Sudah lama saya tidak trial baking, membuat cake, roti, atau cookies fancy yang membutuhkan waktu, effort dan tenaga. Saya lebih prefer membuat masakan simple, tidak banyak bumbu, dan tidak membutuhkan banyak waktu bin tenaga yang harus dikorbankan. Jenuh, saya mulai jenuh mengutak-atik resep, berbicara tentang makanan dan masakan. Saya mulai jenuh sebagai food blogger dan pemilik akun kuliner di beberapa media sosial yang harus dituntut selalu menampilkan makanan. Apalagi, jika makanan yang dimasak tidak sesuai hati dan mood, semata-mata hanya demi memuaskan follower atau menjaring like. Umumnya makanan seperti ini akan saya bawa ke kantor jika sedang WFO tapi jika sedang di rumah saya berikan ke bapak sampah yang kebetulan sedang lewat, atau saya kirimkan ke adik saya, Wiwin, di Mampang. Tapi lama kelamaan adik saya juga mengeluh dikirimkan makanan manis berlemak, dan saat ini juga sedang berusaha menurunkan kolesterol dan berat badan dia dan berat badan anak dan suaminya. Akhirnya saya stop mengirimkan kue-kue manis ke sana dan berakhirlah makanan tersebut ke siapapun yang lewat di depan rumah.
Tapi seberapa sering sih manusia normal di negara Asia seperti Indonesia menyantap cake, cookies dan roti dalam satu minggu? Saya pribadi lebih sering mengunyah pecel dan tempe goreng dibandingkan mengudap satu slice cake. Bahkan sejak usia mulai menginjak kepala 4 dimana badan tidak sefit dulu waktu masih usia dengan kepala 2 dan 3 maka gula, tepung, mentega dan makanan berminyak sudah mulai saya kurangi drastis. Seharusnya tidak perlu menunggu hingga menginjak usia paruh baya untuk benar-benar stop menyantap makanan manis berlemak, tapi tuntutan media sosial dan food blog membuat saya susah jika harus berhenti total. Sekali waktu saya masih membuat kue manis, tapi sebagian besar kini lebih suka trial mencoba makanan homemade seperti corned beef yang pernah saya post disini, atau sawi asin, ginger ale, sauerkraut, kimchi, jus herbal, dan aneka makanan dan minuman fermentasi lainnya yang menurut saya lebih sehat, bermanfaat dan tahan lama.
Masyarakat Indonesia saya perhatikan sangat doyan makanan manis berlemak, terbukti ketika saya post resep brownies yang 99% bahannya adalah gula, tepung dan lemak maka jumlah like-nya jauh dan jauh lebih banyak dibandingkan saya share resep salad. Atau semakin banyaknya akun-akun makanan di IG yang dibanjiri follower dan like dimana hampir 90% makanan yang disajikan adalah cake, cookies, brownies, dan aneka jenis makanan manis yang seakan tak mengenal jeda disodorkan ke muka pengikutnya. Dulu saya seperti itu, melalui blog saya akan trial aneka makanan manis dan tidak sehat yang begitu happy-nya saya post, tak peduli betapa makanan-makanan ini akan memberikan dampak buruk pada kesehatan saya dan orang sekitar dalam jangka panjang, atau tak peduli dengan orang lain yang membaca blog dan terinspirasi untuk membuat makanan tidak sehat itu. Sungguh, lama-lama saya berpikir, betapa bad influencer-nya saya, memberikan inspirasi pada pembaca agar ikut membuat makanan yang tidak baik bagi kesehatan. Atau menyodorkan gula, dan gula dan gula berkali-kali, padahal saya tahu gula adalah makanan yang sangat bad.
