Sepertinya tahun ini musim hujan datang sesuai schedule. Memasuki bulan September, hujan beberapa kali membasahi tanah Jakarta dan belahan bumi lainnya di Indonesia. Tidak sering, mungkin hanya beberapa kali dalam sebulan, tapi cukup untuk menghilangkan debu di permukaan daun dan membasahi tanah yang kering. Memasuki bulan Oktober, hujan mulai datang lebih kerap, terkadang 2 hingga 3 kali dalam seminggu. Saya suka hujan, suka juga dengan kemarau. Masing-masing memiliki plus dan minus yang saling mengisi. Hujan, membuat suasana mellow, gloomy sekaligus romantis, kelebihan lainnya adalah tak perlu menyiram tanaman di halaman setiap hari, artinya bisa irit air, listrik, waktu, dan tenaga. Tapi hujan juga membawa masalah baru, atap bocor apalagi. Minggu lalu ketika hujan turun berjam-jam menghajar dan membuat jalan Sudirman banjir, saya mendengar tetesan air jatuh di langit-langit. Setiap kali air menetes, hati saya terjengit, was-was menanti tetesannya merembes melewati plafon dan turun ke jajaran kursi yang tepat berada dibawahnya.
Sejak dulu, rumah bocor adalah makanan sehari-hari kala hujan. Sudah banyak pengalaman mengerikan saya dengan kasus bocor ini. Rumah tua yang saya tempati ini terdiri dari 3 bangunan terpisah yang saling menempel satu sama lain. Ruangan utamanya adalah ruang tamu dan dua kamar, dilanjutkan dengan area belakang berisi dapur dan lantai atas yang memiliki atap sendiri, kemudian bagian ketiga adalah garasi yang saya rombak menjadi kamar, ruangan ini juga memiliki atap sendiri. Masing-masing atap di tiga ruangan ini seakan tak sinkron, sambungannya selalu tak mampu menahan guyuran air hujan walaupun telah ditambal dengan aneka bahan yang entah apa dipakai oleh tukang. Sudut-sudut plafon disetiap ruangan penuh bercak kecoklatan sisa air yang mengering. Sungguh sakit mata saya sebenarnya setiap kali melihatnya.
Tahun ini tampaknya rasa khawatir saya akan lebih berlipat dibandingkan tahun lalu. Curah hujan sepertinya akan tinggi, frekuensinya akan teratur atau justru lebih dibandingkan yang lalu. Artinya, saya harus siap-siap rumah yang semakin bocor tak keruan. Beberapa tahun nan lampau, sebuah genting yang pecah membuat air hujan tak tertampung dan jatuh menghajar plafon yang hancur berantakan. Untungnya tidak ada perabotan apapun dibawahnya. Saya hampir menjerit kencang kala pulang kantor menemukan ruangan tengah yang berantakan dengan langit-langit selebar ember menganga. Besok paginya dengan hanya mengenakan daster saya naik ke atap dan membetulkan satu buah genting yang pecah. Untung masih ada beberapa genting menganggur yang ditinggalkan tukang, dan untungnya (again!) tidak ada tetangga yang sedang nangkring dilantai atas rumah mereka masing-masing. Karena apa kata dunia jika mereka melihat saya berdaster merah dengan rambut diikat awut-awutan membetulkan atap rumah bukan?
Tak heran dulu, alm. Mbah saya selalu memanggil tukang ketika musim masih kemarau untuk membetulkan genting. Waktu itu saya heran melihatnya, mengapa tak ada angin dan tak ada hujan, Mbah sibuk menyuruh tukang naik ke atap. Ternyata sebagai persiapan memasuki musim penghujan. Walau jika mengingat kondisi rumah Mbah saat itu, sebenarnya tak perlu juga membetulkan atap. Rumah berdinding gedek alias anyaman bambu ini ditopang kayu kelapa dan memiliki atap ditopang kaso dari bambu. Gentingnya masih genting jadul dari tanah liat yang tipis dan sekali diinjak pecah, bukan jenis genting tanah liat tebal seperti saat ini. Antar susunan genting tak pernah bisa terpasang rapat dan ketika hujan deras ditemani angin kencang yang kerap mendera Paron, tak ada satu jengkal pun di rumah tersebut yang tidak bocor.
Jika hujan disusul petir bin geledek menyambar, kami semua akan duduk bergerombol, mencari lokasi yang tidak bocor (yang agak susah ditemukan), dalam kondisi hening mencekam, masing-masing didalam hati membaca surat atau ayat dari Al Qu'ran. Andalan saya adalah surat An-Nas, yang sebenarnya lebih berhubungan dengan perlindungan dari hasutan setan dibandingkan hujan deras dan musibah, tapi ini adalah surat andalan saya setelah surat Al Fatihah. Jadi dua surat tersebut saya baca bergantian dengan mulut berkomat-kamit tak henti sepanjang hujan turun.
