Saya kagum dengan mereka yang rutin berolahraga lari. Sering melihat kala pagi atau sore hari sepulang kantor, para 'pelari' dengan pakaian olahraga berolah tubuh di seputar jalan Sudirman, atau di depan kantor dimana trotoarnya terpaving rapi. Terus terang, olahraga lari dan jalan cepat memang kegiatan yang paling mudah dilakukan dan hampir tanpa biaya, kecuali sepatu olahraga yang nyaman dan pakaian yang mendukung. Selebihnya hanya mengandalkan dengkul dan semangat saja. Dulu, tepatnya bertahun nan lampau, saya termasuk rajin melakukannya kala weekend, berangkat dari rumah ke Gelora Bung Karno yang tak jauh letaknya. Lima hingga delapan putaran jalan cepat mengelilingi stadion lumayan menggerakkan badan yang hanya mengenal duduk dan tidur saja selama seminggu.
Tapi lama-lama, rasa malas lebih meraja, akhirnya saya memilih berjalan cepat di kompleks perumahan di dekat rumah yang kondisinya lumayan rapi, bersih dan tidak sekumuh lokasi rumah saya. Setiap dua hari sekali sebelum ngantor saya sempatkan diri berjalan 30 menit di pagi hari. Sepulang olahraga, badan terasa segar, dan siap berangkat ke kantor. Tapi kembali, lama-lama, jalan cepat 30 menit inipun jadi kegiatan yang berat. Alasannya, harus bersiap-siap dengan kaus, celana dan sepatu olahraga, artinya hendak berangkat saja sudah menghabiskan waktu demi persiapan. Belum lagi, di kompleks perumahan tersebut banyak yang memiliki anjing. Sebagian dilepas berkeliaran dan sebagian ada didalam pagar. Justru yang didalam pagar ini galaknya minta ampun, setiap kali saya lewat akan menggonggong sekencang-kencangnya, membuat jantung seakan rontok. Bukannya saya takut anjing, karena toh si doggy terkunci dibalik pagar, tapi rasa kaget yang lama-lama berubah menjadi emosi jiwa ini membuat semangat jadi kempes.
Tapi bukan berarti keinginan untuk berolahraga menghilang. Agar tidak perlu susah payah keluar rumah demi olah tubuh, saya lantas membeli treadmill dan seperangkat alat fitness homegym. Jika alat bantu olah tubuh ini ada di rumah, maka kapanpun dalam kondisi apapun, saya bisa berolahraga. Mau pagi, sore, atau tengah malam buta pun bisa. Mengenakan kaus, celana training, rok, daster, bahkan pakaian dalam pun tidak masalah. Adik saya, Wiwin, sudah mewanti-wanti, "Bakalan percuma, paling sebentar doang semangatnya. Tuh, treadmill ku di lantai atas mangkrak nggak ada yang pakai," dan dia justru memilih jalan kaki seputar kompleks rumahnya setiap sore. Rekan kantor saya, Mbak Mirah, yang merupakan member loyal klub fitness di mal sebelah kantor pun memberikan komentar pesimis, "Udah, ikutan member saja Ndang. Ntar jam makan siang kita olahraga bareng." Mbak Mirah tak pernah absen berolahraga setiap harinya. Di setiap jam makan siang, dia pergi ke klub fitness selama 2 jam. Sayangnya saya kapok menjadi member klub fitness seperti ini, fee selama enam bulan telah dibayarkan tapi ujung-ujungnya hanya dipakai beberapa kali saja, agar tidak rugi saya gunakan untuk sauna dan mandi sepulang kantor. Mubazir.
Setelah menghitung-hitung untung ruginya, akhirnya saya putuskan tidak menghiraukan komentar adik dan rekan kantor dan tetap membeli dua alat olahraga tersebut. Ukurannya yang besar memenuhi ruang tamu yang sudah berjubelan dengan kursi dan lemari. Tukang gas dan air mineral setiap kali datang mengantarkan pesanan selalu berkomentar, "Kak, mau jadi atlit binaraga ya," tak saya pedulikan. Satu bulan lamanya, semangat berolahraga menggebu. Dua kali dalam sehari saya gencar menggunakannya, pagi dan sore. Berat badan sempat turun sebanyak empat kilogram, tubuh terasa enteng dan bugar. Tapi, selalu ada tapinya, lama-lama semangat mengendor lagi. Rasanya hendak berjalan di atas treadmill 30 menit saja super berat, boro-boro berlatih menarik beban. Sepulang kantor saya memilih mandi dan langsung bergeletakan diatas kasur menonton You Tube, bahkan saat masa PSBB seperti sekarang ini dimana WFH sering dilakukan, saya semakin malas bergerak. Tobat!
Akhirnya dua alat besar ini menganggur, berdebu dan membuat lelah jiwa setiap kali memandangnya. Treadmill masih bisa dilipat dan dikecilkan ukurannya, tapi alat homegym dengan beban berkilo-kilo ini susah digeserkan bahkan sedikitpun. Setiap kali membaca atau menonton vlogger yang rajin berlari hingga berkilo-kilometer setiap harinya, saya terpacu untuk melakukan hal sama tapi hanya dalam mimpi. Memang semua kembali ke niat. Apapun kondisinya, jika memang niat sudah menggebu maka halangan setinggi gunung Merapi pun pasti akan dijabanin. Kapan niat ini akan muncul lagi ya? Saya justru berpikir hendak menjual alat fitness di rumah. Gubrak!
