Saat masa PSBB masih ketat beberapa bulan lalu, dimana masih banyak karyawan kantoran me-lock down-kan diri dan bekerja dari rumah, gardening menjadi salah satu pelarian untuk mengisi waktu. Banyak yang tiba-tiba jatuh cinta dengan tanaman, semangat berkotor-kotor diri di kebun, berusaha menanam tanaman dalam skala kecil. Saya dan beberapa rekan di kantor termasuk salah satunya. Saking semangatnya, saya membeli banyak aneka benih sayuran di online shop. Barter tanaman menjadi hal biasa dikantor, mulai dari tanaman buah seperti murbei yang diberikan Pak Freddy, yang saya barter dengan stek basil dan blackberry. Atau biji kemangi yang diberikan Bu Jane yang saya barter dengan biji ketumbar. Obrolan seputar tanaman menjadi pembicaraan biasa, mulai dari tomat yang tak kunjung berbuah, hama di cabai, atau biji sayuran yang enggan berkecambah. Kami begitu antusias dan penuh semangat, seakan semua tanaman yang ditanam tersebut akan tumbuh, subur, sukses dan menghasilkan. Kenyataannya, nihil, untuk kasus saya.
Masalah utama saya adalah ketika berurusan dengan hobi maka semua usaha, tenaga, daya, upaya, waktu dan uang tercurahkan disana. Demi semangat berkebun yang membara ini, saya bahkan pergi ke tukang tanaman yang berjualan di sepanjang jalan TB Simatupang, memborong media tanam menggunakan taksi. Berkarung-karung media masuk kedalam taksi, hingga supir taksi melongo bengong dan bertanya, "Seberapa banyak ya Bu?" Saya nyengir dan menjawab, "Sebanyak taksi Bapak bisa menampungnya." Saya tahu supir taksi suka kesal jika mobilnya dipakai untuk mengangkut barang, terutama aneka media dan pupuk kandang yang mengeluarkan aroma tak sedap didalam taksi. Untungnya bagi saya saat itu, karena kondisi PSBB membuat jumlah penumpang taksi berkurang drastis sehingga order bentuk apapun mereka terima dengan suka cita, daripada taksi kosong tanpa penumpang. Apalagi saya biasanya memberikan tips lebih banyak dari biasa jika berurusan dengan angkut mengangkut barang seperti ini.
Tidak hanya media dan benih, merawat tanaman juga memerlukan pupuk dan obat-obatan, dan karena saya hendak bertanam secara organik maka pestisida yang dipakai pun kudu organik. Saya sudah mencoba campuran bawang putih dan cabai rawit yang diblender dan diaduk bersama air dan sabun cair cuci piring. Tapi hasilnya tetap kurang memuaskan, tidak mampu membasmi kutu putih yang banyak menyerang cabai dan tomat. Saya lantas membeli neem oil yang merupakan ekstrak daun dan biji tanaman mimba atau neem tree. Minyak mimba yang diencerkan dengan air ini disemprotkan ke tanaman setiap dua hari sekali dan konon katanya manjur untuk menghilangkan nafsu makan pada serangga. Pupuk dan insektisida organik ini harganya lebih mahal dibandingkan produk kimia.
Benih, media, obat dan pupuk telah tersedia, kini wadah tanaman alias potnya pun kudu disediakan. Saya membeli aneka pot mulai dari planter box plastik yang umumnya dipakai untuk wadah hidroponik hingga planter bag yang harganya lebih murah. Jika dikalkulasikan maka hobi berkebun saya ini menghabiskan banyak biaya, dan jauh lebih mahal dibandingkan jika berbelanja sayuran organik di toko buah disebelah kantor.
