaki. "Ntar diantar, tapi kasih uang rokok ke tukang saya ya," jawabnya. Saya lega mendengarnya, dan segera pulang menunggu tukang datang mengantarkan mortar. Sepuluh menit kemudian, truk pengangkut material bangunan tiba di depan pagar rumah, ada dua tukang yang turun, dan dengan sigap mengangkut enam sak mortar.
"Kok belinya udah sore banget Bu, udah mau tutup tokonya," tanya salah satu Mas tukang dengan ramah. "Iya Mas, ini mendadak banget perlunya," jawab saya. "Buat keperluan apa sih Bu? Kenapa kok nggak tukangnya saja yang beli?" Saya nyengir mendengarnya. "Buat nutup lantai halaman Mas supaya rumputnya gak tumbuh. Tukangnya ya saya sendiri." Keduanya ngakak mendengar jawaban saya. Saya memberi tips 50 ribu rupiah ke tukang. Ketika mereka telah berlalu, saya lantas menuju ke mortar, berusaha menatanya menjadi tumpukan rapi dan menjauhkannya dari atap kanopi yang sering bocor jika hujan. Boro-boro bisa diangkat, bungkusan mortar itu bahkan tidak bisa bergerak sama sekali ketika saya dorong. Beratnya tobat luar biasa, saya lantas duduk dilantai dan mendorongnya dengan kedua kaki agar bisa bergeser. Ketika pekerjaan selesai, mata terasa berkunang-kunang, kepala pening dan pinggang seakan terserang encok. Bagaimana mungkin 6 sak mortar bisa diangkut dengan bajaj? Yang ada ketiga ban bajaj langsung mencelat lepas dari badannya. Saya kagum juga dengan si Mas tukang yang mengangkutnya dengan mudah, dan dalam hati berterima kasih dengan si Cici galak yang ternyata masih punya hati nurani.
Hari Minggu, rencana menutup lubang tikus berakhir dengan saya menutup seluruh permukaan halaman dengan semen. Mortar ini benar-benar praktis dan menghemat waktu, cukup ditambahkan air dan diaduk, siap langsung ditempelkan ke permukaan apapun yang hendak diplester. Sayangnya sebelum semua halaman tertutup, mendung tebal menggelayut di langit. Saya menghentikan pekerjaan, dan berpacu dengan hujan seakan orang gila berusaha menutup permukaan semen basah dengan lembaran plastik jumbo dan aneka kardus agar tidak langsung dihajar derasnya hujan. Halaman rumah bentuknya sudah seperti habis dihantam rudal Javelin, dan tetangga didepan rumah pasti akan terpingsan-pingsan melihat aneka kardus, plastik, dan apapun terhampar disana. Hujan deras disertai angin kencang dan petir turun tak lama setelah pekerjaan menutup selesai, saya berdoa semoga semen segera mengeras dan si tikus benar-benar KO didalam. Pagi ini ketika saya cek, semua terlihat baik-baik saja. Lantai semen berubah menjadi super keras, tidak ada tanda-tanda lubang tikus, dan sepertinya kali ini perjuangan saya berbuah sukses. Mission accomplished!
Saya akhiri cerita tikus, menuju ke resep beef chili kali ini. Ini resep lama yang dulu ketika awal ngeblog pernah saya buat. Resep ini super praktis, mudah sekali dibuat dan lezat rasanya. Memang kolaborasi kacang merah, daging cincang dan tomat tak ada duanya. Saya merebus kacang merah kering di pressure cooker, membutuhkan waktu hingga satu jam agar kacang benar-benar lunak. Sebaiknya kacang merah kering di rendam dulu semalaman sebelum direbus, selain agar cepat lunak juga untuk membuang toxic di kacang yang sering membuat perut kembung. Tapi malam itu saya tak punya waktu untuk merendamnya, dan keinginan menyantap semangkuk beef chili ditengah hujan deras begitu menggoda. Selain daging sapi, protein hewani lain yang umum digunakan adalah sosis, atau ayam cincang, bahkan tanpa daging pun mantap. Kacang merah yang lembut dan kaya protein ini sudah cukup memenuhi kebutuhan protein harian jika dikonsumsi minimal 1 cup per sajinya.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Beef Chili
Sup Senerek: Sup Kacang Merah, Daging Sapi dan Wortel
Sup Brenebon
Ghormeh Sabzi - Cara Lezat Menyantap Sayuran a la Iran
Bahan:
- pasta rebus, nasi atau roti baguette
Haduuhh mbaaa, saya ikut deg degan baca cerita perang tikusnya.. Kalo mba endang yg cerita seruu bener jadinyaaa, wkwkwk
BalasHapuswakakak, akhhirnya selesai dah perang saya sama tikus
HapusSaya jg lagi sebal sama tikus, tanaman2 di halaman belakang banyak yg rusak digigitin
BalasHapusitu yang bikin malas tanem2 jadinya, diobrak abrik tikus
HapusJujur selalu nungguin blog nya mbk endang karena semua tulisannya menarik untuk di baca. Termasuk tentang si tikus nih. Saya doakan semoga si hitam itu tdk muncul lagi di kebun mbk. Sukses ya mbk
BalasHapuswkakaka, thanks yaaa
HapusSeruu perang tikus nya Mbaaak 😁
BalasHapusSelalu suka dengan gaya bertutur Mbak Endang.
