Work from home, work from office, work from home lagi, work from office lagi, begitu bolak-balik hingga perasaan hidup jadi tidak teratur dan segala sesuatu terasa tidak pada tempatnya. Waktu berlalu cepat, 2021 sudah di pertengahan tahun, tapi saya merasa 6 bulan ini tak ada yang dicapai kecuali rasa cemas akan Covid, masker yang seakan jadi kulit kedua di wajah, dan setiap hari membaca berita kasusnya terus meroket. Semua capek, semua bosan, semua akhirnya cuek, tak peduli dan tak menjalankan prokes dengan tertib. Ditambah aturan pemerintah entah itu daerah atau pusat yang seakan antara tegas dan tak tegas. Contoh paling gampang adalah aturan dilarang mudik ketika Lebaran lalu.
Banyak ahli memprediksi kasus Covid akan mengalami lonjakan 2-3 minggu setelah Lebaran, pemerintah lantas mengeluarkan larangan keras mudik. Aturannya bagus, dan saya setuju, tapi kemudian keluar aturan lain yang kontradiktif, mudik dilarang tapi wisata dipersilahkan. Teng tong! Saya benar-benar tak mengerti. Bukankah inti dari larangan mudik adalah menghambat mobilisasi manusia dari satu daerah ke daerah lain dan mencegah terjadinya keramaian? Lantas apa artinya itu semua jika masyarakat dipersilahkan untuk masuk dan berkumpul di tempat-tempat wisata? Ancol bahkan full bak cendol di hari pertama Lebaran. Warga Jakarta yang tak bisa mudik, dan yang kehabisan ide kreatif menghabiskan waktu di rumah kemudian berduyun-duyun berkumpul di tempat hiburan seperti ini. Benar-benar hal yang lucu sekaligus mengkhawatirkan. Anehnya pengelola tempat wisata dan Pemda seakan tidak mengantisipasi kejadian ini sebelumnya. Ketika berita tersebut viral baru dilakukan tindakan pembatasan jumlah pengunjung, sementara virus sudah berkeliaran dan menginkubasi manusia yang berkumpul bak cendol sebelumnya.
Sekarang mulai terlihat tanda-tandanya. Lonjakan kasus yang terus memecah rekor, Wisma Atlit penuh, rumah sakit sesak, dan kantor sepi karena kami para karyawan hanya 25% saja yang boleh ngantor. Menaklukkan corona memerlukan kerjasama, team work seluruh anak negeri, mulai dari petinggi yang kemana-mana naik mobil mewah dan membuat aturan kontradiktif, sampai rakyat jelata seperti saya yang berjalan kaki dan 'ngangkot' setiap hari. Tanpa itu semua mustahillah kita akan bebas dari Covid. Jika negara kita semakmur US yang APBN negaranya seakan unlimited, mungkin bisa bernafas lega, dalam sekejap hampir seluruh warganya divaksin, dan tak tanggung-tanggung menggunakan vaksin terbaik yang tahan aneka varian virus. Tapi kalau negaranya seperti kita yang saat ini perekonomiannya kembang kempis, maka yang bisa kita lakukan adalah menjalankan 5M dengan ekstra ketat. Apalagi jika bukan: Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak, Menjauhi kerumuman dan Mengurangi mobilitas.
Hingga seluruh warga +62 ini di vaksin (bahkan yang sudah divaksin pun masih banyak yang terkena), maka kita wajib menjalankan 5M jika ingin selamat dan bumi kita bebas Covid. Kita pasti bisa! Semakin kita lengah dan tidak taat maka akan semakin lama kondisi ini terus berlanjut, sementara rumah sakit, tenaga medis dan hal pendukung lainnya semakin melemah dihajar kasus yang terus tinggi setiap hari. Sikap yang kita lakukan saat pandemi ini hasilnya akan kembali lagi ke kita, entah itu baik atau buruk. Yuk kita bisa enyahkan Covid dari bumi pertiwi!
Menuju ke resep. Sudah lama saya ingin mencoba memasak sup ini, hanya masih ragu dengan rasanya. Sup malatang cukup kondang di mancanegara, namanya berarti 'pedas dan kebas', mengacu pada rasa sup yang sangat pedas karena menggunakan banyak cabai, dan sensasi kebas atau mati rasa karena menggunakan merica Sichuan. Sup ini asalnya dari Sichuan, merupakan jenis street food. Penjual menjajakan dagangannya di tepian jalan menggunakan sebuah panci berisi kuah sup panas sementara aneka daging ditusuk dengan bambu dan dicelupkan ke kuah ketika disajikan ke pembeli. Saat dihidangkan di restoran, biasanya sup disajikan langsung bersama pancinya, proteinnya bisa ikan atau daging. Permukaan masakan umumnya penuh minyak dan cabai kering yang mengambang di dalam kuah yang merah membara. Saya tak bisa membayangkan rasanya. Beberapa yang pernah mencicipinya hanya berkata, "Rasanya cuma panas dan kebas di lidah." Berita mengenai sup ini juga ada yang cukup mengkhawatirkan, saya pernah baca di CNN seorang pria di China terpaksa dibawa ke rumah sakit karena lambungnya bocor setelah menyantap sepanci sup mala di resto. Jadi bisa dibayangkan betapa pedasnya.
