Kondisi pandemi seperti ini membuat saya menyadari satu hal penting yang seharusnya sejak dulu diasah, yaitu skill DIY urusan pertukangan. Saya akui diri ini sebenarnya cukup mampu melakukan pekerjaan DIY sederhana untuk hal remeh-temeh rumah tangga, misal mengganti kran air yang rusak, mengganti colokan listrik yang konslet, tapi ketika genting rumah bocor, tetesan airnya merembes memasuki plafon, menetes ke bawah dan bahkan akhirnya menjebol plafon dua kamar sekaligus, saya hanya dibuat bengong, bingung hendak melakukan apa. Tukang bangunan adalah skill mahal dan ekslusif, jangan remehkan profesi ini karena terlihat berpanas-panasan, berkotor-kotoran dan kerja otot. Swear, saat ini saya sungguh ingin bisa memiliki basic skill bertukang bangunan! Andai saja saat renovasi rumah Pete sekitar lima tahun yang lalu - dimana tukang segambreng-gambreng banyaknya bekerja setiap hari di rumah, atau ketika Paklik saya yang skill menukangnya jago sering datang memperbaiki kerusakan rumah - saya berikan perhatian ekstra, atau minta diajari lima hingga sepuluh hal memperbaiki kerusakan rumah yang bisa dikerjakan sendiri tanpa memanggil tukang saya lakukan, maka saya bisa survive dijaman pandemi ini dimana memasukkan orang asing ke rumah tidak bisa dilakukan.
Hujan yang menghajar Jakarta beberapa waktu lalu memang tobat parahnya, banjir dimana-mana dan sungguh saya merasa simpati dengan mereka yang rumahnya terendam air hingga 3 meter. Saya sendiri terkena dampak hujan deras yaitu rumah bocor. Okeh, masalah saya tentu saja tidak sebesar mereka yang diterjang banjir, tapi tetap saja masalah yang membuat pening. Seminggu yang lalu, karena begitu penasarannya saya dengan suara tetesan air di kamar mandi di dalam kamar yang cukup mengganggu tidur, saya berangkat ke lantai atas menuju atap rumah utama. Agar tetangga tidak terkaget-kaget melihat emak-emak berdaster dengan rambut uyel-uyelan nangkring diatas genting, saya lantas mengenakan jeans, kaus gombrong, sepatu kets dan topi untuk menutupi rambut. Harapan saya jika tetangga depan yang lantai duanya sejajar dengan atap rumah melongok keluar jendela akan mengira saya adalah Mister Tukang yang datang mengecek genting.
Setibanya di atap saya dibuat hilang akal. Genting terlihat baik-baik saja, tersusun rapi jali bak anak SD yang sedang upacara bendera hari Senin. Saya berusaha menebak-nebak posisi kamar mandi dan mengira pastinya ada sebuah lubang mengaga lebar di genting hingga tetesan air begitu deras mengucur. Tapi, tidak ada hal aneh disana. Tidak ada retakan, atau geseran, atau mungkin ada tapi mata tukang amatiran ini tak bisa mendeteksinya. Saya coba naik ke tengah atap, dan swear walau terlihat landai tapi sungguh benar-benar uji nyali kala melakukannya. Saya takut ketinggian dan suka berpikiran negatif. Negatif ekstrim tepatnya. Kepala saya penuh skenario seperti bagaimana jika susunan baja ringan yang menahan genting tiba-tiba ambruk ke bawah tak bisa menahan bobot tubuh saya yang naik gila-gilaan sejak pandemi? Atau bagaimana jika ketika kaki ini menginjaknya tiba-tiba susunan genting yang begitu rapi ini kemudian luruh, longsor bersama saya diatasnya? Atau bagaima jika, argh begitu banyak skenario mengerikan yang membuat saya langsung turun dengan kaki gemetaran walau baru naik sejauh dua meter.
Akhirnya saya kembali ke dalam rumah dalam kondisi tidak menghasilkan apa-apa, kecuali perut lapar dan kepala yang terasa melayang. Bagi saya pekerjaan pertukangan bukan hanya urusan pria, atau urusan pak tukang tepatnya, karena banyak pria yang juga tidak handyman atau tidak memiliki skill pertukangan, tapi para wanita pun kudu punya skill ini. Di dalam keluarga inti saya tidak ada satupun yang handyman atau handywoman. Saya termasuk yang memiliki sedikit kemampuan 'nguli' dibandingkan kakak atau adik. Bahkan almarhum Bapak, tak bisa bertukang sedikitpun, walau gemar mengumpulkan peralatan pertukangan. Saya pun seperti itu! Saya suka membeli peralatan pertukangan mulai dari obeng, aneka tang, gergaji, hingga bor listrik dan sekarang saya bahkan memiliki gergaji kayu listrik, akan saya ceritakan kisah ini dilain waktu. Masalahnya adalah saya suka parah menyimpan peralatan ini, sehingga ketika tukang datang memperbaiki sesuatu di rumah dan menggunakan peralatan tersebut, mereka suka membawanya pergi dan raib. Atau ketika membeli bor listrik tiga tahun yang lalu, saya begitu yakin bisa menggunakannya, tapi ketika dipraktekkan di lapangan hasilnya gagal total.
