Saya sebenarnya bukan termasuk penggemar mi, walau dibesarkan di dalam keluarga yang maniak dengan olahan tepung yang satu ini. Dibandingkan mi, saya lebih suka bubur atau lontong, kedua makanan ini sanggup saya santap setiap hari tanpa bosan. Tapi dulu, ketika masih kecil dan tinggal bersama keluarga Mbah di Paron, hampir 3 atau 4 kali dalam seminggu Mbah akan membuat mi rebus. Mi kering kuning kiloan murah harganya, cukup ditambahkan sayur seperti kol, wortel dan daun bawang, bersama air segentong, garam dan micin, jadilah mi rebus yang dalam sekejap licin tandas diserbu anggota keluarga yang selalu merasa kelaparan. Tidak ada tambahan telur, bakso atau ayam, ketiga bahan makanan ini adalah barang mewah di keluarga kami waktu itu.
Apalagi jika musim hujan mulai tiba. Udara dingin dan suara tetesan hujan di atap rumah yang bocor disana sini, seakan menjadi penggugah selera makan. Mi rebus dengan banyak kol dan kuah adalah obatnya. Masa kecil saya tidak bisa dikatakan menyenangkan secara ekonomi, makanan terbatas jumlahnya dan sama sekali tidak mewah. Mungkin itu yang menyebabkan sekarang saya jadi berotak foodie dan selalu membeli atau memasak makanan dalam porsi besar, orang jawa menyebutnya dengan kemaruk. Porsi kecil selalu membuat hati ini terbersit rasa kurang, walau sebenarnya ketika dimakan banyak yang tersisa.
Walau tak begitu suka mi, tapi misoa adalah salah satu jenis mi favorit. Teksturnya paling lembut dibandingkan semua jenis mi lainnya. Menurut saya, menelan misoa bagaimana menelan puding karena begitu lembutnya. Kesukaan saya akan misoa ditularkan rekan kantor yang duduk disebelah saya, Mbak Mirah. Beliau yang vegetarian sangat suka misoa karena mudah disiapkan di kantor, cukup diseduh air panas dan dimasukkan ke microwave beberapa menit. Biasanya Mbak Mirah suka menambahkan jamur dan wakame (rumput laut hijau) kering kedalam sup. Bersama sedikit garam, kaldu jamur, trala dalam lima menit hidangan makan siang tersedia didepan mata. Sejak melihat Mbak Mirah mempersiapkan misoa rebus seperti ini, saya pun lantas membeli satu pak misoa di supermarket. Harga mi ini lebih mahal dibandingkan jenis mi lainnya, selain itu sangat rapuh dan mudah patah jadi harus hati-hati menyimpannya. Saya belum pernah mencoba memasaknya selain rebus (berkuah), tapi beberapa rekan mengatakan misoa goreng yang kerap disajikan di restoran China tak kalah sedapnya.
Misoa atau misua adalah sejenis mi tipis yang terbuat dari tepung gandum dan berasal dari Fujian, China. Mi ini berbeda dengan jenis mi bening lainnya seperti bihun dan soun yang terbuat dari tepung beras dan pati kacang hijau. Warnanya putih, tidak transparan, sangat mudah patah dan mudah sekali lunak ketika dimasak, seakan baru saja diceburkan kedalam air mendidih mi ini telah lembek. Tak heran jika Mbak Mirah selalu menyetok mi jenis ini dikantor, karena cepat sekali dimasak.
Membuat misoa rebus super mudah, misoa bisa diganti dengan jenis mi lainnya seperti bihun, mi kuning atau kwetiaw. Saya suka menambahkan kemiri dan ebi di dalam bumbu tumisannya. Kemiri membuat kuah lebih creamy, gurih dan agak kental, sementara ebi memberi aroma dan rasa lezat pada kuah. Proteinnya bisa disesuaikan dengan selera, apakah itu irisan ayam rebus, telur, seafood, fillet ikan, bakso, atau sosis. Untuk resep kali ini saya hanya menggunakan udang dan bakso. Terus terang udang menjadikan rasa kuah lebih gurih dan sedap.
Sayurnya bisa disesuaikan saja dengam stok di kulkas. Saya menggunakan horenso, atau biasa disebut pochai atau bayam jepang. Teksturnya lembut dan sangat mudah lunak, jadi ceburkan saja sebentar dalam kuah dan langsung angkat. Sayuran jenis lainnya yang tak kalah sedap adalah sawi hijau atau caisim, kailan, sawi putih, pak choi, jamur jenis apapun, kol dan keluarga kubis-kubisan lainnya. Saya suka menambahkan irisan cabai ke dalam kuah, jadi tak perlu menambahkan sambal atau menggigit cabai rawit kala menyantapnya.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Misoa Kuah Udang
Resep modifikasi sendiri
Untuk 3 porsi
Tertarik dengan hidangan berkuah lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Bahan:
- 10 ekor udang jerbung
- 6 butir bakso sapi, belah 4
- 800 ml kaldu ayam / air biasa
- 150 - 200 gram misoa kering
- 1 ikat horenso / bayam jepang, atau sawi, pak choi, rajang kasar
- 4 buah cabai rawit merah, iris tipis
Bumbu dihaluskan:
- 4 siung bawang putih
- 4 butir kemiri
- 2 sendok makan ebi / udang kering
Bumbu dan bahan lain:
- 1 sendok makan minyak untuk menumis
- 1/2 sendok makan minyak wijen
- 1 sendok makan kecap ikan
- 1 sendok makan saus tiram
- 1 sendok teh merica bubuk
- 1 sendok teh gula pasir
- 1/2 sendok teh garam
- 1 batang daun bawang, rajang halus
- 1 batang seledri, rajang kasar
- bawang merah goreng untuk taburan
- irisan jeruk nipis
Cara membuat:
Siapkan semua bahan dan sayuran, sisihkan.
Panaskan 1 sendok makan minyak dan minyak wijen diwajan. Tumis bumbu halus dan merica bubuk hingga harum dan matang. Masukkan kecap ikan dan saus tiram, aduk dan tumis beberapa detik. Masukkan udang, bakso, aduk rata.
Tuangkan kaldu ayam, masak hingga mendidih. Tambahkan gula, garam, aduk rata. Masukkan misoa dan h0renso, aduk dan masak hingga misoa matang. Misoa dan horenso sangat cepat lunaknya, jadi jika menggunakan sawi atau sayuran keras maka matangkan terlebih dahulu sayuran baru misoa dimasukkan.
Tambahkan daun bawang dan seledri, aduk rata. Cicipi rasanya, angkat. Sajikan dengan taburan bawang merah goreng dan kucuran jeruk nipis. Segar!
halo mbak, saya pernah liat di afn, klo misoa bs dijadikan mi goreng, agar tidak hancur, terlebih dahulu, misoa utuh itu digoreng sebentar saja di minyak panas, lalu direndam air panas. diamkan, tiriskan.
BalasHapusselanjutnya bisa dibuat mi goreng. tp saya sendiri blm pernah nyoba sih, hehehe.
Sehat2 selalu ya mbak. - uky-
wah gud idea, saya pensaran pengen coba misoa goreng ini, saya lihat kok pada gak hancur, ternyata begitu caranya yaa. Thnaks yaaa
Hapus