Saya tahu resep-resep kue yang dishare para food blogger atau pemilik akun insta food banyak juga yang memberikan hasil positif, misal menjadi ladang bisnis bagi mereka yang ingin usaha berjualan kue. Tapi berapa persen sih dari sekian ribu follower yang benar-benar ingin berjualan makanan? Kebanyakan adalah mencari inspirasi untuk bisa membuat makanan dari resep tersebut dan menghidangkannya bagi keluarga. Saya kembali berpikir, kalau si ibu atau orang tuanya saja senang menghidangkan makanan manis bergula yang banyak dicoba dari resep-resep di medsos, lantas bagaimana dengan anak-anak yang menyantapnya? Melatih lidah anak-anak menyukai satu makanan itu dimulai dari rumah. Anak-anak yang tidak suka sayur buah, dan lebih memilih karbo, gula dan lemak umumnya memiliki orang tua yang seperti itu juga. Saat masih muda mungkin belum terasa efeknya, tapi ketika nanti saatnya tiba, ketika tensi darah selalu tinggi tak kunjung turun, ketika gula darah meroket walau hanya makan seiris kecil brownies, ketika kolesterol dan asam urat menghantui, atau menjadi comorbid dalam kondisi Covid saat sekarang yang impact-nya lebih buruk dibandingkan mereka yangt tidak, maka saat itu pasti ada rasa penyesalan mengapa dulunya tidak menerapkan pola hidup yang lebih sehat.
Apakah para influencer ini tahu, mengerti atau peduli? Karena yang namanya influencer itu artinya memberikan pengaruh bagi orang lain karena follower yang banyak jumlahnya. Mungkin tahu, tapi mengenai peduli bisa jadi tidak. Produk-produk yang di-endorse menuntut mereka melakukan itu. Atau mereka memang tahu bahwa menyajikan makanan manis berlemak menjaring lebih banyak penggemar, jadi tetap terus dilakukan untuk menambah popularitas. Bagi saya sendiri, saya mulai mengerem post makanan kosong nutrisi yang lebih banyak dampak buruknya seperti ini. Saya mulai memutar otak bagaimana caranya agar hobi memasak dan pamer makanan yang dilakukan tetap bertahan tetapi dalam cara yang lebih berguna bagi orang banyak dari sisi kesehatan dan pengetahuan. Atau bagaimana caranya bisa tetap menginspirasi banyak orang tetapi dengan cara yang lebih bermanfaat bukan hanya buat diri saya sendiri tetapi juga buat orang lain yang melihatnya. Karena itu akhir-akhir ini post saya selingi dengan kegiatan berkebun, saat panen, atau resep-resep yang tidak melulu camilan dan makanan berat.
Minggu lalu saya menolak sebuah brand yang hendak endorse tetapi mensyaratkan resep makanan tradisional manis dari tepung beras dan ketan. Saya awalnya ajukan resep makanan jenis asin/savory tapi brand tersebut tidak berminat dan menunjukkan saya contoh-contoh makanan yang pernah dibuat akun insta food lainnya seperti kue lapis, kue apem, kue akar kelapa, dan makanan sejenis yang merupakan percampuran antara tepung, gula dan lemak. Saya lantas katakan saya tidak mood membuat makanan seperti ini dan tekankan jika saya bekerja berdasarkan mood. Bukan saya kelebihan uang hingga menolak rejeki yang datang, bukan! Tapi saya akan merasa kesal, bete, dan tidak rela jika harus mengerjakan sesuatu yang bertolak belakang dengan hati nurani. Daripada misuh-misuh sendiri di depan kompor saat membuatnya, bikin stres, tensi darah naik dan tidak bahagia, lebih baik saya tolak sekalian. Swear, ngapain hidup yang super singkat ini harus dibikin susah bukan? Hobi seharusnya membuat happy dan senang, bukan membuat kesal walau menghasilkan uang. Akhirnya brand tersebut berpikir ulang tentang resep savory yang disodorkan, entah setuju atau tidak saya tidak terlalu ambil pusing.
