Keluarga saya pecinta telur dadar. Saking cintanya, keponakan saya, Ellan, putra semata wayang kakak perempuan saya, bahkan bisa setiap hari makan nasi berlauk telur dadar saja. Yep, setiap hari. Bahkan jika traveling ke manapun, ketika makanan yang dia suka tidak ada, maka kakak saya cukup menggoreng telur dadar, plus nasi putih hangat, dia bisa makan dengan lahap. Mungkin kecintaan kami ini karena sejak kecil telur dadar adalah lauk desperate yang bisa dibuat oleh Ibu saya. Sebutir telur harganya cukup terjangkau, hanya perlu sedikit minyak goreng, dan dalam sekejap tersedia lauk yang disukai semua umat. Well, mungkin tidak semua umat, tapi semua keluarga saya, suka. 😀
Dulu, ketika masih di Paron dan tinggal bersama Mbah, Ibu saya tidak punya akses di dapur. Mbah Wedhok (nenek perempuan) lah yang memiliki kuasa akan dapur dan seputarnya. Makanan kami setiap hari tergantung pada apa yang disediakan Mbah. Awalnya proses menyesuaikan diri ini sama sekali tidak mudah. Sejak kecil dibesarkan di Tanjung Pinang, dimana seafood melimpah dan Ibu saya memasak masakan Melayu, tiba-tiba harus tinggal di Paron dimana saat itu tidak ada seafood yang terdampar di pasar Paron, yang ada adalah ikan dan udang sungai. Ditambah lagi, bagi lidah kami saat itu, masakan Mbah terasa aneh. Sayur sup yang manis, sayur menir yang manis, sayur lodeh yang manis, sayur bening bayam yang manis, plus tempe-tahu-ikan-asin-goreng, yang terakhir ini adalah lauk setiap hari dan diulang dari hari Senin ke Minggu, Minggu ke Senin.
Mbah Lanang (kakek), jika bosan dengan masakan istrinya, akan membeli gulai Pak Kasturi (gulai paling terkenal seantero Paron), atau soto kebo Cik Tin (soto terkenal seantero Paron). Mbah Lanang punya penghasilan sendiri dari usaha penitipan sepeda yang super duper ramai, sementara kami harus cukup berpuas diri dengan apa yang disajikan Mbah Wedhok. Ibu saya selalu berkata, "Disyukuri saja Nduk," dan kami semua terdiam. Untungnya saat itu karena sedang masa pertumbuhan dan energi terkuras akibat sering main sepeda, lari di sawah dan kelayapan ke mana-mana, maka apapun yang disediakan Mbah dilahap tuntas, bahkan terasa kurang. 😀
Tapi pernah ketika ada pada satu titik dimana kami semua muak dengan tahu-tempe-ikan asin, Ibu saya akhirnya membeli dua butir telur dan mendadarnya. Tipisnya seperti perangko, dan dadar dua butir telur itu dipotong menjadi 4 bagian. Saat itu hanya ada saya, Mbak Wulan, adik saya, Wiwin, dan Ibu, kedua adik lelaki saya belum lahir dan alm. Bapak masih bertugas di Tanjung Pinang. Ibu menyediakan lauk humble itu dengan sambal bawang dan kecap manis, bersama nasi panas rasanya memang luar biasa. Mungkin kenangan itulah yang membuat kami semua menjadi suka dengan telur dadar, dan memang hingga kini telur dadar, sambal bawang dan kecap manis tak pernah gagal membangkitkan nafsu makan saya.
Ada satu cerita mengenaskan mengenai telur dadar ini. Ketika traveling ke Australia bersama kakak dan keluarganya akhir tahun lalu, kami tinggal di apartemen yang memiliki fasilitas dapur sendiri. Memasak sendiri di Aussie terutama untuk 4 orang dewasa dan 1 anak akan jauh lebih murah biayanya dibandingkan makan di resto yang mahal. Berhubung bahan makanan apapun di Aussie mahalnya minta ampun maka telur adalah makanan yang paling terjangkau dan selalu kami beli ketika ke supermarket. Masakan andalan kakak ipar saya, Mas Moko, adalah telur dadar bumbu pedas yang saya post resepnya hari ini. Kakak saya biasanya menambahkan irisan cabai rawit segambreng dan bawang merah di dalam kocokan telur, kemudian telur dadar ini ditumis lagi dengan segambreng irisan cabai rawit, bawang merah dan bawang putih, rasanya super pedas. Tobat!
