Tak terhitung sudah berapa banyak merk wet food, dry food, atau makanan yang saya olah sendiri, yang dicoba, semuanya tidak ada yang benar-benar memuaskan hasilnya. Tak terhitung pula berapa sering saya googling mencari makanan kucing favorit, makanan kucing terbaik, atau the best cat food, ketika makanan tersebut dibeli dengan harga mahal hanya akan tersia-sia, karena dia tidak mau. Sekaleng makanan Chichi, lebih mahal dari budget makan siang saya, dan dari sekian banyak jenis cat food yang dicoba, so far yang dia mau makan setiap hari adalah ikan tongkol segar yang dikukus. Ikan tongkolnya bukan sembarang tongkol, harus tongkol besar, segar, jenis tongkol berdaging hitam yang hanya bisa di-provide oleh Mbak Rini, penjual ikan di pasar Blok A, langganan sejak lama. Mbak Rini menjual ikan tongkol premium, bagian kepala telah dibuang, sehingga hanya dagingnya saja yang kemudian diiris-iris dan dijual. Biasanya yang membeli adalah restoran Padang atau warung makan. Sekilo ikan tongkol yang disukai Chichi ini harganya enam puluh lima ribu rupiah, bandingkan dengan ikan salem makanan saya sehari-hari yang cuman tiga puluh lima ribu rupiah per kilonya.
Saya tidak mau terlalu berpikir dengan harga tongkol yang mahal, it's just okay jika semua dia makan, tak ada yang mubazir terbuang. Masalahnya, tak semua jenis tongkol besar ini dia suka! Chichi spesifik hanya pada jenis tongkol hitam atau black skipjack. Nah kalau ada yang belum tahu, ikan tongkol ada banyak jenisnya, tapi yang mirip ada dua jenis, yaitu hitam dan putih. Saya baru tahu mengenai ini ketika pergi ke Tanjung Pinang bersama Ibu saya dan Dimas, adik bungsu saya, tahun lalu. Kami singgah di pasar ikan di Pelantar, di sana ikan segar hasil tangkapan hari itu melimpah ruah. Tak jauh dari blok penjual ikan, berjajar warung makan yang menyediakan fasilitas membakar ikan dengan biaya murah. Saat itulah saya belajar dari Ibu saya, bagaimana mengenali tongkol hitam. Sebagaimana namanya, tongkol hitam memiliki daging kehitaman di dalamnya, permukaan kulitnya agak bergurat tetapi bukan bercorak batik. Arrgh terus-terang saya sendiri lupa penampakannya, yang jelas ketika dipotong dagingnya berwarna gelap. Tongkol hitam memiliki tekstur daging kesat dan rasa jauh lebih gurih dibandingkan yang putih. Masyarakat Melayu seperti di Malaysia, Tanjung Pinang, dan sekitarnya, umumnya tahu dan memilih tongkol ini dibandingkan yang berjenis putih, termasuk Chichi. Si kampret ini bisa membedakan rasa ikan. Ah, sial!
Tidak selalu ikan tongkol yang dijual Mbak Rini adalah jenis tongkol hitam, bahkan Mbak Rini sendiri pun tak tahu bagaimana membedakannya. Jadi seringkali ketika saya beli berakhir tongkol putih dan tiga kilogram tongkol (untuk stok 1 minggu) tak mau disentuh Chichi sama sekali. Kejadian ini bukan hanya sering terjadi, tetapi super sering terjadi! Pernah dalam satu bulan, freezer saya penuh dengan tongkol hingga puluhan kilo karena membeli dari berbagai tukang ikan di berbagai pasar, sebut saja Jatinegara, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Mayestik dan Pasar Blok A. Tobat! Kalau sudah begini, saya sebagai emak yang mendapat cobaan memelihara anabul super picky akan sibuk mempermak ikan-ikan tersebut, entah dibuat tongkol balado, pampis ikan, tumis ikan, hingga abon ikan. Sebagian besar, berakhir menjadi makanan kucing di jalanan depan rumah yang setiap hari saya beri makan 2 kali sehari. Tidak ada yang terbuang, semua dimakan, hanya kalau boleh memilih, saya lebih baik membeli ikan salem dibandingkan tongkol sultan ini.