Intinya, share resep termasuk berkarya tetapi saya ingin karya yang bisa menginspirasi orang lain agar hidup lebih baik dan lebih sehat. Selain tentu saja, hasil makanannya bisa saya santap dengan happy sambil menyalurkan hobi. Bagaimana menurut anda ocehan saya di Jumat keramat ini? 😁
Menuju ke resep. Ini adalah trial pertama saya membuat jus herbal yang terbuat dari bawang putih tunggal, jahe merah, lemon, cuka apel dan madu, banyak yang memberikan komentar, saran, dan ide saat saya bagikan resepnya di Instagram. Versi berikutnya akan saya perbaiki. Saya pertama kali mengkonsumsi jus herbal ini sekitar 2-3 tahun yang lalu, saat itu ada yang endorse jus herbal ini untuk dihadirkan di IG. Saya hanya cicipi beberapa sendok saja, dan saya berikan ke teman kantor sisanya. Setelahnya saya tidak pernah berminat atau tertarik untuk mengkonsumsi jus ini atau bahkan membuatnya sendiri, hingga minggu lalu saya berpikir untuk mencoba menurunkan kolesterol dan darah tinggi serta menjaga kesehatan dengan cara aman dan dari produk herbal. Ada banyak jus sejenis dijual di online shop hanya harganya mahal banget dan saya tidak yakin dengan kualitasnya, membuatnya sendiri sangat mudah dan bahan-bahannya terjangkau baik harga maupun cara mendapatkannya.
Khasiat terutama sebenarnya pada bawang putih yang digunakan sedangkan bahan lainnya walau juga memberikan manfaat tapi lebih berfungsi untuk menyamarkan rasa dan aroma bawang putih yang strong. Sudah sejak lama bawang putih digunakan di dalam pengobatan tradisional, karena dipercaya bisa menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menurunkan tekanan darah tinggi, meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi penggumpalan darah, dan juga sebagai antioksidan, walau tentu saja perlu riset klinis lanjutan. Tapi dengan manfaat yang begitu banyaknya selain sebagai bumbu masakan membuat bawang putih sangat populer dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika saya post jus herbal ini banyak ternyata yang sudah membuatnya dan memberikan testimoni efek setelah mengkonsumsinya, selain aroma bawang yang memang tobat, umumnya testimoni mereka positif.
Untuk resep di bawah saya menggunakan bawah putih tunggal yang konon khasiatnya tujuh kali lebih kuat dibandingkan bawang biasa dan memberikan efek lebih panas. Saya membeli bawang putih tunggal (solo garlic) di toko buah di dekat kantor, tapi jika susah ditemukan bisa digantikan dengan bawang biasa. Bawang putih tunggal ini harganya lebih mahal dibandingkan bawang biasa dan ukurannya kecil-kecil, kalau bisa cari yang bawang putih tunggal ukuran jumbo supaya tidak capek mengupasnya. Jahenya, saya pakai jahe merah yang jika diramuan tradisional dianggap lebih berkhasiat dibandingkan jahe biasa, tapi sekali lagi jika tidak ada jahe merah maka gunakan jahe umumnya yang mudah ditemukan dan biasa sebagai bumbu dapur. Saya kupas jahenya, tapi jika anda menggunakan jahe organik maka cukup cuci saja dan blender bersama kulitnya. Bahan lain adalah cuka apel, bisa skip jika tidak suka, air jeruk lemon dan madu sebagai pemanis. Seharusnya ramuan ini tidak dimasak, karena suhu tinggi akan membuat enzym pada bawang putih menjadi rusak, umumnya resep jus herbal seperti ini akan meminta kita memasak bawang agar aromanya lebih mild dan rasanya tidak terlalu kuat atau terlalu panas.
