Pagi hari ini dimulai dengan hujan deras mengguyur Jakarta Selatan. Saat hujan seperti ini, seperti biasa, bajaj tak tampak moncongnya sama sekali. Jika pun ada yang lewat, telah diisi oleh penumpang. Padahal ketika hari tidak hujan, ketika saya memilih berjalan kaki ke stasiun MRT yang jaraknya tak jauh dari rumah, maka bajaj kosong seakan berlalu-lalang tanpa henti. Kini, saya harus menunggu hampir lima belas menit didepan pagar, dengan curahan hujan yang semakin menderas, dan kanopi garasi yang bocor disana-sini. Baju yang saya kenakan bahkan mulai terasa lembab. Jam telah menunjukkan pukul 8, dan yeah saya terlambat lagi tiba di kantor. Ajaib juga saya belum dipecat hingga detik ini.
Satu bajaj yang baru saja mengantarkan penumpang di ujung jalan akhirnya memutar haluan dan saya langsung mencegatnya. Jarak rumah dan stasiun MRT hanya 10 menit berjalan kaki, tapi ada saat-saat urgent seperti ini dimana bajaj membuat hidup lebih mudah. Lima belas ribu rupiah masuk ke kantung Pak Bajaj, sebenarnya untuk jarak sedekat itu sepuluh atau dua belas ribu sudah cukup, tapi saya biasanya selalu memberi lebih. Prinsip saya, hidup akan lebih nyaman jika mendapat senyuman dan ucapan terima kasih tulus dibandingkan bibir cemberut dan muka bete akibat memberi tarif terlalu pelit.
Keluar dari kereta di stasiun Bendungan Hilir, antrian panjang di lift mengular karena sialnya dalam kondisi seperti ini eskalator mati. Penumpang yang hendak naik melalui tangga manual yang tobat tingginya juga mengantri, bukan karena tak ingin segera kabur dari stasiun tapi karena hujan super deras di luar membuat mereka tertahan di tangga. Saat sedang mengantri heboh begini biasanya ada saja kejadian unik. Seorang perempuan nyelonong melewati antrian sambil berkata, "Prioritas, prioritas," dan berhasil masuk lift melewati puluhan orang yang sedang mengantri. Kami semua bengong, saling menoleh sana dan sini. "Memang dia hamil?" Komentar saya. Beberapa orang yang sedang antri dibagian depan terdengar mengerang, "Seenaknya saja!" Tapi perempuan yang tak jelas apakah benar-benar hamil ini sudah meluncur bersama lift, naik keatas. Melihat dari tampilannya saya tak yakin dia hamil, dan sepertinya sudah terbiasa melewati antrian dengan alasan itu. Tapi semoga dia benar-benar hamil, karena kalau tidak kelakuannya keterlaluan sekali.
Didepan stasiun orang-orang bergerombol berusaha berteduh dari terpaan hujan super deras. Saya membuka payung pink gonjreng dan nekat berjalan ke seberang jalan mencari tempat berteduh lainnya. Flyover di jalan Dr. Satrio lumayan lebar menaungi jalan dibawahnya, cukup nyaman untuk menunggu hujan reda. Untungnya sebelum sampai ke tempat tujuan, sebuah taksi kosong melintas, tak lama saya pun naik kedalamnya. Karena berada pada sisi jalan yang salah, taksi harus berputar cukup jauh dalam kondisi super macet. Putar balik di depan City Walk tobat padatnya pada jam-jam berangkat ke kantor seperti ini. Mobil berjalan tersendat, saling mengantri untuk berputar haluan pindah ke jalan diseberangnya termasuk juga taksi yang saya naiki. Sebuah mobil Toyota Rush yang masih kinclong meluncur keluar dari City Walk, tanpa diduga ujung taksi yang saya tumpangi membentur body belakang si Rush. Actually, saya tidak merasakan benturannya, dan baru tersadar dengan accident itu ketika mobil didepan berhenti, menghidupkan lampu sen, supirnya keluar sambil memberikan sinyal agar supir taksi turun mendekat.
Pak supir taksi sudah cukup tua usianya, badannya kurus, orangnya sabar dan sopan. Beliau keluar dari mobil dengan wajah muram dan mendekat ke mobil pribadi. Saya berusaha melongokkan kepala melihat goresan atau body mobil yang penyok, tapi tak melihat baretan apapun, jikalau ada kemungkinan tidak terlalu tampak. Si supir pribadi adalah pria paruh baya, tampilannya seperti sekuriti, mengenakan pakaian coklat dengan label nama didadanya. Entah sekuriti atau mungkin pegawai negeri. "Bapak kalau nyetir lihat-lihat dong Pak, jangan main paksa mobil dimajuin saja," saya mendengar nada tingginya. Pak supir taksi meminta maaf dan memberikan alasan kondisi macet plus hujan membuat dia kurang fokus. "Kalau nggak bisa nyetir saat macet ya jangan jadi supir taksi," si pemilik mobil pribadi kemudian masuk ke mobilnya mengeluarkan kain dan cairan pembersih. Tobat, dia menyuruh Pak Supir taksi untuk menggosok baretan mobilnya saat itu juga, ditepian jalan dimana kondisinya sedang macet!