See, jiwa saya adalah tukang bangunan, atau tepatnya jiwa DIY, yang jadi masalah skill tak mendukung. Menonton ribuan video utube mengenai pertukangan ternyata tidak cukup membantu membuat kemampuan terdongkrak karena untuk urusan yang satu ini maka praktek lapangan dibutuhkan, bukan hanya sekedar melotot dibelakang layar laptop. Jika pandemi ini usai (entah kapan?) dan social distancing tidak lagi diterapkan (mungkinkah?), maka hal pertama yang akan saya googling adalah kursus bertukang. Gubrak!
Menuju ke resep. Resep ini sudah lama saya posting di IG, bistik ayam ini mirip-mirip dengan ayam kecap atau selat Solo, hanya bahan pendukungnya lebih lengkap, biasanya menambahkan kentang, buncis dan wortel, rasanya dominan manis. Masakan ini sepertinya diadopsi dari menu di jaman kolonial yaitu steak dengan brown sauce yang mungkin disantap oleh orang Belanda saat itu. Masyarakat lokal lantas menyajikannya dengan versi lebih ramah dikantong dan lidah. Membuatnya sangat mudah dan tentu saja merupakan salah satu menu praktis karena lauk dan sayur ada di dalam satu panci.
Berikut resepnya ya.
Bistik Ayam
Resep modifikasi sendiri
Untuk 4 porsi
Tertarik dengan resep sejenis lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Bahan:
- 300 gram fillet paha ayam, iris memanjang agak tebal, bumbui dengan 1/2 sendok teh garam dan 1/4 sendok teh merica bubuk
- 3 buah kentang, potong dadu, atau 20 buah kentang baby
- 1 buah wortel, potong memanjang
- 20 buah baby buncis, atau buncis biasa potong 3 cm
- bawang merah goreng untuk taburan
Bumbu halus:
- 3 siung bawang putih
- 4 siung bawang merah
Bahan dan bumbu lain:
- 1/2 sdm mentega/margarin untuk menumis
- 1 buah bawang bombay sedang iris tipis
- 1 sendok makan pasta tomat/tomato puree
- 1 sendok makan kecap inggris
- 3 sendok makan kecap manis
- 300 ml air kaldu sapi atau air biasa
- 1/6 buah pala parut
- 2 butir cengkeh
- 1 sendok teh palm sugar
- 1 sendok teh garam
- 1/2 sendok teh kaldu bubuk
- 1/2 sendok teh merica
Cara membuat:
Bumbui fillet ayam dengan garam dan merica, aduk rata, diamkan 20 menit. Panaskan 2 sendok makan minyak di pan, tumis ayam hingga permukaannya agak kecoklatan, angkat sisihkan.
Masukkan 1/2 sendok makan mentega di pan bekas menumis ayam, tumis bawang bombay hingga layu, masukkan bumbu halus dan tumis hingga bumbu harum dan matang.
Masukkan pasta tomat, kecap manis, kecap inggris, aduk dan tumis 1 menit.
Tuangkan air kaldu dan semua bumbu lainnya, aduk dan masak hingga mendidih. Tambahkan kentang, wortel dan buncis, aduk dan masak hingga sayur lunak dan matang. Tambahkan tumisan ayam, aduk dan masak hingga mendidih dan ayam menyerap bumbu dengan baik.
Cicipi rasanya, sesuaikan asin manisnya, angkat. Sajikan dengan taburan bawang merah goreng. Yummeh!
Simpel dan pasti enak nih... saya suka
BalasHapushai mba Endang, sepertinya jiwa kita sama, suka DIY tp skill gak mendukung.. wkkwkw
BalasHapussaya suka banget mba liatin chanel tv yg renov2 rumah sendiri gitu, keren bgt berdua suami istri bisa renov rumah sendiri tanpa bantuan tukang.
apalagi pas liat yg buat tiny house gitu mba, mupeng bgt saya pengen ngerjain sendiri tp apa daya.. ngegergaji aja mencong2 wkwkkw
belum lagi tenaga saya loyo. rasanya buat tiny house atau renov sendiri hanya angan2 belaka.
Akhirnya mba endang posting juga di blog.. entah udab brp kali sy nengok blog ini.. hehe bukan nunggu resep tp nunggu cerita pembukanya. Sehat selalu mba endang.
BalasHapus