Saya pribadi tak ingin Chichi selalu makan ikan, karena in the long term, ikan yang tinggi akan kalsium ternyata tidak bagus juga untuk ginjal kucing yang rawan masalah. Jadi harus diselingi dengan makanan lainnya yaitu dry food dan wet food kaleng. Pencarian akan dry food atau makanan kering kucing ini juga membutuhkan proses dan banyak merk yang akhirnya hanya menjadi makanan kucing stray di jalan. Mulai dari yang merk lokal hingga luar, dari yang organik hingga grain free pernah dicoba, semua tak berguna. Saat ini makanan kering yang terkadang dia mau 'ngemil' (bukan menjadi makanan utama) adalah campuran beberapa jenis merk Royal Canin. Ada satu seri Exigent dari Royal Canin yang ditujukan untuk kucing super picky, yaitu Aroma Exigent. Saya lantas campurkan beberapa seri Exigent ditambah dengan varian untuk kucing steril. Versi ini Chichi lumayan suka dan kucing betina saya si Spring juga doyan, jadi makanan itulah yang kini saya stock. Masalah Chichi bukan hanya karena selera yang sultan, tetapi juga karena pencernaan dia yang memang kurang beres sejak kecil. Chichi punya asam lambung yang mungkin ada hubungannya dengan selera picky-nya. Bocil ini rela dan kuat kelaparan jika memang dia tidak suka akan makanannya yang mengakibatkan asam lambungnya kumat dan berakhir muntah. Jika sudah muntah begini emaknya lah yang pusing tujuh keliling. Saya selalu stock obat maag dari dokter, baik yang jenis kapsul atau cairan karena dalam 3 bulan selalu ada kejadian Chichi muntah.
Snack atau camilan kucing juga banyak menjadi trial error. Dia doyan merk Ciao dari Jepang yang variannya bagus-bagus, terlihat sedap dan sering menjadi snack favorit You Tuber dari Korea dan Jepang, tetapi perutnya yang sensitif menolak. Jika saya berikan Ciao Churu sebungkus maka alamat besok dia akan diare, kemudian mogok makan dan muntah. Saya pernah juga berikan freeze dried duck atau chicken, snack ini adalah potongan asli dada bebek atau ayam yang dikeringkan, Chichi suka banget dan begitu juga kedua kucing saya lainnya, tapi kemudian mereka semua diare bersamaan dan dokter melarang saya memberikan snack ini karena berbahaya buat livernya. End game lah! Sekarang ini jika ikan tongkolnya kurang dia minati, sesekali saya berikan snack daging panggang merk Ciao, camilan yang ini berupa potongan tuna atau dada ayam utuh yang dimasak tanpa tambahan bahan lainnya, itu pun tidak boleh terlalu banyak. Terlalu sering atau porsi berlebihan, diarenya akan kambuh. Gubrak!
Untungnya sejak dokter memberikan saya rekomendasi salah satu merk wet food kaleng, yang memang diperuntukkan untuk kucing yang bermasalah dengan pencernaan, saya punya alternatif makanan kucing kalau tongkol kegemarannya tidak sesuai. Merk Hills varian yang Digestive Care i/d, so far aman buat perut Chichi, dan jadi alternatif ketika dia mogok makan. Lucunya walau sesama merk Hills, tapi hanya yang Digestive Care saja yang cocok, varian lainnya akan menyebabkan diare jika diberikan terlalu banyak. Apakah Chichi suka dengan makanan ini? Tentu tidak! Momen memberinya makan sama seperti sedang berantem dengan ujung pisau. Cakaran dan gigitan, melayang tak terhitung jumlahnya. Dia tidak suka tekstur makanan yang lembek atau puree seperti ini. Ternyata, tekstur makanan adalah hal penting bagi kucing, termasuk Chichi, kalau teksturnya tidak sesuai dengan selera, mereka pun ogah. Sejak kecil, dia tak pernah mau makanan dengan tekstur lunak dan halus, banyak aneka merk wet food yang dia tolak dan kubur dengan garukan cakarnya di lantai. Tapi demi kesehatan dan keamanan perutnya, saya terpaksa paksakan makanan ini masuk ke mulutnya. Caranya?Jejalkan pakai jari. Menggeram, mendesis, mengancam, dan memaki-maki dari ujung ke ujung sudah pasti akan dilakukan Chichi jika bisa, tapi saya tak peduli, kesehatan dia lebih penting dibandingkan punggung tangan dicakar atau jari tergigit. Bagi yang sudah memiliki anabul pasti tahu, risiko tangan dan lengan bertato cakaran kucing sangat besar.