Mbah saya biasanya akan berkeliling seputar rumah dengan rambut basah kuyup memegang toples dekil wadah garam, tangannya akan menciprat-cipratkan garam ke seluruh penjuru rumah sambil bibirnya mengucapkan entah mantra apa yang diucapkan Mbah. Awal pertama kali melihatnya saya bertanya ke Ibu, mengapa Mbah melakukan aksi ini. "Mengusir ular," jawaban Ibu membuat saya lebih melongo. Bukankah kita saat ini sedang menghadapi 'bencana' hujan, bukan ular? "Ya ular suka masuk kalau hujan deras, mereka mencari tempat berteduh," saya manggut-manggut mendengar penjelasan Ibu selanjutnya. Makes sense!
Mbah saya ini seorang muslim kejawen, walau tak pernah lupa sholat lima waktu dan selalu puasa Ramadhan tetapi aneka sesajen dan selamatan ala kejawen juga tak pernah ditinggalkan. Tapi kalau diingat lagi waktu itu, bocor atau ular sebenarnya bukanlah hal yang kami takuti, karena ada bahaya yang lebih besar menanti. Apalagi jika bukan atap rumah terbang dan pindah ke rumah tetangga. Tobat!
Tapi hujan juga membuat nafsu makan meningkat, dan nafsu saya akan makanan berkuah semakin menggebu. Saya penggemar masakan berkuah, jadi selalu disikat tanpa mengenal musim, hanya memang kalau melihat hujan turun membasahi tanaman di halaman maka bayangan semangkuk sup panas terasa lebih menggoda. Jadi beberapa waktu lalu, kala mendung mulai bergelayut dan alamat hujan akan segera turun, saya menyeret kaki ke dapur dan membuka kulkas. Sepertinya sup ayam dengan kuah nan creamy mantap menemani suasana mellow ini, seakan sedang nongkrong di sebuah kafe, bedanya versi yang ini harus diakhiri dengan mencuci perabotan segambreng. Bahan-bahannya disesuaikan dengan stok di kulkas, wortel, jamur, daun bawang dan ayam. Tapi brokoli, kembang kol, kentang, sosis, atau sayuran dengan tekstur keras atau protein hewani favorit anda lainnya, tak masalah diceburkan ke masakan. Jika ingin kuahnya lebih creamy bisa menambahkan kentang dan wortel rebus yang diblender halus dan dimasukkan kedalamnya. Mantap!
Berikut resep dan prosesnya ya.
Resep modifikasi sendiri
Untuk 5 porsi
Tertarik dengan resep sejenis lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Bahan:
- 1 sendok makan minyak
- 2 potong dada ayam, 300 gram
- 1/2 sendok teh garam
- 1/2 sendok teh merica bubuk
Bahan dan bumbu sup:
- 2 sendok makan mentega
- 1 buah bawang bombay, rajang halus
- 4 siung bawang putih, cincang halus
- 1 batang wortel, cincang kasar
- 2 sendok makan tepung terigu (jenis apapun)
- 1 kaleng jamur kancing iris tipis, atau 10 jamur champignon, iris tipis
- 2 batang daun bawang, rajang hakus
- 2 batang seledri, rajang halus
- 500 ml kaldu ayam/air biasa
- 1 sendok teh thyme
- 1/2 sendok teh rosemary
- 1/2 sendok teh merica bubuk
- 1/2 sendok teh garam
- 1/2 sendok teh kaldu bubuk
- 500 ml susu cair full cream (fresh, UHT, bubuk)
Cara membuat:
Siapkan ayam, masukkan ke mangkuk, tambahkan garam, merica, aduk rata. Panaskan 1 sendok makan minyak di wajan/pan, pan fried ayam hingga dua sisinya kecoklatan dan ayam matang. Angkat, rajang kasar, sisihkan.
Tambahkan 2 sendok makan mentega ke wajan bekas menggoreng ayam. Tambahkan bawang bombay dan bawang putih, aduk dan tumis hingga harum dan bawang lunak. Tambahkan wortel, aduk dan tumis 2 menit.
Taburkan tepung terigu ke permukaan wortel, aduk dan tumis selama 1 menit hingga tepung matang. Masukkan jamur, daun bawang, daun seledri, aduk dan tumis hingga semua sayuran dan jamur layu.
Masukkan air kaldu ayam, suwiran ayam, thyme, rosemary, merica, garam dan kaldu bubuk, aduk dan masak hingga mendidih, kuah mengental dan wortel lunak.
Tuangkan susu cair, aduk dan masak dengan api kecil sambil sesekali diaduk hingga mulai terlihat mendidih. Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya, angkat dan sajikan dengan crackers, biskuit asin atau roti panggang.
Ha ha ha... Cerita menarik... Resep enak buat hujan...
BalasHapusthanks yaaa
HapusWah menu wajib kalo flu mbak, rasanya anget di tenggorokan yang gatal
BalasHapusSaya ngikutin recipe 30,jamur, wortel, kentang diblender.
Jadi kental tanpa tepung
Duh jadi pingin bikin 😀😀
sip, moga suka ya
Hapus