Rekan kantor saya ada yang memelihara ikan lele didalam ember, disekeliling ember digantung pot-pot kecil berisi tanaman kangkung yang sebagian potnya terendam didalam air. Ternyata kata beliau, budidaya lele kecil-kecilan di halaman rumah dengan cara ini sedang nge-trend, banyak videonya bertebaran di You Tube. Ember yang digunakan lumayan besar, diameter sekitar 40 - 50 cm, bagian bawah ember dipasang kran untuk membuang air dan kotoran dari dasar. Karena jenis ikannya adalah lele maka ember tidak dilengkapi dengan pompa aerator. Lele cukup tahan banting dalam kondisi air kotor bahkan berlumpur sekalipun. Hasilnya menurut rekan saya ini oke, dalam 6 bulan ikan sudah bisa dipanen. Nah yang ini tentu saja lebih berkualitas, karena jenis lele organik yang diberi pakan pelet dengan kualitas air yang bersih. Saya terus terang sangat berminat dengan sistem ini, tapi bukan ikan lele yang akan saya pelihara, melainkan ikan nila yang sering dikonsumsi. Sejak dulu saya tidak menyukai jenis catfish termasuk didalamnya adalah lele dan patin. Saya bahkan tak pernah mengkonsumsi lele mungkin sejak sepuluh tahun nan lampau.
Dulu ketika saya melakukan KKN alias Kuliah Kerja Nyata di sebuah desa di daerah Muntilan, Magelang, hampir sebagian besar penduduk disana adalah petani ikan air tawar, entah itu jenis ikan hias atau ikan konsumsi, umumnya adalah lele. Ibu pemilik rumah yang saya tempati memiliki kolam ikan lele tepat disamping rumahnya. Ukuran kolamnya sekitar 2 x 4 meter, dan cukup dalam. Kolam ditutup dengan bambu, berisikan ikan lele indukan, sedangkan ikan lele yang biasa dipanen dan dijual dipasar dibesarkan di kolam lainnya yang jauh dari rumah. Ketika pertama kali kami tiba, kolam tersebut dibuka untuk ditunjukkan, isinya air hitam yang kotor, tidak terlalu banyak air didalamnya, sehingga kami bisa melihat isinya secara leluasa. Lele sebesar paha orang dewasa tampak menggeliat-geliat disana, membuat mata saya melotot memandangnya. Selain lele, saya juga melihat bangkai kucing mengambang, membuat saya shock berat. Ketika saya tanya mengapa kucing tersebut tidak dikeluarkan dan dikuburkan, jawabannya lebih membuat shock, "Besok juga hilang Mbak, dimakan sama lele." Malam harinya kami dijamu dengan lele goreng yang potongannya sebesar lengan bagian atas, saya tak menyentuhnya sama sekali. Selain karena lele bukan ikan favorit, kepala saya masih terbayang-bayang dengan tubuh si meong yang berwarna oranye didalam kolam. Gubrak!
Ikan nila tentu saja tidak semudah lele dalam urusan budidayanya. Ikan ini memerlukan air bersih mengalir dan pompa aerator agar sirkulasi oksigen didalam kolam lancar. Saya lantas melihat-lihat aneka bak ikan dari fiber yang banyak dijual di toko online, bak fiber berwarna biru ini banyak dipergunakan tukang penjual ikan air tawar hidup di pasar. Ternyata bak fiber ini lumayan mahal, ukuran dengan panjang sekitar 130 cm, lebar 85 cm dan tinggi 50 cm dibandrol minimal 800 ribu rupiah. Pompanya sendiri masih bisa terjangkau seharga 150 ribuan. Bibit ikan nila sepanjang 3 cm per ekornya sekitar 800 rupiah, sementara pelet dan makanan ikan cukup murah harganya.