Supir taksi menuruti perintahnya, menggosok baret di body mobil Toyota Rush, dan saya menarik nafas lega ketika tak berapa lama kemudian Pak Supir masuk ke mobil dan menyalakan kendaraannya. Saya berpikir kami akan segera meluncur ke jalanan kembali, tapi ternyata perkiraan itu salah. Si pemilik mobil pribadi masih kurang puas, meminta mobil menepi ke area jalan yang tidak terlalu crowded dan meminta supir taksi untuk menggosok baret di mobilnya kembali. "Mbak, maaf, kayanya mesti ganti mobil saja. Orangnya ribet, padahal goresannya gak terlihat." Saya hampir mengerang frustasi mendengarnya. Kondisi telat, dalam rintik hujan dan saya harus mencari taksi lain. Saya membayar tarif melebihi argo, sambil dalam hati menyumpahi si supir pribadi arogan yang terlihat petentang-petenteng disamping mobilnya. Iseng ketika melewati si Toyota, saya melirik ke body mobil dan baret disana sebenarnya hanya samar terlihat. Dasar manusia norak!
Untungnya, tak berapa lama berjalan kaki, sebuah taksi kosong lainnya melintas dan mengantarkan saya hingga ke kantor. Tapi bayangan Pak Supir taksi tua - yang berjongkok menggosok body mobil di tepian jalan yang macet, ditengah omelan supir arogan yang sepertinya sangat menikmati waktunya mengabused manusia lainnya - masih terekam dalam benak. Semoga di sisa hari, rejeki Pak Supir taksi dilipatgandakan oleh Yang Kuasa.
Menuju ke resep ayam panggang a la Nando's menggunakan saus peri-peri yang kemarin telah saya post resepnya disini. Saus peri-peri hanyalah basic saus yang memberikan cita rasa khas, tapi untuk rasa yang lebih mendekati ayam panggang di resto maka beberapa bahan perlu ditambahkan. Gunakan ayam yang berukuran tidak terlalu besar sehingga bumbu lebih meresap. Kalau perlu, pukul-pukul bagian dadanya menggunakan alat pemukul daging atau ulenan, agar seratnya tidak kaku. Marinasi ayam semalaman didalam saus peri-peri sebelum keesokan harinya dikukus dan dipanggang. Proses mengukus selain membuat ayam lebih lembut teksturnya, juga mengurangi cairan yang keluar saat ayam di oven dan juga mengurangi waktu panggang.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Copycat Ayam Panggang Saus Peri-Peri ala Nando's
Resep modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep copycat lainnya? Silahkan klik link dibawah ini ya:
Copycat Cookies ala Famous Amos
Copycat Sup Ikan Bali ala Mak Beng
Copycat Striploin Steak dengan Saus Bawang Jahe Madu ala Pepper Lunch
Bahan saus:
Lumuri seluruh permukaan ayam dengan bawang putih, lemon, garam dan merica bubuk. Lumuri dengan saus peri-peri hingga semua permukaan ayam tertutup saus dengan baik. Letakkan di pan, tutup pan dengan plastik, masukkan ke kulkas, biarkan selama minimal 6 jam, semalaman lebih baik.
Keluarkan ayam dari kulkas, masukkan ke kukusan. Kukus selama 30 menit. Angkat.
Tuangkan air sisa mengukus ayam yang tergenang di pan ke panci.
Oleskan sekitar 3 sendok makan saus ke seluruh permukaan ayam di pan. Panggang di oven suhu 200'C hingga permukaannya kecoklatan dan ayam matang (sekitar 45 menit). Keluarkan dari oven, olesi kembali saus ke seluruh permukaan ayam kali ini agak banyak. Panggang sekali lagi hingga saus mengering dan ayam kecoklatan. Keluarkan dari oven.
Sajikan ayam dengan sausnya dan nasi hangat.
😍😍😍
BalasHapusSelamat siang mba endang.... asyik kemaren saus nya sekarang ayamna
mba endang klo ayam di ganti daging enak kali ya......
bisanya sih ayam atau seafood ya, kalau daging saya kurang tahu Mbak
HapusHalo, Mbak Endang. Jadi trenyuh baca cerita bapak supir taksi diatas. Apalagi sejak ada ojek online, hidup menjadi lebih tidak mudah untuk mereka. Tak jarang jadi "ngenes" dengar berapa sisa uang setoran yang bisa mereka bawa pulang tiap harinya. Semoga Mbak Endang selalu sehat, ya.
BalasHapusThanks Mbak Heni, yep betul banget, apalagi dengan kondisi saat ini, semakin ngenes mbak
HapusHai mbak Endang, saya pengunjung setia tapi silent reader. Gagal fokus pada kisah sopir taksinya. Smeoga rezeki beliau berlimpah.
BalasHapusAmiin doanya Mbak Amy!
HapusJleb...cerita mbk tentang bpk sopir taksi sangat berkesan bikin terharu. Ikut berdoa yg terbaik buat beliau dan tentunya buat mbk. Sukses ya mbk. Thanks buat blog nya. Juga IG nya..
BalasHapusSama2 Mba Reni, thanks yaa
HapusDari dulu saya selalu dibuat heran dengan banyak pemilik mobil, (mungkin karena saya blm punya mobil, jd ngga tahu rasanya), yg menganggap mobil itu layaknya boneka keramik. Gores dikit, dipegang anak kecil, dll itu marahnya nggak kira2.
BalasHapusYep, betul banget. Walau saya juga belum pernah punya mobil, tapi mobil kan hanya benda, masak lbh berharga dibandingkan manusia bukan
HapusHai mba endang.. sedih liat ceritanya..
BalasHapusBtw itu klo dipanggang di wajan panggangan bisa ga ya mba? Mungkin di potong2 ayamnya.. Ga punya oven soalnya mba..
bisa Mbak, ayamnya dipotong2 saja ukuran kecil jadi bs matang
Hapus