Kemampuan menjahit, bertukang, mekanik, memasak, menciptakan aneka barang, komputer, design grafis dan website, editing video, fotografi, berkebun, beternak, menulis dan masih segambreng skill lainnya yang jika dimiliki maka kita bisa membuka usaha kecil-kecilan atau memulai menciptakan sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Toh semua usaha kita bersekolah susah-susah sekian tahun lamanya ujung-ujungnya adalah untuk mendapatkan penghasilan bukan? Uang. Jadi apapun caranya, selama itu halal, tidak menyusahkan orang lain dan bisa membuat kita mandiri sangat dibutuhkan.
Tahun 2020, tahun serba susah, dimana ribuan lulusan universitas setelah wisuda hanya bisa terdampar di rumah. Akan kemana mereka mencari pekerjaan jika perusahaan justru banyak yang melakukan pengurangan karyawan? Adik saya, Dimas, yang lulus bulan Oktober tahun lalu kini masih di rumah, menganggur. Jika sebelum Covid masih banyak kesibukan melakukan interview sana dan sini, kini setelah Covid benar-benar tak ada satupun panggilan wawancara. Kami terus-terang bingung juga melihatnya, dan saya yakin, Dimas bukan hanya pusing tetapi juga mulai dilanda stres. Seandainya dia punya keahlian membuat sesuatu yang bisa dikerjakan dirumah maka waktu kosong panjang - yang bisa berlanjut hingga tahun depan ini - akan terasa penuh kesibukan. At least mengasah kemampuan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat.
Tapi saya sendiri bingung dengan minat adik saya ini. Saya adalah manusia yang penuh minat, hobi dan hal-hal yang ingin dikerjakan, sementara adik saya ini sepertinya kekurangan minat. Bagaimana mungkin tak ada minat atau hobi? Apakah bisa orang hidup tanpa minat? Atau mungkin perlu mendapatkan arahan agar berminat pada something? Entahlah, pusing juga memikirkannya, jadi beberapa bulan yang lalu saya minta dia mengambil kursus editing video di sebuah lembaga kursus. Waktu itu Covid belum merajalela jadi tempat kursus masih buka. Ibu saya menjadi penyokong dananya, karena kursus editing biayanya tidak murah. Saya berharap adik saya ini punya satu keahlian yang bisa dipakai, at least bisa diarahkan untuk membantu saya membuat video cooking di You Tube. Syukur-syukur jika view-nya banyak dan bisa mengumpulkan pundi-pundi dari iklan maka bisa mendatangkan penghasilan.
Tapi sungguh, keahlian benar-benar sangat diperlukan. Generasi milenial kedepannya tidak bisa lagi menggantungkan diri dan berharap ketika lulus bisa bekerja di perkantoran. Generasi tua pun tak bisa lagi mengandalkan pendapatan hanya dari bekerja di kantor saja, jika tiba-tiba PHK melanda setidaknya bisa menciptakan lowongan kerja buat diri sendiri di rumah. Atau jika seandainya masih bekerja pun maka skill tersebut bisa membuat hidup lebih mudah tanpa mengandalkan pada kemampuan orang lain. Saat ini skill yang saya butuhkan adalah bertukang, sungguh saya suka pekerjaan yang berhubungan dengan membuat aneka peralatan rumah tangga atau membangun rumah. Sejak kecil, ketika rumah direnovasi dan tukang sibuk mengerjakan sesuatu maka Endang kecil akan berjongkok disamping tukang melihat penuh minat. Atau membantu alm. Bapak mengecat tembok. Sejak SD saya bahkan sudah membuat kolam ikan kecil-kecilan dibelakang rumah menggunakan semen dan bebatuan.
Kini setelah dewasa betapa inginnya saya bisa membuat meja sederhana sendiri, atau kitchen cabinet simple atau sekedar mampu mengoperasikan mesin bor. Masalahnya skill saya disini sangat minim! Saya rajin membeli alat bertukang seperti bor, obeng, tang, gergaji dan lain-lain, dan lain-lain, tapi saya tak punya basic ilmu bertukang sama sekali. Bahkan hingga kini saya susah payah mengoperasikan mesin bor untuk memasang engsel pintu. Saya pernah nekat membuat meja sederhana yang saya lihat begitu mudahnya dibuat pada sebuah video di You Tube. Seharian saya mengerjakannya, ketika ditegakkan meja hanya bertahan 1 menit berdiri di keempat kakinya, dan kemudian ambruk dengan sukses. Akhirnya saya membeli meja yang sudah jadi di Tokopedia. Betapa nikmatnya jika bisa membuat peralatan rumah tangga, selain ada kepuasan tersendiri juga menghemat biaya tukang yang alamak mahalnya. Mencari tukang yang sesuai keinginan pun gampang-gampang susah.