Tapi sebenarnya kalau dipikir-pikir budidaya ikan nila skala kecil dirumah tidaklah terlalu berat di ongkos, toh pompa dan baknya bisa dipergunakan dalam jangka yang panjang. Kolam juga bisa dipindahkan kemana-mana, bahkan ketika pindah rumah pun bisa digotong. Bak juga bisa diletakkan di teras rumah, dibelakang rumah, bahkan didalam rumah pun oke kalau sesuai dengan selera. Ditambahkan aneka tanaman apung, setiap hari kita bisa cuci mata melihat ikan-ikan yang berenang kesana-kemari. Ikan bisa dipanen ketika sudah berusia 3 - 5 bulan, tinggal bawa serokan dapur dan tombak saja ke tepian bak. Nah kalau memelihara ikan mulai terasa membosankan maka bak fiber-nya bisa dipakai untuk bath tub. Yah setidaknya masih bermanfaat lah. 😄
Idenya sangat-sangat menarik, hanya entah kapan akan saya eksekusi. Mood saya ini suka 'nasdem' alias panas adem, dan memelihara hewan seperti ini dimana kelangsungan hidupnya sangat bergantung dengan kehadiran manusia agak merepotkan. Bagaimana jika saya harus traveling beberapa hari? Siapa yang akan memberi makan si nila? Walau sebenarnya sih ketakutan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan dimasa pandemi yang tak jelas kapan akan berakhir ini. Karena bisa jadi hingga tahun 2022 kita tidak akan leluasa traveling kemana-mana jika momok virus tetap merajalela bukan?
Wokeh menuju ke resep pecak ikan a la Betawi kali ini. Saya pernah beberapa kali share resep pecak ikan, ada berbagai versi umumnya menggunakan kacang tanah dihaluskan. Tapi sebenarnya pecak ikan Betawi memiliki dua versi yaitu tanpa kacang seperti resep kali ini dan menggunakan kacang seperti yang pernah saya share disini. Keduanya sama lezatnya, masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Versi dengan kacang terasa lebih gurih dan creamy, sementara yang tanpa kacang lebih segar dan ringan. Jadi dikembalikan dengan selera masing-masing.
Biasanya di resto Betawi, pecak ikan menggunakan ikan gurame yang besar ukurannya. Ikan dibumbui ringan, digoreng hingga garing, baru kemudian disiram dengan kuah pecak yang terasa asam, manis, pedas dan asin. Rasanya memang maknyus dan membuat kita ingin menambahkan banyak nasi ke piring. Kali ini saya menggunakan ikan nila, saya membeli ikan segarnya di supermarket Lotte Mart, harganya lebih mahal dibandingkan ikan di pasar tapi yang ini ukurannya lumayan besar untuk jenis nila yang biasanya hanya seukuran telapak tangan saja. Ikan nila segar yang kala dibeli masih hidup seperti ini memang rasa dagingnya mantap. Gurih, manis dan kenyal, dipermak menjadi makanan apapun sedap. Saya paling suka sup ikan nila, bisa 2 kilogram ikan saya embat sendiri. "Gila lu Ndang," itu yang biasa diucapkan adik saya, Wiwin, jika saya mengungkapkan pengakuan dosa tentang makanan yang saya makan dalam porsi besar.
Anyway busway, pecak ikan ini super mudah dibuat. Umumnya tidak menggunakan kecap manis, dan ada follower yang komplain di Instagram mengatakan saya menyalahi pakem. Ah, bagi saya sesendok kecap manis tidak akan merubah rasa secara total, tapi justru memperbaiki warna masakan menjadi lebih menarik. Kalau istilah Ibu saya, "Tidak jebleh warnanya." So, silahkan skip kalau dikatakan menyalahi pakem perpecakan ikan, walau saya sendiri bingung sebenarnya resep asli pecak ikan Betawi itu seperti apa, karena begitu banyaknya varian. Beberapa menyarankan menggunakan temu kunci, saya tidak pakai karena rempah ini tidak pernah saya gunakan didalam masakan, dan terus terang saya kurang suka dengan rasanya. Tapi jika anda ingin menggunakannya tambahkan sekitar 1 cm temu kunci dalam bumbu yang dihaluskan.
Berikut ini resep dan prosesnya ya.
