Tapi masyarakat tampaknya mulai bosan mendekam di rumah, atau mungkin lama kelamaan rasa takut terpapar virus sudah mulai berkurang dan menjadi tidak peduli, atau mungkin karena kasus penderita yang mencapai 16 ribu orang dianggap belum tinggi dibandingkan dengan kasus di negara lain yang berpenduduk banyak seperti kita, misal seperti US atau India. Kondisi orang semakin tidak peduli dan makin banyak yang diluar rumah saat masa PSBB ini justru lebih menyeramkan dibandingkan saat awal-awal virus mulai melanda. Karena mereka yang carrier (terkena virus tetapi tidak menunjukkan gejala) pastinya jauh lebih banyak, sementara aktifitas sehari-hari mulai kembali normal, at least itu yang saya lihat di Jakarta. Artinya potensi penularan dan virus menyebar akan semakin tinggi. Saya berharap tidak terjadi ledakan gelombang virus susulan yang lebih tinggi dari kasus sekarang. Semoga. Terus terang ngeri juga jika PSBB berakhir dan harus kembali kekantor setiap hari dengan kondisi virus tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Okeh lupakan masalah corona sejenak, walau sebenarnya tidak semudah melupakan mantan pacar karena corona virus sudah begitu merasuk didalam hidup sehari-hari. Untuk mengisi waktu dan mengalihkan pikiran yang sumpek, saya lebih banyak berkebun. Terinspirasi dengan channel You Tube Bubblebeet yang begitu rapi jali dan clear menjelaskan step by step proses menanam menggunakan container alias pot, salah satu videonya bisa diklik pada link disini, saya bertekad hendak berkebun sayur lebih serius. Jika biasanya saya menanam tomat dan cabai, dan tidak sukses sama sekali. Kini saya beralih ke sayur berdaun hijau seperti selada, sawi, kale, swiss chard dan beberapa tanaman rempah seperti basil, daun bawang, ketumbar, seledri dan sage. Sayuran berdaun tampaknya lebih menjanjikan karena daunnya bisa dikonsumsi walau masih berusia muda. Terus terang saya kapok juga menanam tomat dan cabai, tomat menjulang tinggi menghabiskan pot, tanah, area tanam dan waktu tapi tak kunjung berbunga atau berbuah. Sementara cabai tumbuh dengan subur tapi ketika tiba waktunya berbunga terkena keriting dan semua jerih payah pun kandas tak menghasilkan apapun.
Mungkin karena saya tidak menggunakan benih cabai dan tomat bersertifikat yang umumnya didesign agar tahan hama dan penyakit. Atau karena sinar matahari kurang maksimal mengenai halaman sementara tanaman berbunga dan berbuah umumnya doyan sinar matahari minimal 6 jam setiap harinya. Dulu saya pernah mencoba menanam sawi, selada dan kale juga, walau tumbuh berkecambah cukup banyak tetapi saat itu benihnya hanya saya sebar begitu saja di sebuah pot besar, bercampur menjadi satu bersama tanaman lainnya. Ketika telah tumbuh sekitar 10 cm, tanaman seharusnya dipindahkan ke pot lain yang lebih memadai sehingga pertumbuhannya lebih maksimal. Tapi kemalasan memang berbuah kepahitan, semua seedling tanaman sayuran tersebut tewas dengan sukses.
Kini tak ingin mengulang kesalahan yang sama, saya berusaha menanamnya dengan cara yang lebih profesional dan serius. Benih sayuran tetap saya beli di toko online, saya pilih toko yang memang baik reviewnya. Mengikuti step by step video dari Bubblebeet, benih saya kecambahkan menggunakan tisu dapur yang dilembabkan dengan air. Benih ditebarkan diatas tisu, ditutup dengan tisu lembab lainnya, dimasukkan ke dalam kantung plastik agar tetap terjaga kelembabannya. Semua kantung-kantung benih ini saya letakkan di sebuah loyang dan ditutup dengan kain. Saya biarkan begitu saja di meja dapur dan dalam 3-4 hari ketika dicek banyak yang mulai berkecambah.