Itulah sekilas perjuangan saya memelihara Chichi. Masalah Chichi yang picky akan makanan mungkin tidak akan terjadi jika sejak kitten, dia sudah dibiasakan dengan variasi aneka makanan. Masalahnya, Chichi saya adopsi dengan kondisi sudah pernah terbiasa akan makanan tertentu sehingga ketika diganti dengan makanan lain butuh waktu untuk suka. Saya yakin, sepertinya bocil ini terbiasa diberi makan ikan cue atau ikan pindang dulunya. 😔 Lain halnya dengan Spring, kucing kedua yang saya adopsi, sejak kecil dia sudah dibawa Pony, induknya, untuk ikut makan di depan rumah bersama kucing-kucing stray lainnya yang saya beri makanan secara rutin. Makanan mereka campuran dari dry food, wet food kalengan, suwiran ikan dan terkadang ayam rebus. Hingga kini, Spring doyan makanan apapun, tidak bermasalah dengan lambungnya.
Lain halnya dengan Pony, kucing ketiga yang saya adopsi. Pony adalah induk si Spring, awalnya saya tak berniat mengadopsi dia, bahkan sempat mencari calon adopter di Instagram. Masalahnya, setelah di steril dan tinggal di rumah, saya menjadi jatuh cinta dengan Pony. Siapa yang tak akan jatuh cinta dengan kucing cantik berponi dengan bulu putih mulus bukan? Selain itu, Pony tak susah dengan makanan, dia doyan apapun, bahkan sangat suka dengan makanan-makanan yang saya berikan. Masalah Pony adalah alergi di hidung dan infeksi di telinga yang susah sembuh, kata dokter karena alergi makanan. Jika terlalu banyak makan ikan, bulu di hidungnya akan rontok, dan infeksi telinganya makin parah. Dia suka dengan wet food merk Whiskas tapi lambungnya tak bisa menerima, setiap kali diberikan pasti akan dimuntahkan semua. Royal Canin varian Exigent pun tidak cocok buat Pony, alergi di hidungnya akan muncul. Saat ini Pony diberi makan dry food Hypoallergenic dari Royal Canin dan wet food merk Hlls, sama seperti Chichi dan Spring. Terkadang, Pony saya berikan suwiran dada ayam rebus dan snack tuna panggang dari Ciao yang dia maniak banget. Spring dan Pony, secara general tak bermasalah dengan makanan seperti Chichi, masalah utama mereka berdua hanyalah overweight! Mereka doyan makan apalagi sejak keduanya disteril, dan saya, sebagai emaknya ini tak tega kalau anak-anak mulai teriak-teriak menangis. Saya kurang bisa disiplin dengan bocil-bocil ini kalau urusan menurunkan berat badan, sama seperti diri ini yang susah menurunkan timbangan. Hiks!
Wokeh menuju ke resep. Tom yum ikan dengan potongan nanas ini super segar, bagi lidah saya, bagi lainnya belum tentu suka dengan potongan nanas dalam sup. But don't worry, skip saja nanasnya ya. Saya kini tak pernah membeli bumbu instan tom yum, karena membuatnya sendiri dari bumbu di dapur pun tak kalah mantap. Poin terpenting adalah rasa asam, manis, terasi, kecap ikan, serai, daun jeruk, dan segambreng daun ketumbar. Toh hidangan ini mirip-mirip dengan sayur asam Jakarta, hanya ditambah daun ketumbar dan kecap ikan saja. Kalau mau warna kuah lebih merah gelap, pakai cabai merah keriting kering. Rendam sebentar cabai dalam air panas agar lunak baru diblender bersama bumbu lainnya. Untuk proteinnya saya pakai fillet ikan kakap dan bakso ikan, bisa pakai jenis ikan berdaging putih lainnya seperti tengiri, tuna, ikan sebelah, ikan ekor kuning, gurame atau seafood seperti cumi-cumi dan udang juga mantap. Jamurnya saya pakai shimeji, bisa diganti dengan jamur merang, champignon atau jamur kancing kalengan. Membuat tom yum soup sebenarnya super gampang, hanya kalau di restoran harganya biasanya agak mahal, jadi bikin sendiri saja buat mendukung hidup irit. Hore!