Tapi untungnya saat ini sudah banyak restoran di Jakarta yang menjual sup malatang. Beberapa waktu lalu ketika sedang lembur di kantor, banyak rekan memesan sup mala dari sebuah resto di mal Kota Kasablanka. Saya pun ikut memesan, versi ini sepertinya sudah beradaptasi dengan lidah lokal, tidak terlalu pedas, gurih dan agak manis rasa kuahnya. Cocok dengan selera saya! Sup berwarna merah membara dan isinya bisa disesuaikan dengan keinginan, saya memesan irisan daging sapi, bakso, kulit kembang tahu dan sayuran. Menurut saya mantap! Sayangnya ketika hendak memesan pada waktu berikutnya, restoran tersebut telah tutup dan hanya ada cabangnya di mal lainnya yang lokasinya jauh dari kantor. Anyway, karena sudah tahu rasanya, saya beranikan diri membuatnya sendiri di rumah.
Ciri khas sup malatang adalah pada penggunaan cabai kering, merica Sichuan dan saus bumbu bernama doubanjiang. Saus ini adalah fermentasi dari kacang koro atau broad bean bersama cabai dan rempah-rempah. Rasanya pedas, guirh dan agak manis, umumnya digunakan dalam masakan Sichuan seperti mapo tofu dan Sichuan hotpot (huoguo), bahkan doubanjiang disebut sebagai 'the soul of Sichuan' atau jiwa/semangat masakan Sichuan karena begitu pentingnya. Saya membeli saus ini di olshop, merk yang umum dan menurut saya agak aman adalah Lee Kum Kee. Tidak ada logo halal pada semua merk produk ini, karena itu saya pakai Lee Kum Kee yang terasa familiar. Resep yang saya hadirkan di bawah hasil membaca berbagai sumber, intinya adalah membuat kuah kaldu dasarnya dulu sebagai base soup. Jika anda tidak suka pedas maka base soup ini bisa dipakai untuk kuah hotpot atau shabu-shabu. Saran saya gunakan tulang belulang sapi yang masih mengandung sedikit daging agar rasa kaldu lebih gurih seperti bagian leher (neck bone) dan buntut. Saya masak di slow cooker karena tulang memerlukan waktu lama agar rasa gurihnya benar-benar keluar sehingga menghemat bahan bakar.
Bumbu saya sangrai terlebih dahulu, dan sebagaimana masakan Sichuan umumnya maka cukup banyak rempah-rempah yang digunakan biasanya termasuk di dalam Chinese five spices. Saya pakai kain tipis untuk membungkus bumbu agar tak perlu menyaring kuahnya, bisa pakai alat saringan bumbu dari stainless steel berlubang-lubang sehingga tak perlu mengorbankan kain. Untuk isi sup optional, umumnya adalah daging sapi yang dipotong tipis (umum untuk sukiyaki atau Yoshinoya rice bowl), aneka sayuran, bakso ikan dan bakso sapi, kulit kembang tahu goreng yang saya ganti tahu goreng biasa, dan jamur. Bisa pakai seafood dan ayam juga ya.
Selebihnya membuat masakan ini sangat mudah. Berikut resep dan prosesnya.
Sup Malatang
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 5 - 6 porsi
Tertarik dengan hidangan khas Sichuan lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Bahan dasar kaldu:
- 600 - 1000 gram buntut/iga/ atau tulang belulang sapi yang masih memiliki daging, saya pakai neck bone/tulang bagian leher
- 1 buah bawang bombay belah 2
- 1000 - 1300 ml air
- 2 batang daun bawang, masing-masing potong menjadi 2 atau 3 bagian
- 3 cm jahe memarkan
- 3 siung bawang putih memarkan
- 5 buah jamur shiitake kering (jika kecil), 2 buah jika besar.