Sawi, kale dan selada sangat cepat berkecambah dibandingkan horenso, peterseli dan seledri. Benih yang belum berkecambah saya biarkan tetap di kertas, sementara yang sudah berakar saya pindahkan ke pot bibit. Cara ini membuat kita mudah memantau kualitas benih karena hanya benih yang berkecambah saja yang akan kita tanam di box pembibitan, dibandingkan langsung menebarkan biji ke permukaan tanah. Tapi kendalanya, jika kecambah dibiarkan terlalu lama didalam tisu maka akar menjadi terlalu panjang dan agak susah dilepaskan dari kertas. Potensi akar yang fragile ini putus lumayan tinggi. Saya biasanya akan memotong kecambah bersama kertasnya, dan menanamnya sekaligus semua. Toh nantinya kertas tisu akan hancur dengan sendirinya.
So far tanaman tumbuh di pot pembibitan dengan baik. Tadi malam saya memindahkannya ke box container plastik ukuran 35 x 25 x 17 cm, dan saking banyaknya benih yang dikecambahkan, saya memerlukan banyak container. Sayuran ini akan ditanam seterusnya di container tersebut dan akan diletakkan di teras rumah yang masih mendapatkan sinar matahari walau tidak terlalu terik. Untuk medianya, saya menggunakan campuran tanah Lembang, kompos, sekam bakar, cocopeat dan perlite atau zeolite. Untuk mengurangi jamur, hama dan bakteri di media, saya menambahkan dolomite dan diatomaceous earth. Semua bahan media ini saya beli online dan dikirim menggunakan ojek online. Sungguh, urban farming alias berkebun di kota ini yang paling menelan biaya adalah media tanamnya.
Menuju ke resep bomboloni. Bomboloni adalah donat ala Italia dengan isi dibagian dalamnya, biasanya disajikan sebagai camilan atau dessert. Bomboloni berasal dari kata bomba (bomb), mungkin mengacu pada bentuknya yang seperti granat, atau jika saat ini mungkin diasosiasikan dengan kalorinya yang padat dan berat. Makanan ini biasanya diisi dengan coklat, krim atau custard. Basicnya, bomboloni sama seperti donat biasa yang membedakan hanyalah bentuknya yang bulat. Tekstur bomboloni umumnya lembut, mengembang sehingga mudah disemprotkan isi kedalamnya. Saya menggunakan coklat glaze dari Mercolade, ukuran kemasan kecil seberat 250 gram dengan ujung runcing memudahkannya untuk dimasukkan ke dalam plastik segitiga dengan spuit diujungnya, dan glaze siap disemprotkan ke dalam donat.
Adonannya ringan, lembek dan saya tidak menguleninya terlalu bersemangat. Adonan lebih banyak diistirahatkan berkali-kali, agar lebih lemas, elastis, dan hanya ditarik dan dibalik seperlunya dengan tangan. Terlalu menekan kuat saat menguleni justru akan membuat adonan lengket ditangan dan membuat kita terpicu menambahkan tepung yang akan membuat tekstur bomboloni keras.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Bomboloni Isi Coklat
Tertarik dengan camilan lainnya untuk berbuka puasa ? Silahkan klik link dibawah ini:
Tahu Berontak Pedas
Bakwan Sayur Saus Asam Pedas
Bakwan Jagung Sambal Kemiri
Glaze:
- 3 sendok makan mentega /margarin dilelehkan
Adonan lembek dan agak lengket, jangan tekan terlalu kuat karena akan lengket ditangan. Jangan menambahkan banyak tepung, adonan memang lembek agar bomboloni mampu mengembang maksimal.
Sumber:
Wikipedia - Bomboloni
Resepnya mantap mba, sy sudah coba.. ^_^
BalasHapusoh iya semoga harddisk eksternalnya bisa pulih kembali yaa
thanks Mbak Widi.
Hapusyep, filenya sudah kembali hehehhee. thanks yaa
Mba, filling coklat kalau buat sendiri gimana ya bahan2nya?
BalasHapusMakasi mba
belum pernah mbak, keknya coklat blok dilumerkan tambah minyak sayur supaya ketika dingin masih meleleh
HapusHalo Mbak, itu melubanginya pakai apa ya?
BalasHapus