Bagaimana dengan hasilnya? Well, ekspektasi dan realita jika berurusan dengan berkebun untuk kasus saya selalu bertolak belakang. Dengan begitu banyaknya biaya, waktu dan tenaga yang dicurahkan, belum lagi hampir semua kalitasnya premium ternyata tidak menjamin hasilnya mantap. Sawi yang tadinya berkecambah dan tumbuh subur setelah 4 bulan dan waktunya panen, tampilannya sangat menyedihkan. Tanaman kerdil, daunnya melengkung kecil dan berwarna kekuningan. Biji ketumbar yang tumbuh berkecambah dan tumbuh dengan suburnya, setelah sebulan berlalu berubah kekuningan, enggan membesar, tak juga meninggi dan bahkan banyak yang mati. Pohon buncis yang sudah melingkar dan merambat naik tiba-tiba mati dengan sendirinya. Tomat tak ada satupun yang mengeluarkan buah dari hampir lima puluh bibit tomat yang saya tanam. Dari sekian banyak jenis varietas cabai yang saya bibitkan, tumbuh subur tapi yang berbuah hanyalah cabai rawit setan yang bijinya saya peroleh dari cabai busuk didapur, sementara aneka paprika dan cabai jalapeno atau jenis cabai eksotis lainnya yang sengaja saya beli dan tanam tak ada satupun yang berbuah.
Saat ini hanya tiga jenis tanaman yang tampak sedikit lebih baik dari lainnya yaitu basil, ketimun (berbunga banyak tapi belum terbukti bisa menghasilkan buah) dan pare yang mulai memunculkan baby pare yang imut, tanaman lainnya hanya membuat kebun sesak oleh daun tanpa menghasilkan apa-apa. Semangat berkebun yang tadinya membara akhirnya perlahan namun pasti mendingin seakan tersiram air es. Sudah berminggu-minggu saya biarkan semua tanaman itu mengular, menjalar, dan memenuhi halaman seciprit yang sekarang berubah menjadi hutan belantara. Berkali-kali Bapak sampah yang datang mengambil sampah melirik hutan dihalaman, tanpa mengucapkan sepatah katapun, tapi saya tahu maksud dan arti lirikan bingungnya.
Si Mas tukang gas, ketika terakhir kali datang ke rumah mengantarkan air mineral dan gas, iseng bertanya, "Nanam apaan saja ini Kak"? Dan terbahak ketika jawaban saya hanya, "Udah, jangan komentar! Gue sendiri pusing lihatnya," kami biasa suka bercanda, dan saya sudah berlangganan air mineral dan gas di tokonya sejak tujuh tahun yang lalu. Kalau mau jujur, daripada capek-capek berkebun dan hasilnya nol besar, lebih baik beli saja di supermarket. Tapi memang hobi itu berhubungan dengan kepuasan batin, dan walau ujung-ujungnya batin sebenarnya tidak puas, tetap saja akan diulangi kembali. Tobat!
Menuju ke resep. Ayam kemangi ini resepnya saya peroleh dari Ibu Jane, boss saya di kantor. Ketika saya memberikan biji ketumbar dan tanaman basil, beliau memberikan saya segepok bunga kemangi tua yang sudah berubah menjadi biji, sambil berkata, "Saya suka masak ayam cincang pakai kemangi. Gampang dan enak." Resep pun dibagikan dan weekend lalu saya eksekusi. Karena saya suka kemangi, seikat besar dimasukkan kedalam masakan, tak masalah, toh kemangi akan menyusut drastis ketika terkena panas. Saya tambahkan banyak cabai sehingga rasanya pedas, manis, asin, gurih. Super maknyus! Untung nasi sudah disiapkan segunung di rice cooker, jadi begitu matang tak perlu menunggu lagi untuk segera disikat.
Resep ini mengingatkan saya dengan Thai Basil Chicken, alias ayam basil a la Thai. Sayangnya versi Thai menggunakan jenis holy basil, bukan kemangi alias lemon basil atau basil biasa yaitu sweet Italian basil. Beberapa bulan lagi sepertinya versi Thai Chicken Basil bisa saya eksekusi juga karena tanaman holy basil dihalaman sudah mulai meninggi siap dipindahkan ke pot yang lebih besar, weekend ini sepertinya saya kudu meluncur lagi ke jalan TB Simatupang membeli media tanam. Again!
Berikut resep dan prosesnya ya.