Cuss ke resep.
Tom Yum Ikan dengan Nanas
Untuk 4 porsi
Bahan:
500 gram fillet ikan kakap atau ikan berdaging putih lainnya, potong sesuai selera
200 gram jamur shimeji (jamur merang, champignon, kancing)
250 gram bakso ikan
1.5 liter air
1 ikat daun ketumbar beserta akarnya, rajang kasar daunnya
2 batang daun bawang, rajang kasar
Bumbu dihaluskan:
5 siung bawang merah
4 siung bawang putih
1 sendok makan cabai kering (atau 3 bh cabai merah keriting)
2 sendok teh cabai bubuk (atau 3 bh cabai rawit merah)
1 batang serai, ambil bagian putihnya saja
½ sendok makan terasi bakar
Bumbu dan bahan lain:
3 sendok makan minyak untuk menumis
3 cm lengkuas, rajang kasar
1 batang serai, rajang kasar
3-4 buah akar ketumbar, optional
4 lembar daun jeruk purut, sobek kasar
100 ml kecap ikan
3 sendok makan air asam jawa
4 buah jeruk nipis peras airnya
½ sendok makan garam
2-3 sendok makan gula pasir
2 sendok teh kaldu jamur
Cara membuat:
Siapkan semua bahan.
Panaskan minyak di panci, tumis bumbu halus hingga harum matang. Masukkan serai, lengkuas, daun jeruk purut dan akar ketumbar (jika pakai). Aduk dan tumis 1 menit. Tuangkan air, kecap ikan, garam, gula pasir, kaldu jamur. Rebus hingga mendidih.
0 komentar:
Posting Komentar
PEDOMAN BERKOMENTAR DI JTT:
Halo, terima kasih telah berkunjung di Just Try and Taste. Saya sangat menghargai feedback yang anda berikan, terutama mengenai eksperimen dalam mencoba resep-resep yang saya tampilkan.
Komentar yang anda tuliskan tidak secara otomatis ditampilkan karena harus menunggu persetujuan saya. Jadi jika komentar anda belum muncul tidak perlu menulis komentar baru yang sama sehingga akhirnya double/triple masuknya ke blog.
Saya akan menghapus komentar yang mengandung iklan, promosi jasa dan penjualan produk serta link hidup ke blog anda atau blog/website lain yang anda rekomendasikan yang menurut saya tidak relevan dengan isi artikel. Saya juga akan menghapus komentar yang menggunakan ID promosi.
Untuk menghindari komentar/pertanyaan yang sama atau hal yang sebenarnya sudah tercantum di artikel maka dimohon agar membaca artikel dengan seksama, tuntas dan secara keseluruhan, bukan hanya sepotong berisi resep dan bahan saja. Ada banyak info dan tips yang saya bagikan di paragraph pembuka dan jawaban di komentar-komentar sebelumnya.
Satu hal lagi, berikan tanda tanya cukup 1 (satu) saja diakhir pertanyaan, tidak perlu hingga dua atau puluhan tanda tanya, saya cukup mengerti dengan pertanyaan yang diajukan.
Untuk mendapatkan update rutin setiap kali saya memposting artikel baru anda bisa mendaftarkan email anda di Dapatkan Update Via Email. Atau kunjungi Facebook fan page Just Try and Taste; Twitter @justtryandtaste dan Instagram @justtryandtaste.
Semoga anda menikmati berselancar resep di Just Try & Taste. ^_^