Nah menu ini sering sekali kami hadirkan saat di Aussie, bahkan ketika berlauk salmon panggang atau tumis udang pun, selalu didampingi dengan tumis telur dadar. Hingga akhirnya ketika kami hendak bersiap-siap kembali ke Indonesia, masih ada sekotak telur mentah berisi sekitar sepuluh butir telur. Tak mungkin ditinggal di apartemen karena kondisi apartemen harus bersih, bebas sisa makanan di dalam atau di luar kulkas ketika kunci dikembalikan ke pengelola apartemen, akhirnya telur tersebut didadar untuk sarapan dan bekal makan siang di bandara. Alamak, saat itu perut saya benar-benar mual rasanya. Aroma telur dadar yang biasanya menggugah selera, kala itu benar-benar memuakkan. Bahkan Ellan, keponakan saya si pecinta telur dadar, melakukan aksi tutup mulut, ogah menyantap telur dengan nasi.
Ketika sarapan, semua terlihat tidak bersemangat menyantap makanan di piring masing-masing. Sebuah bulatan besar telur dadar bahkan masih teronggok di piring saji, tak ada yang bersedia menyentuh hingga akhirnya saya potong menjadi lima bagian dan ceburkan ke masing-masing kotak makan. Saat jam makan siang di bandara, saya membuka kotak makan tersebut dan hidung mencium aroma telur dadar, nafsu makan langsung rontok. Andai saat itu wajah kami semua bisa berubah warna, maka hijau Kermit adalah warna yang paling tepat. Akibat pengalaman itu, hampir satu bulan saya tidak berurusan dengan telur dadar, tapi sesudahnya, ehem kembali ke selera asal. Telur dadar tetap nyum rasanya!
Berikut resep tumis telur dadar pedas ala kakak ipar saya yang telah saya modifikasi sesuai selera.
Resep diadaptasikan dari Mas Moko
Untuk 3 porsi
Tertarik dengan resep telur lainnya? Silahkan cek link dibawah ini:
Bahan:
- 5 butir telur
- 1-2 batang daun bawang rajang halus
- 1/2 sendok teh garam
- 1/2 sendok teh merica bubuk
Bumbu:
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
- 1/2 buah bawang bombay, cincang halus (atau 5 siung bawang merah)
- 3 siung bawang putih, cincang halus
- 5 buah cabai rawit, cincang halus
- 10 buah cabai merah keriting, cincang halus
- 1 sendok makan saus tiram
- 1 sendok teh gula palem bubuk/gula pasir
- 1/2 sendok makan kecap manis
- 1/4 sendok teh kaldu bubuk
- 1/4 sendok teh garam
- 1/2 sendok teh tepung maizena larutkan dengan 150 ml air
Cara membuat:
Masukkan telur ke mangkuk, tambahkan garam dan merica bubuk, kocok hingga rata. Masukkan irisan daun bawang, kocok hingga tercampur baik. Sisihkan.
Siapkan wajan, panaskan sekitar 50 ml minyak. Goreng telur hingga matang. Angkat, potong menjadi beberapa bagian sesuai selera. Sisihkan.
Tumis bawang bombay, bawang putih, dan cabai di wajan bekas menggoreng telur. Jika minyak berkurang ketika menggoreng telur, tambahkan sedikit. Tumis bumbu hingga matang dan harum. Masukkan saus tiram, gula, kecap manis, kaldu bubuk dan garam, aduk dan masak selama 1 menit.
Tuangkan larutan maizena, aduk dan masak hingga mendidih dan mengental. Cicipi rasanya, sesuaikan asin dan manisnya. Tambahkan potongan telur dadar, aduk rata. Masak selama 1 menit agar bumbu meresap. Angkat dan sajikan dengan nasi panas.
Setipis perangko... ngakak... kebayang yg berasa cabenya doang...
BalasHapusWalaupun resep nya sangat sederhana tapi untuk ukuran org yg gk bisa2 amat masak ini bisa jdi menu yg sgt cocok, trim's ya atas resepnya.
BalasHapussuka banget telur dadar yang pinggirannya krispi dan mengembang gitu.. tp entah kenapa sepertinya rasa telur dadar yang digoreng di kuali sama yang digoreng di teflon beda banget ya mbaa
BalasHapusanndd baru tau banget telur dadar ditumis lagi seenak iniii wkwk
Hahahahaha sempat merasakan mblenger (eneg) telur dadar ya mba? Waduh malam2 sy ngakak baca cerita mba Endang.Lihat tampilan foto tumis telur dadarnya perutku langsung keroncongan, ngeces aku mbak
BalasHapus