Menuju ke resep. Ini resep banana cake favorit yang sudah pernah saya post disini, karena ukurannya kecil maka setiap kali membuatnya saya kalikan tiga semua bahannya agar pas di loyang kotak ukuran 18x18 cm atau bulat. Membuatnya tidak susah hanya memang lebih ribet dari banana bread biasa yang hanya diaduk-aduk saja bahannya. Saya suka teksturnya yang lembut dan rasanya yang lebih sedap dari banana bread. Bisa juga ditambahkan coklat bubuk dan choco chips untuk varian rasa lainnya. Pisangnya saya pakai jenis cavendish, tapi pisang apapun oke selama matang dan teksturnya lunak.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Best Banana Cake
Resep diadaptasikan dari web Carol - Banana Sponge Cake
Untuk 1 loyang diameter 24 cm
Tertarik dengan resep cake berbahan pisang lainnya? Silahkan cek link resep dibawah ini:
Bahan:
- 400 gram pisang matang
- 6 butir telur suhu ruang
- 120 gram brown sugar / palm sugar
- 300 gram tepung terigu protein sedang/rendah
- 1/2 sendok teh garam
- 180 gram mentega dicairkan
- 2 buah pisang iris tipis memanjang untuk garnish, optional
Cara membuat:
Siapkan oven, set disuhu 175'C. Olesi loyang dengan campuran 1 sendok makan margarin + 1 sendok makan minyak goreng + 1 sendok makan tepung terigu, menggunakan kuas. Sisihkan.
Aduk tepung terigu dengan garam, sisihkan.
Masukkan pisang ke mangkuk, hancurkan dengan garpu hingga lumat. Sisihkan.
Masukkan telur dan palm sugar, kocok dengan mixer speed rendah hingga tercampur baik. Naikkan kecepatan mixer menjadi tinggi dan kocok hingga adonan mengembang, pucat, kental dan berjejak (ribbon stage). Cek dengan mengangkat alat pengocok hingga adonan jatuh dan membentuk jejak dipermukaan, jejak adonan sebaiknya baru menghilang setelah hitungan ke 6. Jika langsung menghilang lanjutkan mengocok hingga jejak agak bertahan lama. Jangan juga over mixing hingga adonan kaku, karena tekstur cake akan menjadi keras.
Note: agar adonan maksimal mengembang, gunakan telur suhu ruang. Jika telur masih dingin dari kulkas diamkan agar suhu ruang terlebih dahulu.
Masukkan pisang lumat ke dalam adonan telur, kocok dengan mixer hingga tercampur rata. Matikan mixer. Masukkan tepung terigu dengan cara diayak langsung diatas adonan dalam 2-3 tahapan, aduk balik hati-hati dengan spatula hingga tercampur baik. Jangan over mixing dan jaga agar adonan tidak kempes.
Ambil 3 sendok sayur adonan, masukkan ke mangkuk berisi mentega cair. Aduk hingga rata. Tuangkan adonan mentega ini ke adonan utama, aduk perlahan hingga tercampur baik.
Tuangkan adonan ke loyang yang telah disiapkan. Tata irisan pisang diatasnya. Masukkan ke oven dan panggang selama 30-40 menit atau hingga permukaan cake kecoklatan dan tidak ada adonan yang menempel di lidi ketika ditusukkan ke tengah cake.
Keluarkan dari oven, diamkan 5 menit di loyang. Balikkan cake ke rak kawat dan letakkan dengan garnish pisang disisi atas. Diamkan hingga benar-benar dingin sebelum cake dipotong.
Taruh televisi di depan treadmill mbak, sayapun melakukan.
BalasHapusAsal jangan overdosis seperti saya, nonton drama berjam jam akibatnya tempurung kaki cedera, sakit sekali 😢😢😢
wakaka, saya udah 7 tahun gak lihat TV, ada 1 TV dikamar berdebu, dan saya gak bs ngidupinnnya hiks
HapusKl gitu, treadmill sambil pantengin youtube aja mb...wkwkwk...#saran apa maksa nih
Hapusbetulll itu yang saya lakukan wakakkak
HapusDear mbk endang. Seneng mbk endang masih aktif nge blog walaupun Ig sudah jauh lbh tenar. Btw itu toping pisangnya menurut saya Kayaknya agak lebih canti kalo di iris bulet2 trus di tata di atas. Tapi thanx resepnya. Kebetulan ada pisang over ripe di dapur. Sukses mbak
BalasHapusharusnya pisangnya melengkung dan ditata berlawanan Mbak, tapi saking kelembekan akhirnya malah patah2 hiks
HapusHahaha...jd ngakak lagi, ingat sepeda statis dipojok rumah, dulu janji ama pak suami akan bersepeda depan tipi tiap hari, ternyata cuma seminggu hehehe... sekarang berdebu juga... Btw mbak Endang ini salah satu resep pisang paporit, kadang aq tambahin coklat chips, soalannya saat ini pak suami lg diet gluten, kalo terigu q ganti mocaf bisa gak ya? Mohon sarannya ya, trims untuk resep dan kisah lucunya hehe...
BalasHapusTati, Kendari
bisa ganti mocaf Mbak, langsung diganti saja tepungnya ya.
HapusIde resep nya dong mbak yg pakai tepung mocaf dan ga pakai coklat. Bisa nggak ya semua resep yg berseliweran tepung nya diganti mocaf, takut gak jadi yg ada nangis bombay
BalasHapuskeknya semua cake/roti/cookies dengan terigu bs diganti mocaf Mbak, gak ada perbedaan.
HapusIni ga pakai baking powder ya mbak resepnya..
BalasHapusuntuk resep ini nggak, kalau mau aman tambah 1 1/2 sdt
HapusSaya sudah recook mbak, tapi tepung saya pakai 250 gr, gula 100 gr , telur 5 butir. Menurut saya rasa pas hehehe
BalasHapus