Bahan dan bumbu kaldu:
Bumbu sangrai:
- 3 buah pekak/kembang lawang
- 1 sendok teh adas manis
- 6 butir cengkeh
- 2 sendok teh Sichuan peppercorn
- 4 butir kapulaga hitam (black cardamom)
- 2 batang kayu manis 5 cm
Bumbu kaldu lainnya:
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
- 1 sendok makan minyak wijen
- 2 cm jahe iris tipis
- 3 siung bawang putih cincang halus
- 2 sendok makan hot paprika bubuk/cabai bubuk
- 15 buah cabai merah kering
- 3 - 4 sendok makan doubanjiang (fermented brod bean)
- 2 sendok makan brown sugar / palm sugar
- 1 sendok makan gula pasir
- 1 sendok makan kecap asin/soy sauce
- 1 1/2 sendok teh kaldu bubuk
- 1 sendok makan garam
- 2 sendok teh lada hitam tumbuk kasar
- 1 sendok makan tepung maizena larutkan dengan 100 ml air
Bahan isi sup, silahkan disesuaikan dengan selera:
- 300 gram daging sapi sukiyaki
- 300 gram sawi putih potong kasar
- 200 gram caisim/pakchoi
- 10 butir bakso ikan
- 10 butir bakso sapi
- 5 buah tahu putih/tahu goreng atau kulit kembang tahu
- jamur apapun
- bihun / kwetiaw rebus
Pelengkap:
- rajangan daun bawang
- rajangan daun seledri
- bawang putih goreng
Cara membuat:
Siapkan jamur, cuci, rendam air hingga lunak. Siapkan bumbu dan bahan lainnya.
Rebus air hingga mendidih, masukkan tulang sapi dan 1/2 sendok makan garam. Rebus hingga mendidih dan kotoran mengapung. Angkat, buang air rebusannya dan cuci tulang hingga bersih.
Siapkan slow cooker atau panci biasa atau pressure cooker. Masukkan tulang, bawang bombay, dan 1 liter air. Set di posisi high, masak selama 3-4 jam hingga daging yang menempel pada tulang lunak dan mudah lepas.
Tambahkan air jika selama proses merebus berkurang, jaga air tetap sekitar 1 liter. Masukkan daun bawang, jahe, bawang putih, dan jamur shiitake beserta air rendamannya. Lanjutkan merebus dan sisihkan sejenak.
Siapkan wajan, masukkan kembang lawang, adas manis, cengkeh, kayu manis, kapulaga, Sichuan peppercorn, dan cabai merah kering. Sangrai dengan api sedang hingga harum dan berubah agak gelap. Cabai kering berubah crispy. Angkat, ambil cabai keringnya, dan tuangkan sisa bumbu ke kain kasa atau saringan bumbu. Bungkus dan ikat kuat. Sisihkan.
Hancurkan cabai kering dengan mortar atau proses sebentar di chopper hingga menjadi cincangan kasar, sisihkan.
Panaskan 2 sendok makan minyak dan 1 sendok makan minyak wijen di pan. Tumis jahe dan bawang putih hingga harum dan matang. Masukkan bubuk paprika, cabai kering cincang, tumis 1 menit sambil diaduk-aduk. Masukkan doubanjiang, aduk dan tumis 1 menit. Masukkan brown sugar dan kecap asin, aduk dan tumis hingga tercampur rata. Angkat.
Jika kuah kaldu di panci telah mendidih, masukkan bumbu sangrai yang diikat kain, kayu manis, dan bumbu tumisan. Aduk rata, tambahkan garam, merica, kaldu bubuk, masak selama 1-2 jam. Cicipi rasanya, sesuaikan asin dan pedasnya. Tuangkan larutan maizena dengan sendok secara bertahap, aduk dan masak hingga kuah sedikit mengental (tapi tidak kental banget).
Buang bawang bombay, jahe, daun bawang dan bumbu bungkus ketika kuah akan disajikan.
Penyajian:
Cara 1: Masukkan semua bahan isi sup ke kuah, aduk dan masak hingga matang, atau,
Cara 2: Siapkan panci hot pot, tuangkan kaldu, masak diatas kompor gas portable. Letakkan di meja makan, saat akan disantap celup-celupkan bahan isi ke kuah hingga matang.
Tata bahan isi di mangkuk, siram dengan kuahnya dan sajikan panas. Jika kurang pedas, tambah cabai rawit iris saja ya. Super yummy!
Sumber:
mbak Endang akhirnya ada lagi di blog. ini tadi cari resep tahu campur jtt eh ada resep baru. jadi pengen beli buku mba endang yang baking setelah beli oven, tapi karena pemula dan beli oven listriknya gede banget 33ltr mending pertama bikin apa ya mba? salam dari Madiun.
BalasHapusWah wajib di coba resep nya nih mbak En... Terima kasih
BalasHapus. Oia boleh nanya ga mbak di blog lama waktu mbak dapat frypan dari locknlock hard n light apakah mash awet hingga kini? Tajan gores gak mbak?
ngiler sekali lihat nya..lebih mantap kl makannya langsung di steambot atau panci hot pot plus cuaca hujan mendung.. luar biasa kn ya mbak endang?
BalasHapus