Seandainya saat ini ada kursus bertukang menciptakan perabotan simple saya pasti akan bergabung. Tapi sebenarnya kegiatan tersebut sempat ada. Satu merk alat pertukangan terkenal dari luar negeri pernah membuka sejenis workshop di Kelapa Gading dan Depok untuk menjembatani mereka yang awam bertukang agar bisa menciptakan perabotan sederhana. Pesertanya bisa dari kalangan muda, tua, hingga ibu-ibu rumah tangga. Di workshop ini kita akan diajari cara menggunakan peralatan bertukang, membuat barang kecil-kecilan seperti meja kecil, kotak tisu dari kayu, atau kotak buku yang menempel di dinding. Kegiatan seperti ini yang saya cari, tapi workshop tersebut dilakukan bertahun-tahun nan lampau, dan kondisi Covid sepertinya tidak memungkinkan melakukan pertemuan dalam ruangan seperti itu lagi. Arrrgh, betapa bencinya saya dengan si Covid ini!
Well menuju ke resep. Ketika panas mulai melanda di Indonesia seperti satu bulan belakangan ini, maka artinya musim kemarau akan tiba dan itu berarti musim mangga! Musim buah yang paling ditunggu dalam satu tahun karena si manis ini harganya akan menjadi sangat murah dan kita bisa menyantapnya sebanyak-banyaknya. Kalau sudah begini betapa bahagianya hidup di iklim tropis dimana buah mangga ketika musim luber dimana-mana dan murah. Mangga favorit, dan menurut saya adalah jenis mangga terlezat didunia adalah si gedong gincu. Aromanya yang super wangi segar dan rasanya yang manis sedikit asam lembut tak ada duanya. Benar-benar mangga yang sama sekali tak membosankan walau dimakan segambreng-gambreng.
Mango sticky rice ini sangat mudah dibuat sendiri dirumah. Dulu saya paling tidak pede jika memasak ketan, karena teknik tradisional ala emak dimana beras harus diaron terlebih dahulu kemudian dikukus seringkali menghasilkan ketan yang lembek. Tapi ternyata memasak ketan dengan rice cooker sangat mudah, semudah memasak beras biasa asalkan komposisi beras dan air atau santannya pas. Agar aromanya harum, santan dimasak dulu dengan pandan hingga mendidih, baru dimasukkan ke ketan di rice cooker. Ketika ketan matang memang santan akan naik seperti terkumpul diatas ketan, cukup aduk hingga tercampur rata dan hasilnya sama persis ketika kita memasak dengan teknik jadul.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Resep hasil modifikasi sendiri
Tertarik dengan resep masakan Thailand lainnya, silahkan klik link dibawah ini:
Pad Thai
Homemade Saus Tom Yum
Singkong Thai
Belum berencana bikin sih Mba, cuma mau baca ceritanya aja. Asa udah lama nggak baca cerita Mba di blog ini (sayanya yang jarang buka ^^). Tetap sehat di kala Covid ya Mba!
BalasHapusThanks yaa, stay safe juga yaaa
HapusBu Endang, izin bertanya. Utk kuah santannya pengentalnya menggunakan tepung beras. Kalau tepung maizena bisakah bu ?
BalasHapusSebenarnya utk yg paling pas sebagai pengental dr sebuah larutan tepung beras atau maizena ya bu ?
Terimakasih sebelumnya.
Salam sehat Bu.
bisa pakai maizena, hanya tepung beras ada rasa spesifik ya, tapi sebnarnya sih yang penting bs kental saja.
HapusFixx simpen resep ini buat bikin mango sticky rice musim mangga ini..Jtt tu selalu jadi tempat rekomendasi klo saya mau bikin sesuatu..klo ngetik cari resep pasti belakangnya ala jtt..😊😊..makasihh ya mba endang
BalasHapussip, thanks yaa, senang resepnya disuka
HapusMbaa endaang pas bgt lagi musim mangga ada resep ini.. saya follower sama murid sejatinya mba endang.. blog jtt jadi kiblat saya selama ini..
BalasHapusMbw endang, untuk kuahnya klo pakai santan kara yg 200 ml diencerin sama airnya brp ml ya idealnya? Saya kasih tepung beras ko jadinya kaya bubur sumsum 😅.. dan ngaduknya jg brp lama sih biar santannya berasa matang.. saya asal mendidih tp rasanya kqya masih mentah.. apa salah dmn nya ya
Thanks ya Mbak sudah menyukai JTT.
HapusSantan kudu dimasak sampai matang, kalau mendidih saja keknya kurang, tambahkan waktunya sampai aromanya wngi.
kara 200 ml bs diencerkan sd 800 - 1000 ml air keknya. Jadi kalau teksturnya kaya bubur berarti airnya kurang.