Saya baru mengkonsumsi jus ini beberapa hari. Satu sampai dua sendok makan di pagi hari saat perut kosong dan malam hari saat hendak tidur, diikuti dengan segelas air hangat. So far sih tidak terlalu terasa meningkatkan kebugaran badan, hanya rasa pegal-pegal di belakang tengkuk dan kepala yang terasa berat berangsur berkurang. Tapi mungkin juga karena akhir-akhir ini saya lebih banyak makan sayur buah, berusaha mengurangi kopi dan tidur lebih cepat di malam hari. Jika akan membuatnya lagi maka saya akan skip air, jahe akan saya blender dengan air jeruk lemon, disaring baru diblender bersama bawang putih dan ditambahkan bahan-bahan lainnya. Hasilnya pasti akan lebih pekat, kental dan kuat, tapi itu bukan masalah, hanya perlu satu detik saja untuk menelannya dan manfaatnya jauh lebih penting.
Jus herbal ini bisa dibuat banyak sekalian dan simpan di chiller hingga 2-3 bulan dalam wadah kaca tertutup atau hingga 6 bulan jika dibekukan di freezer, jadi sebaiknya buat banyak sekalian saja. Agar manfaatnya lebih maksimal, gunakan peralatan dari kaca, silikon, kayu atau keramik saat membuatnya, dan konsumsi jus dengan sendok kayu/keramik ya.
Berikut resep dan prosesnya.
Jus Herbal
Untuk 1.5 liter
Bahan:
- 250 gram jahe merah kupas
- 300-400 ml air matang
- 250 gram bawang putih tunggal kupas
- 400 ml air jeruk lemon (5-6 buah)
- 400 ml cuka apel (apple cider vinegar)
- 300 gram madu
Cara membuat:
Masukkan jahe dan air ke blender, proses hingga halus. Saring air jahe. Bersihkan blender dan tuangkan air jahe, masukkan bawang putih tunggal, proses hingga halus.
Tuangkan larutan ke panci, masak dengan api kecil sambil diaduk-aduk hingga muncul busa mendidih di tepian panci. Jangan masak hingga larutan mendidih karena enzym pada bawang dan jahe akan rusak. Tuangkan larutan ini ke mangkuk kaca/keramik, jangan gunakan wadah logam.
Biarkan hingga larutan dingin, masukkan jus lemon, cuka apel dan maduk, aduk rata. Tuangkan ke wadah kaca bertutup, simpan di chiller hingga 2-3 bulan atau 6 bulan di freezer.
Aturan konsumsi:
1-2 sendok makan di pagi hari dan 1-2 sendok makan sebelum tidur, menggunakan sendok kayu/kaca/keramik.
Sumber:
Sangat suka dengan post ini, saya juga setuju kalau sekarang masyarakat kita konsumsi gula termasuk tingkat berlebihan. Terima kasih menyuarakan postingan seperti ini mb Endang, sehat dan sukses selalu :))
BalasHapusSetujuuu.. lama-lama similar deh postingan kuliner di medsos.. makanan dan minuman yang lagi tren. Dan semuanya gulaaaa.. makasi udah diingetin mb Endang. Semangat mbak, semoga berlalu kejenuhannya dan kita bisa dapet resep rumahan sehat dari mb Endang 🥰
BalasHapusBawang putih tunggal beli di mana, Mbak? Online kah?
BalasHapusMantap mbak Endang resep nya, saya juga sedang konsumsi ini tapi beli jadi, semoga bisa buat sendiri setelah ada resep dari mbak
BalasHapusAyo mbak... berkreasi bikin postingan menu sehat tp ttp lezat... krn agak susah menemukan resep masakan spt itu. Ato sekalian sj bikin buku dg tema makanan sehat... sy yakin bnyk yg mencari
BalasHapusIya ya mba..saya juga serba salah kalo mau menyajikan makanan sarat gula,tepung,gorengan buat keluarga..
BalasHapusJadi pilihan yang saya recook dari mba endang biasanya yang sup atau nasi yang dimasak dengan daging/ayam..
Mbak Endang tetap bisa update blog, tp dgn segmen resep makanan sehat. Ada akun IG ttg makan sehat, itu tetep banjir follower juga.
BalasHapus