(Diah, Padang)
thanks Mba Diah, selesai perangnya, dah gak ada tikusnya hehehe
Hapuscerita tikusnya bikin saya ngikik sendiri, mbak Endang. Semoga tikusnya nggak balik lagi, mbak.
BalasHapus(Devy, Malang)
gak balik Mba Devy, akhirnya memang kudu berjuang lebih berat hehhee
Hapuscerita pengantar sebelum resep dari mba Endang itu selalu seru dan ngangenin lho mbak...suerrr
BalasHapusthanks mba Wiwied, senang ceritanya disuka hehehe
HapusAq terkekek kekek baca cerita nya 😆
BalasHapusthanks yaaa
HapusKemanakah dirimu Mba Endang?.. Sudah kutunggu cerita liburannya.. 😘
BalasHapus(Farchah, Tegal?)
wakkaka, sempat vakum mbak
HapusKalau ada laki-laki di rumah sepertinya akan lebih mudah ya mba.
BalasHapusTerimakasih resep simple nya :)
yep, tapi laki2nya yang handyman, kalau gak percuma juga hahhahah
HapusRokok 50rb dpet brp bgks ya.lol
BalasHapushahahhaa, rokok sama kopi
HapusWah mba endang bikin saya ketawa cekikikan gara2 baca kisah si tikus..suka banget sma cerita2 nya dan resepnya tentunya..btw salam kenal mba en..ainiya
BalasHapussalam kenal Mbak Ainiya, thanks yaa
HapusHello,
BalasHapusThanks for this elaborate discourse on Chili Beef recipe. I really enjoyed it. The way you presented them are such that I would want to just try and taste. Are there any thing you need to refrigerate on the process?
Hello, thanks! No, you don't have to refrigerate anything.
HapusThat is a beautiful article I must confess.
BalasHapusthank you!
HapusApa kabar mbak endang?semoga sehatselalu...sy tunggu2 tulisan mbak endang yg terbaru.mbak saus sriracha,#baca di ig saat mbak endang diresto gorengan seafood ausie, review nya bagaimana ya secara tekstur,dan rasa?bila dibandingkan sambal penyetan yg diindo apakah sama? terimakasih mbak endang...
BalasHapusNur_padasan
Hai Mbak Nur, sriracha gak enak menurut saya, hehhehe, dominan asam dan tidak terlalu pedas. Saya lebih suka saus sambal lokal kita.
HapusGeli bacanya Mba, apalagi diselingi makanan, jadi ingat ratatouille hahaha.
BalasHapusJadi membayangkan si gendut gembal gembol itu pakai topi chef dan masak kacang hahaha.
Di halaman rumah kami juga ada tikus gede, semeong gitu.
Saking gedenya, dia bersahabat baik ama meong.
Padahal di depan rumah kami itu banyak kucing, kucing liar gitu, numpang tidur, kadang saya kasih makan.
Tapi saking gedenya si tikus tersebut, sampai saling damai deh, meongnya membolehkan si tikus megol-megol di halaman, duh! hahaha
Nggak bisa saya buat apa-apa sih, cuman saya bersihin halaman, nggak ada sampah yang membusuk atau sisa makanan (saya bikin lubang kompos di halaman), akhirnya si tikus megol itu pergi dengan sendirinya.
Tapi sekarang giliran di dapur kami ada tikus, saya pasangin lem, udah kena 4 ekor, tinggal 1 ekor yang gede.
Atuh mah si tikus, saya sebenarnya mau catat resep ini buat praktekin, etapi kok saya malah bahas tikus hahaha.
Btw, salam kenal Mba, saya dulu sering main di blog ini, bisa dikatakan, resep-resep di sini menemani saya untuk familier ama baking membaking hahaha :)
salam kenal Mbak Reyne, sejak kerja bakti saya ini lumayan, tidak ada tikus lagi yang berkeliaran hahhaha. Capek didepan tapi enjoy dibelakangnya. Tanaman skrg aman terkendali. Thanks yaaa
HapusHalo mb endang,,lama saya tidak mampir di blognya mb 😘😘
BalasHapusSaya selalu suka membaca storynya daripada masaknya (saya sering ga manut resep dan akhirnya gagaal 😂) membaca ceritanya seperti terbawa ke dalamnya..btw mb mb endang kenapa ga coba juga jadi youtuber masak pasti sukses deehh😍😍
Thanks yaaa, senang artikelnya disuka.
Hapussaya sudah lama berangan2 mau bikin chanel youtube tapi masih banyak kendala hahahha
seru banget ceritanya Mb endang 😂😂
BalasHapusSebelum menuju ke resep, selalu seru baca cerita Mb endang.
Thanks Mbak Ery! ^_^
Hapus