Ayam Kemangi
Resep didaptasikan dari Bu Jane
Tertarik dengan resep kemangi lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Untuk 5 porsi
Bahan:
- 400 gram fillet paha ayam, potong dadu
- 1 sendok makan minyak wijen
- 1/4 sendok teh merica bubuk
- 1 sendok makan kecap asin
- 1/4 sendok teh garam
- 1 ikat kemangi, ambil daun dan pucuknya
Bumbu:
- 1 sendok makan minyak untuk menumis
- 6 siung bawang merah iris tipis
- 4 siung bawang putih, cincang halus
- 5 cabai keriting hijau, iris tipis
- 5 cabai rawit merah, iris tipis
- 10 cabai rawit hijau, iris tipis
- 2 sendok makan jahe, cincang halus
- 1 sendok makan saus tiram
- 1 sendok makan kecap ikan
- 1 sendok makan kecap asin
- 1 sendok makan kecap manis
- 1 sendok makan kecap ikan (optional)
- 1/4 sendok teh garam
- 1/2 sendok makan gula pasir
Cara membuat:
Siapkan ayam yang sudah dipotong, dicuci dan ditiriskan. Masukkan minyak wijen, merica, kecap asin dan garam, aduk rata. Diamkan selama 20 menit.
Panaskan 1 sendok makan minyak diwajan, masukkan ayam. Aduk dan tumis hingga air habis dan warna ayam berubah kecoklatan. Masukkan bawang merah, bawang putih, cabai dan jahe, aduk dan tumis hingga bumbu matang dan harum.
Masukkan saus tiram, kecap ikan, kecap asin, kecap manis, garam dan gula pasir, aduk dan tumis selama 1 menit. Masukkan kemangi, aduk dan tumis hingga kemangi layu, matikan api dan angkat. Sajikan dengan nasi hangat.
Sepintas mirip ayam woku yang banyak rempah ya mbak
BalasHapusEniwei saya juga suka urbanfarming, kalo udah belanja media tanah sanggup ngerogoh kocek walau sering gagal tanam 😁😁😁😁
yep sepintas mirip, tapi rasanya jauh berbeda heheheh.
HapusSaya juga suka urbanfarming, hanya gagal maning gagal maning wakkaka
Untuk mengatasi kutu2 putih, coba pakai soda kue dicampur minyak makan terus semprotkan k bagian yg ada kutunya
BalasHapusnah yang ini blm dicoba, next time saya coba Mbak, thanks yaa
HapusJujur sejak pandemi jg mulai seneng nanam. Permasalahannya sama, cabai berkutu putih hingga mencemari daun ubi yg biasa sy masak pecel, tanaman alpukat jg terdampak. Daun tomat yg berwarna kuning. Kalau mbak Nemu pestisida organik dan nggak ribet boleh dishare.. suka bgt resepnya, Krn sy suka kemangi (Oya tanaman kemangi jg mengkeriting kerdil hufft) dan anak suka ayam.
Hapussama banget, jadi semangat mengisi waktu gardening, sayang hasil dibanding ekspektasi gak sama hiks
HapusMakasih mbak resepnya. Masakan mudah kayak gini saya suka.. dan percaya dengan mbak Endang, pasti enak...
BalasHapussip, sama2 Mbak Elnina, senang resepnya disuka yaa
HapusSudah saya praktekkan mbak resepnya, uenak pol, hehehe...Terima kasih atas resep2nya yang simpel.
BalasHapusIin-Malang
sip, sama2 Mbak Iin, senang resepnya disuka
HapusHahahahahaha.... suka citanya berkebun!! Sakit perut baca pengalaman mbak berkebun, soalnya mirip sama pengalamanku!
BalasHapusGk papa mbak, kalo dilihat dari kantong emang mahal, tapi waktu berkebun pikiran kita jadi tenang dan keep us sane.
Keep it up, mbak! Dicoba terus berkebunnya, semoga sukses kedepannya! Aamiin YRA!
Maaf mbak, sy ngakak dulu baca nya.. Sy juga gini.. Pengen banget bisa tanam menanam.. Ujung2 nya itu tanaman sy jadikan satu, sy tutup pake tanah 🤣🤣🤣🤣
BalasHapusMbak Endang, kecap ikannya knp ada tertulis 2x di dlm resep?
BalasHapus