Pecak Ikan Betawi
Resep modifikasi sendiri
Untuk 4 porsi
Tertarik dengan masakan a la Betawi lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Bahan:
- 1 ekor ikan gurami atau 2 ekor ikan nila ukuran besar
- 1 sendok teh garam
- 1/4 sendok teh merica bubuk
Bahan bumbu untuk sambal pecak:
- 20 buah cabai rawit merah
- 3 siung bawang putih utuh
- 5 siung bawang merah utuh
- 1 1/2 cm jahe
- 1 cm kunyit
- 2 cm kencur
- 1 sendok teh terasi
- 1/2 sendok teh garam
- 1 1/2 sendok makan gula jawa sisir halus / gula palem bubuk
- 1/4 sendok teh kaldu bubuk
- 1 sendok teh kecap manis
- 200 ml air panas
- 4 buah jeruk lemon cui, atau limo, atau 1/2 butir jeruk nipis peras airnya
Cara membuat:
Siangi ikan, buang isi perut dan insangnya. Cuci bersih, kerat-kerat permukaannya dengan pisau. Lumuri permukaan ikan dan rongga dalamnya dengan garam dan merica bubuk.
Panaskan minyak agak banyak di wajan anti lengket. Goreng ikan hingga matang dan garing. Angkat, tiriskan, letakkan di piring saji, sisihkan.
Membuat sambal:
Siapkan wajan, masukkan cabai rawit, bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, kencur, terasi, sangrai (tanpa air/minyak) hingga permukaan bumbu tampak sedikit kehitaman dan lunak. Angkat.
Tuangkan bumbu ke cobek, ulek kasar.
Tuangkan bumbu ke panci, masukkan air panas, gula, garam, kaldu bubuk dan kecap manis. Aduk rata dan masak hingga mendidih. Angkat, masukkan perasan jeruk lemon cui. Cicipi rasanya, sambal terasa manis, asin, asam.
Siram sambal ke permukaan ikan di piring, sajikan.
selalu lebih suka baca cerita pengantar daripada resepnya hehehe... btw saya kagum dgn blog JTT, dari sekian banyak blog masakan yg saya ikuti hanya blog ini yg konsisten mengupload sampe skrg, blog lain seakan mati suri dan berlaih ke IG atau youtube, tetap semangat yah mbak endang berbagi tulisan di blognya, mebaca tulisan di blog terasa berbeda dgn IG atau youtube walopun esensi resepnya tersampaikan tapi tetap ada yg terasa kurang kalo gak baca blognya...
BalasHapusthanks yaaa, terkadang malas juga saya menulis blog, apalagi kalau bahan tulisan blank, tapi blog ini juga yang menjadi awal saya mengenalkan JTT, jadi rasanya berdosa juga kalau ditinggalkan wakkakak
HapusSemangat MB endang.. saya juga lebih suka baca blog MB endang dr pd di ig 😁
Hapusduh mba...ngiler liatnya...
BalasHapusdi yutub sering ada yg liput menu pecak yg suka viral ini di beberapa rumah makan...
kelihatannya simple bumbunya.. kapan2 mau coba.. makasih mba resepnya...
sip, sama2 Mbak, moga suka yaa
HapusBudi daya ikan dan sayuran namanya Vertiminaponik mbak, saya sedang bikin setengah jalan 😁😁😁
BalasHapusEniwei bibi /teman saya pernah panen lele dari septitank, lele nya gede gede seperti yang mbak Endang ceritakan 😁😁😁
wah iyaa, thanks yaaa, saya naksir berat tuh dengan sistem ini. Ntar weekend ini mau dieksekusi wakkakak
HapusMbaaakkk.. lucu dan seru baca cerita mbak deh.. kmrn semangat 45 bercocok tanam sekarang udah mupeng berternak hihi.. btw si ulekan jarang nongol difoto, seringnya si Chopper yg nampang ya hehe.. btw suami sedang berternak patin dgn cara tsb, Krn ikan jenis catfish (dori, patin, lele) saya idolakan buat bayi hingga skr balita Krn tekstur daging dan durinya yg welcome buat nak kanak
BalasHapusiya nih, weekend ini sya mau beli bibit ikannya, saya pakai ember bekas air menadah hujan saja, karena musim kemarau dipakai dulu buat piara ikan wakakaak
HapusWaaahhh... salah 1 makanan favorit nih jd pengen cepet2 eksekusi... btw, mba Endang sdh pernah coba dgn bumbu dapur (jahe, kunyit dan kencur) yg dibakar? Lebih cihuy loh mba... mgkn krn aroma bakarnya yg bikin menggoda yaa...
BalasHapusyep lebih enak, saya pernah bikin versi yang dibakar, keknya dipostingan lama.
Hapus